13. Choice

1.5K 197 20
                                    

Kedua tangan ku bergetar melihat selembar kertas diatas meja kerja Levi. Aku tak sengaja menemukan nya ketika sedang bersih-bersih. Ruangan nya terbuka jadi aku inisiatif untuk membersihkan nya.

Jika tau ada surat ini diatas meja nya aku tidak akan pernah memasukinya. Tuhan izinkan aku untuk menghilangkan semua ingatan tentang dirinya selama ini.

Kurasakan kedua mata ku panas, akan ada air yang turun dari sana. Cepat-cepat aku mengedipkan mata untuk mencegahnya keluar. Ku letakkan kembali surat itu diatas meja kemudian berjalan keluar.

Menyakitkan sangat menyakitkan hingga nafas ku sesak. Ingin marah tidak biasa marah, menangis juga tidak ingin.

Perlahan namun pasti air mata ini bandel keluar dengan sendirinya. Mengertilah kalau aku tidak ingin ada air mata yang keluar hanya karena surat undangan pernikahan pria itu dengan calon istrinya!

《■♤■♤■♤■♤■♤》

Dari pria ini pulang sampai sekarang aku tetap mendiami dirinya. Tak ajak bicara, membuatkan makan malam atau menyambutnya kedatangan nya ketika pulang. Hari ini seterusnya aku memilih menjadi patung hidup. Berusaha mengabaikan Levi agar ia mengerti dengan sendirinya.

Atau sepertinya aku tidak harus menunggunya faham hingga berminggu minggu, pasalnya ia sudah mulai memahami faktor perubahan sifat ku.

"Sepertinya kau membaca surat yang ada di atas meja ya." Ucap Levi seraya mendudukkan diri di atas sofa sebelah ku. Aku menggeser posisi duduk, menjauh darinya.

"Kenapa kau masuk ke ruangan itu? Sudah ku bilang tidak boleh kan?"

"Hanya berniat membersihkan itu saja." Balas ku dengan tatapan fokus kearah TV. Malam ini siaran yang kulihat tengah menampilkan film bioskop lawas bergenre fantasi. Biarlah fantasi juga tidak terlalu buruk.

Tiba-tiba ia menggenggam kedua tangan ku dan meremasnya pelan. Aku berusaha menariknya untuk dilepas akan tetapi ia mencengkeram nya lebih kuat.

"Lepas!"

"Ada yang ingin ku bicarakan."

"Tidak ada yang harus dibicarakan lagi! Kembalikan aku pada bos ku kita selesai!"

Ia menarik ku ke dalam dekapan nya. Tentu saja aku meronta seraya menangis. Menangis karena ia telah membohongi ku selama ini, ia hanya mempermainkan ku atau hanya aku yang naif disini?

Aku menyerah, memilih menghabisi tangis di dalam dekapan nya. Hati ku benar-benar sakit.

"Lupakan aku." Pinta ku lemah.

"Tidak bisa."

"Ka-kalau begitu pilih. Aku atau dia..."

Levi terdiam. Terdiam cukup lama. Sepertinya pertanyaan ini terlalu sulit dijawab olehnya baiklah aku faham. Aku memahami mu tuan Ackerman.

"Pilih dia dan lupakan aku."

"Tidak bis-"

Aku mendorong tubuhnya hingga ia terjengkang ke senderan sofa, "jangan egois! Pilihlah Levi! Perhatikan kedua perasaan yang bertemu dengan mu!!"
Emosi ku tak lagi terkendali, kurasakan kepala ku mulai sakit terbukti dari nafas ku yang memburu berat.

Mine! Remember It!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang