Zahra's Life #21 - Revised ✅

1.6K 62 3
                                    

[2508 words]

..........

Bandung, 2 Mei 2019

"Makanya, udah tau kemarin itu ujan besar, malah langsung terobos bukannya berhenti dulu. Kan jadi gini akibatnya," omel Zahra

"Uhuk, uhuk." Adit hanya menunduk, sambil menghela nafas beberapa kali. Dia baru tahu kalau ternyata Zahra sebawel ini.

Adit tau, dia memang salah. Dengan menerobos hujan begitu saja. Sudah pasti aakn terkena demam. Tapi untungnya, hanya Adit saja yang terkena demam dan Zahra tidak.

Sepulangnya dari kampus, Adit membawa Zahra pulang ke rumah, hanya saja berputar-putar dulu di jalanan, meredam emosinya. Adit tak ingin mengeluarkan kalimat yang nantinya malah membuat hubungannya dan Zahra jadi buruk, karena Adit sangat yakin, Zahra sama sekali tidak bersalah. Adit ingin berbicara segalnya saat enosi Adit mulai mereda. Maka dari itu, Adit meluapkan emosinya lewat motor hingga mengabaikan keadaan yang tengah hujan. Akibatnya, ya sekarang ... Adit yang masuk angin dan demam.

Tak ada percakapan antara mereka berdua saat tiba di rumah. Sebenarnya Adit ingin menanyakan kenapa Zahra diam saja dan tidak berusaha untuk melawan. Namun, karena kedinginan dia langsung membersihkan badannya dan mengganti pakaian.

Setelah selesai, Adit menunggu Zahra selesai berganti pakaian untuk membicarakan hal yang terjadi di kampus. Dan sialnya, Adit malah ketiduran. Saat bangun, badannya sudah tetasa tak enak. Dari semalam juga Zahra selalu mengomel atas tindakan Adit yang menerobos hujan.

Awalnya Adit kesal. Harusnya kan dia yang marah, tapi kenapa yang terjadi malah sebaliknya. Karena tak ada gunanya meladeni omelan Zahra jadi Adit hanya menerimanya saja. Dan itu, terjadi sampai sekarang.

"Ayo! Dihabisin buburnya abis itu minum obat lalu tidur lagi. Gak usah ngampus-ngampus. Nanti biar aku yang telepon kang Alfin atau kang Eka," omel Zahra lagi.

Jika seperti ini, Zahra terkesan seperti ibu-ibu yang mengurus anaknya yang sedang sakit karena kebandelannya sendiri. Di sisi lain dia sayang karena kasian atas sakit yang dideritanya. Dan di sisi lain, dia kesal karena perbuatannya sendirilah yang membuatnya seperti ini.

"Jangan lagi-lagi deh gue sakit kaya gini," ucap Adit setelah melihat Zahra pergi ke dapur, mengambilkan air untuknya.

Dengan cepat, Adit pun menghabiskan makanannya. Takut Zahra kembali mengomelinya lagi. Bundanya saja jarang mengomelinya seperti ini saat Adit sakit, tapi Zahra? Dan yang lebih membingungkan adalah, Adit sendiri yang menerima-menerima saja omelan Zahra. Padahal dia paling tidak suka di marahi atau mendengar omongan orang yang tak berhenti alias cerewet.

Setelah mengbil air, Zahra kembali lagi ke kamar. Melihat apakah Adit sudah menghabiskan makanannya atau tidak.  Saat tiba di kamar, ternyata mangkuk yang tadi terisi penuh dengan bubur sudah tandas. Zahra tersenyum melihat hal itu, lalu membersihkan tempatnya dan mengbil obat untuk dimakan Adit.

Dengan ragu Adit mengambil obatnya. Adit paling benci dengan obat, biasanya jika Adit sakit, dia akan lebih memilih untuk mengobatinya lewat suntikan dari pada obat oral seperti sekarang ini.

"Ayo! Diminum!" titah Zahra sembari terus memperlihatkan Adit yang masih menatap obatnya sambil sesekali seperti meneguk air.

"Kenapa? Hmmm?" tanya Zahra. Zahra kemudian mendudukan diri di tempat tidur.

"Pahit," rengek Adit.

Zahra ingin tertawa, namun dia tahan. Dia tak mau Adit menjadi tersinggung.

"Enggak kerasa kok paitnya. 'Kan langsung di telen," bujuk Zahra.

Adit menggeleng. "Tetep. Bakalan pahit, aku udah pernah coba dulu waktu kecil dan itu pait banget sampe makanan yang udah dimakan keluar lagi. Sejak saat itu, aku gak pernah minum obat lagi."

Zahra's LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang