Zahra mulai menarik nafas panjang lalu mulai mengangkat wajahnya memberanikan diri untuk menatap Adit.
"Ya, apa yang mau kamu omongin?" tanya Zahra dengan berani.
"Simpel, soal panggilan kamu."
"Sebenarnya beberapa hari sejak kita menikah, aku merasa kurang sopan aja bicara sama kamu tapi pakai nama langsung. Hal itu makin diperkuat dengan omongan dari Mamahku yang wanti-wanti ke aku agar bisa lebih sopan. Ditambah lagi pas hari tadi, aku baru sadar ternyata gara-gara aku yang manggil kamu dengan sebutan nama membuat aku jadi segan ngomong langsung dan hasilnya kita kurang banget komunikasi. Kamu tadi liat 'kan gimana marahnya Bunda saat kita yang gak bisa diatur." jelas Zahra lalu menunduk kembali.
Adit mengangguk-anggukan kepalanya, 'bener juga' batinnya dalam hati.
"Maaf." ucap Adit, Zahra langsung mengangkat wajahnya.
"Untuk?" tanya Zahra.
"Aku gak nyadar kalau hal kecil kaya gini bisa jadi berdampak cukup besar. Ini salah aku juga, kayanya aku terlalu menutup diri dan diam terus. Mulai saat ini aku akan coba untuk gak nutup diri lagi." ucap Adit yakin.
☁☁☁
Gue coba menutupi kekecewaan gue dengan becanda menanyakan keseriusan hal ini, padahal gue tau dia gak mungkin bercanda sama omongannya.
Gue terus ngajakin dia ngomong soal suaminya, biar gue gak keliatan kalau lagi kecewa. Padahal sebenernya gue gak sanggup ngedenger dia muji-muji dia di depan gue.
Seenggaknya, rasa kecewa gue agak terobati dengan pertemanan baru kami. Setelah cukup lama kami mengobrol, akhirnya dia pulang.
Sebenernya, dari tadi gue udah gak kuat nahan rasa sakit ini, namun gue gak mungkin ngusir dia gitu aja, 'kan? Sepeninggalan dia gue langsung pergi ke kamar, merenung lagi.
☁☁☁
"Ya Allah, kamu kenapa Za ...?"
"Gak enak ... A," ucap Zahra dengan suara serak serak.
"Tapi badan kamu dingin banget, kita ke dokter ya."
Zahra menggeleng lemah, "Gak usah aku kayanya perlu istirahat aja."
"Gak, kita kedokter pokonya."
Zahra menggeleng lagi lebih lemah, dengan susah payah dia bicara "Rumah,"
Adit menghela nafas panjang, "Yaudah kita ke rumah." ucapnya sambil memakaikan Zahra jaket yang tadi dipakainya.
Setelah jaket terpasang sempurna di tubuh Zahra, Adit naik ke motornya, lalu memegang tangan Zahra menaruhnya dipingangnya.
☁☁☁
Adit baru saja sejenak memejamkan matanya, tapi suara bel rumahnya berbunyi. Dia melihat ke arah jam, masih siang. Gak mungkin itu Fira.
Dengan guntai, Adit berjalan ke arah pintu dan membukanya. Terkejut, itu hal yang ada saat pintu terbuka lebar. Bagaimana bisa Alfin dan Eka ada disini.
"Lo-lo berdua kenapa ada disini?" tanya Adit pada mereka. Terkejut, bagaimna bisa mereka berdua sampe kesini.
☁☁☁
"Emang gak bisa ditinggal?"
Adit menggeleng, "Gak tega. Buat jalan aja masih keleyengan. Gue takut dia kenapa-napa. Kalo lo sendiri gak apa-apa, 'kan? Ntar kalau bisa biar gue yang nyari cara supaya bisa diskusi bareng."
☁☁☁
Iya, Makasih 💜
☁☁☁
"Dia Istri Gue!" ucap Adit tegas. Lalu dia pergi meninggalkan orang itu mematung, masih tak percaya.
"Gue gak percaya!!!." teriaknya.
☁☁☁
#Zahra'sLife
KAMU SEDANG MEMBACA
Zahra's Life
General Fiction[Completed] Update : Tiap Kamis Hidup Zahra langsung berubah saat Ibunya memberitahukan mengenai janjinya dulu pada sahabat dekatnya, perjodohan Zahra dan anak teman Ibunya, Adit akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Zahra memang mengetahui hal itu...