Erwin mengetuk ngetuk ujung bolpoint pada permukaan meja seraya menatap Levi yang masih berbicara menerangkan rencana kedepan nya. Sesekali ia angkat bicara memastikan apakah rencana Levi ini serius atau tidak pasalnya rencana ini memiliki resiko yang tinggi dan berbahaya jika mereka gagal.
"Aku yakin dengan memanfaatkan (name) kita bisa menyelinap ke dalam WQO dan meretas semua sistem mereka selain itu..." ia berjalan menuju mejanya, mengambil beberapa berkas disana lantas kembali memberikan berkas itu pada Erwin. Menyuruhnya membaca dalam diam. Erwin yang faham segera memgambil berkas dari tangan Levi dan mulai membacanya satu persatu.
Si wajah datar menoleh menatap wajah istrinya yang bisa dibilang entah ekspresi apa itu.
"Kenapa? Kau takut?"
"Tidak hanya saja bagaimana jika Petra menanyai alasan kenapa kita pindah?"
Levi menghela nafas. Memiliki istri bodoh sepertinya memang sangat melelahkan. Ia melonggarkan dasi merahnya seraya berjalan mendekati (name)
"Bego."
"Apa?"
"Kau bego. Aku sudah jelaskan jawaban nya tadi apa kau tak mendengarkan?"
Wanita itu mengerjapkan mata berkali kali berusaha memahami ucapan Levi lalu beberapa detik kemudian ia menggeleng polos layaknya anak kecil. Levi berdecih, ia menyentil kening (name) dengan keras hingga meninggalkan bekas merah disana.
"Apasih?"
"Kau terlalu bego untuk ukuran manusia." (Name) hendak prites namun Levi dengan cepat menahan niatan nya.
"Bilang saja pada Petra bahwa kita sedang melakukan proses pembuatan anak seperti yang dia inginkan. Bukan kah dia ingin anak dari ku tanpa menikahi mu?"
"Jadi begitu?"
Salah satu alis Levi terangkat. Gadis ini tidak bersemu malu? Kalimat proses 'pembuatan anak' itu seharusnya terdengar sangat vulgar dan mampu membuatnya merona. Jangan bilang wanita ini pura pura paham demi kesenangan dirinya?
"Terserah kau saja."
Ia beranjak kembali mendekati Erwin. Menanyakan adakah yang masih belum ia fahami.
"Jadi begitu. Dari mana kau dapatkan koordinat semua ini?"
Levi menghempaskan bokongnya pada sofa di sebelah (name). Wanita itu segera menyingkir memberikan nya ruang untuk duduk. Kedua tangan nya terlentang di sandaran sofa, melipat salah satu kakinya di atas paha seraya mengelus surai (name) dengan lembut.
"Hasil pekerjaan Mikasa dan Armin." Jawabnya singkat.
Erwin mengangguk. Ia kembali membaca berkas itu lebih dalam lagi.
"Hanji?"
"Sudah menyusup duluan."
Erwin kembali mengangguk faham. Ia tak mempedulikan kedua pasutri itu yang tengah bermesra ria. Masa bodo dia tak peduli mereka berhak bahagia.
"Levi."
"Hn?"
"Aku mau es krim."
Levi menghela nafas. "Beli sendiri."
"Yasudah kalau aku tertangkap duluan nanti pas diluar jangan salahkan aku."
Usapan lembut pada surainya terhenti digantikan dengan decihan sebal. Levi merogoh saku celana nya mengambil ponsel, berniat menghubungi seseorang.
"Eren dimana? Kau bisa ke tempat ku sekarang? Bagus...sekalian mampirlah ke-"
(Name) merebut ponsel pintar itu dari tangan Levi. Merequest es krim pada bawahan Levi tersebut.
"Mampirlah ke toko es krim dan belikan aku dua buah es krim coklat plus dengan oreo, serta milkshake!"
"Semua itu untuk siapa?" Tanya Levi tak santai.
"Untuk ku."
"Tch!"
(Name) tak peduli ia tetap melanjutkan pesanan makanan nya pada Eren kemudian mengucapkan kalimat terimakasih sebagai penutupan. Ia kembalikan ponsel Levi pada pemiliknya.
"Terimakasih."
"Sama-sama." Jawabnya ketus seraya kembali memasukkan ponsel kedalam sakunya.
《♡○♡○♡○♡○♡○♡○》
Dor!
Satu peluru dilepaskan nya secara sengaja untuk mengintimidasi lawan nya tersebut. (Name) berkelit ketika Levi melayangkan tendangan untuknya akan tetapi gerakan gadis itu yang terlalu cepat membuat Levi hanya menendang udara kosong.
Dengan senyum puas di wajahnya ia melempar chip pada Annie dan segera lari menyelamatkan diri. Levi yang sudah tertembak kakinya tak mampu mengejar.
"Eren tangkap si bedebah itu! Sialan!"
Yang di beri perintah menurut. Ia mengambil pistol Levi yang tergeletak di lantai kemudian berlari cepat menyusul (name) dan Annie.
Hanji membantu Levi berdiri. Keningnya berdarah namun tak ia hiraukan. Di bawanya Levi beristirahat pada sebuah dinding lebar. Nafas pria cebol itu tersenggal. Dadanya sesak.
(Name) mengkhianatinya. Koordinat salah satu perusahaan ilegalnya telah dicuri ia harus menerima takdir bahwa beberapa rekan nya akan ada yang mati nanti. Ia melempar vas yang tak jauh dari nya ke depan sana membuatnya pecah berkeping keping. Tak ingin menangis, ia hanya ingin mengumpat dan marah. Siapa sangka wanita yang sangat di cintai itu ternyata telah berkhianat di belakang nya?
"Levi."
"Biarkan aku sendiri Hanji. Padahal aku tak mampu menembak dirinya ketika mulut pistol persis menempel di dahinya tadi." Ucapnya dengan suara sedikit getar.
Rumah baru nya berantakan. Banyak kaca jendelanya yang pecah, pintu besarnya rusak parah serta banyak darah akibat pertarungan tadi. Levi menghiraukan rasa sakit pada keningnya yang terus mengeluarkan darah segar. Ia meringis menyadari tindakan (name) tersebut.
Wanita itu lari bersama dengan chip berharga dan anak yang sedang dikandungnya. Dua benda berharga berhasil dibawa lari olehnya.
"Aku tak lagi mempercayainya." Ia berdiri. Mengambil pistol yang lain beserta amunisinya kemudian menyuruh beberapa anak buahnya yang masih hidup untuk segera bersiap.
"Akan ku bunuh wanita itu."
"Kau yakin?" Tanya Hanji dan Levi tak menjawab. Ia menghiraukan pertanyaan rekan nya itu begitu saja.
Langit senja mulai terlihat pekat. Malam ini ia akan berpesta peluru dengan kedua istrinya sendiri.
Salah satu di antara mereka harus mati atau mungkin keduanya?Ya...apapun itu Levi sudah bertekad untuk membunuh keduanya.
"Wanita sialan."
-Halimah2501-
KAMU SEDANG MEMBACA
Mine! Remember It!
Romance"siapa kau bilang? aku tengah mematai mu? heh yang benar saja. Mana mungkin seorang jalang seperti ku memiliki niat seperti itu?" Pria menyebalkan itu hanya mendengus seraya menyeruput teh nya. "Aku hanya waspada." Aku membuang wajah kesal. Andai sa...