(Name) menundukkan kepalanya seraya menahan isak tangis sementara Levi hanya terduduk manis di hadapan gadis itu. Ia tidak tau bagaimana cara menghibur nya. Soal identitas (name) ia biarkan untuk sementara waktu, toh ia bisa bertanya sewaktu waktu.
Sudah dua jam gadis itu tak berhenti menangis ia sendiri ragu penyebab gadis ini menangis apakah dari rasa sakit akibat kuku kuku jarinya yang dicabut atau bukan. Setiap kali pria itu bertanya padanya bukan nya mendapat jawaban melainkan isak tangis yang semakin keras.
Ia menggeretakkan gigi giginya menahan kesal. Presetan dengan WQO mereka telah menghancurkan hidupnya untuk yang kedua kalinya.
"Dengar jika kau terus menangis seperti ini lebih baik mati saja."
"Bunuh aku...hiks jika kau mau." Jawabnya tanpa menatap Levi.
Ia mengambil tisu yang telah Levi sediakan untuk membersihkan cairan menjijikan yang keluar dari lubang hidungnya. Levi berdesis tak suka melihatnya. Emosinya naik ketika gadis itu membuang bekas tisu yang telah dipakai ke sembarang arah akan tetapi emosinya tertahan melihat (name) yang kembali menangis. Ia menghela nafas berusaha sabar.
Hatinya perih ketika menatap ketujuh jari (name) yang telah kehilangan kuku kukunya. Bergantikan dengan daging polos yang tak tertutup perban. (Name) tak mau jarinya diperban katanya hal itu bisa membuat tangan nya bernanah.
"Sudahlah."
Gadis itu menggeleng kuat. Menolak perintah dan bujukan Levi untuk berhenti menangis.
Dua hari yang lalu setelah mereka di bebaskan dari WQO kedua orang itu bukan nya senang melainkan tambah depresi. Para bedebah itu mengikatkan pelacak pada pergelangan kaki (name) untuk memantau kegiatan mereka dan merekam semua pembicaraan mereka. Sialan! Levi benar-benar terjebak. Situasi ini bertambah rumit ketika Petra menuntut gadis itu untuk melahirkan anak Levi tanpa pernikahan. Jika ia melakukan pernikahan secara diam-diam maka gadis itu menjadi taruhan nya.
Waktu (name) hanya satu tahun. Sembilan bulan untuk mengandung sisanya memberi asi dan moment terakhir bersama Levi.
Levi bangkit. Ia mengusap wajah gusar lantas pergi meninggalkan (name) yang masih terisak.
Ia butuh Erwin dan rekan nya sekarang.
《♡◇♡◇♡◇♡◇♡◇♡◇》
Mikasa mengusap punggung gadis itu untuk terlelap. Levi jengah melihat (name) yang ingin tidur namun tidak bisa karena dirinya yang terus menangis. Ia juga bingung penyebab gadis ini menangis, jika saja gadis itu mau bicara ia bisa pecahkan solusi masalahnya.
"Bagaimana?" Tanya Levi diambang pintu. Menatap perbuatan Mikasa yang masih mengusap punggung gadis nya.
"Dia sudah tidur." Jawab Mikasa sepelan mungkin, ia lantas berdiri lalu berjalan meninggalkan kamar (name) dan menyuruh Levi jangan menganggu nya terlebih dahulu.
"Dia butuh istirahat tuan."
"Hn. Kalau begitu ayo kebawah."
Mikasa mengangguk. Ia menutup pintu kamar dengan pelan kemudian berjalan mengekori Levi.
Gadis bermarga Ackerman itu juga merasa kasihan terhadap mental (name) akhir-akhir ini. Ia bisa merasakan kesedihan yang dialaminya akan tetapi sama seperti Levi, ia tidak bisa memahami secara penuh kesedihan (name) ini.
Dilantai bawah telah berkumpul semua rekan Levi yang sedari pagi mengkhawatirkan keadaan (name). Eren yang sempat merasa kecewa pada (name) karena telah membohongi nya kini melupakan perasaan itu. Bocah tanggung itu justru sekarang ikut merasakan kesedihan (name). Ia tahu peristiwa ini tak mudah untuk gadis sepertinya.
Levi menghela nafas. Ia menyeruput teh yang telah Hanji sediakan. Untunglah asapnya masih mengepul, ia tidak perlu repot-repot membuat teh lagi.
"Jadi?" Tanya Hanji memecahkan suasana.
Levi meletakkan cangkir diatas meja kemudian menatap rekan nya satu persatu. Ia menghela nafas dan berdecih pelan mulai kesal.
"Petra, gadis dari pengusaha bedebah itu memaksa (name) untuk mengandung anak dari ku dengan alasan sebagai syarat sah pembagian hak waris. Jika ia tak memiliki anak dari ku maka warisan nya tidak turun padanya."
Tak hanya Hanji hampir semua rekan Levi menyumpah serapahi perbuatan istri Levi tersebut. Hanya untuk sebuah hak waris ia dengan tega merebut kebahagiaan orang lain.
"Kita harus memberitahu fakta WQO pada (name) agar gadis itu bisa berani melawan mereka." Saran Levi.
"Maksud mu kita gunakan (name) sebagai senjata?"
Levi mengangguk, "tapi tidak sekarang tunggu dirinya siap."
Suasana hening menyapa. Mereka terdiam tenggelam dalam pemikiran masing-masing. Yang terlihat tengah berfikir keras adalah Erwin dan Armin. Entah apa yang mereka berdua tengah fikirkan Levi tak peduli. Ia hanya mempedulikan bagaimana caranya mengisi teh dicangkirnya yang telah kosong ini.
Mikasa menyadari gelagat Levi. Ia segera mengambil cangkir tuan nya tersebut lantas kembali mengisinya di dapur. Levi puas dengan cara kerja rekan wanitanya tersebut. Ia merasa tak sia-sia merekrut Mikasa sebagai anggotanya.
"Bagaimana kalau kita buat skenario?" Armin tiba-tiba berucap memecah keheninga. Semua kepala rertoleh padanya.
"Skenario?"
《♡●♡●♡●♡●♡●》
"Sudah merasa baikan?" Tanya Levi lembut. (Name) mengangguk. Ia menjilat es krim pemberian Levi tadi sore seraya menonton tayangan kesukaan nya.
"Kenapa kita harus pindah rumah segala?" Tanya (name) polos membuat Levi gemas ingin mengacak rambut halus gadis itu.
"Jika kita tidak pindah apa kau ingin tiba-tiba Petra mengacau datang?"
(Name) menggeleng cepat ia tidak ingin bertemu dengan jalang itu lagi.
"Kalau begitu ku rasa kau tak perlu menanyakan alasan pindah lagi. Faham?"
(Name) mengangguk lagi. Levi tak tahan, ia mengacak rambut gadis itu hingga si empunya merasa kesal.
"Bisa kusut nanti."
"Oh ya? Bukan kah sudah kusut karena permainan kemarin?"
Wajah (name) memerah seketika. Ia menutup wajahnya dengan bantal sofa tak ingin Levi melihatnya namun hal itu percuma saja. Levi masih dapat melihat semburat merah diwajahnya.
"Hampir tiga ronde dan kau minta berhenti. Kau menyiksa junior ku kau tau?"
"Levi!"
"Apa?"
"Hentikan!"
Senyum menyeringai menghiasi wajah tampan Levi. Malam ini ia ingin menggoda gadis itu hingga ia merasa puas.
"Hentikan apa? Permainan nya? Tak bisa junior ku tak akan kuat jika bermain sendirian."
Satu hantaman mutlak mengenai perutnya. Levi meringis kesakitan. Siapa kira respon gadis ini ternyata memberinya sebuah pukulan?
Satu hal lagi yang tak Levi sangka gadis itu ternyata memberinya respon di luar dugaan. Ia memukulnya.
"Baik baik aku menyerah."
Levi menahan tangan (name) lalu menariknya kedalam pelukan nya. Melupakan soal es krim yang mulai mencair.
"Kau ingin melakukan perjanjian itu?"
"Tidak sudi."
"Kalau begitu menikahlah dengan ku."
-halimah2501-
KAMU SEDANG MEMBACA
Mine! Remember It!
Romance"siapa kau bilang? aku tengah mematai mu? heh yang benar saja. Mana mungkin seorang jalang seperti ku memiliki niat seperti itu?" Pria menyebalkan itu hanya mendengus seraya menyeruput teh nya. "Aku hanya waspada." Aku membuang wajah kesal. Andai sa...