[1717 words]
..........
Jakarta, 8 Juni 2019
"De! Buruan, keburu macet nanti!" teriak seorang wanita paruh baya.
"Iya Bu, tunggu, bentar lagi ke sana," jawab seorang wanita cantik yang tengah menatap figura yang sedang dipegangnya.
Senyum tak pernah luntur dari muka cantiknya, dia masih tetap menyimpan foto itu. Foto kenangannya bersama seseorang yang sangat dia sayangi setelah Ibunya. Meskipun sudah beberapa bulan terakhir ini perempuan itu pergi menjauh, tapi dia memiliki alasan yang khusus. Dan sekarang, waktunya alasan itu harus dibongkar, walaupun tidak semuanya berisi kebenaran.
Sementara di sisi lain, sang wanita paruh baya itu mulai kebosanan menunggu anaknya yang tak kunjung keluar dari rumah. Padahal dari tadi dia sudah menyuruhnya cepat keluar, dengan perasaan sedikit dongkol, wanita paruh baya itu pergi menemui anaknya ke dalam rumah.
"Citra!" panggil wanita paruh baya itu.
Ya, perempuan tadi Citra. "Kamu kenapa sih lama banget! Ibu bosan nunggu di luar. Lagian kalau telat kita bisa kejebak macet, Dek."
"Iya Bu. Sabar sedikit."
"Kamu lagi apa emangnya sampe lama gitu?" tanya Sinta.
Citra hanya tersenyum lalu menatap kembali figura yang ada ditangannya. Tak lama, Citra memberikan figura itu pada Sinta. Sinta menerimanya, setelah melihat figura itu senyumnya juga terbit di wajahnya. Pantas saja, batinnya.
"Udah kangen sama dia?" tanya Sinta sambil menunjukan figura pada anaknya itu.
Citra mengangguk pelan sambil menundukan wajahnya, malu.
"Yang sabar ya," ucap Sinta menenangkan.
Citra kembali mengangguk sambil tersenyum. Sinta tersenyum getir melihat senyuman anaknya. Tidak menyangka kenapa hal seperti ini harus terjadi pada anaknya ini, Sinta tau anaknya juga turut andil dalam kesalahan ini yang mengakibatkan dirinya juga turut bergabung. Karena tak mungkin seorang Ibu meninggalkan ankanya dalam kondisi yang ....
Sinta menggeleng kuat, menghapus apa yang ada dibenaknya. Tujuannya sekarang hanya satu, membawa kebahagiaan untuk Citra. Dan kebahagiaan itu ada pada, Radit.
☁☁☁
Bandung, 8 Juni 2019
"Za!" Panggil Adit.
Zahra hanya berdehem, Adit memutar bola matanya malas. Sudah kebiasaan Zahra kalau dipanggil pasti berdehem saja tanpa melihat atau pun mengatan hal lain. Adit saja yang cuek kalau dipanggil pasti menjawab apa atau menatap orang yang memanggilnya. Menurut Adit setidaknya itu lebih sopan dari pada hanya berdehem tanpa melihat orangnya.
"Kebiasaan,"
Perlu beberpa detik agar Zahra bisa menyadari apa yang dimaksud oleh Adit. Zahra langsung mengalihkan pandangannya pada Adit dengan tangan yang sudah pada kedua kupingnya, meminta maaf.
"Hehhehe," kekeh Zahra.
Adit kembali menurunkan tangan Zahra dari kupingnya, "Jangan dibiasain kaya gitu lagi, gak enak loh."
"Siap!" Zahra langsung mengambil sikap hormat. "Eh-iya. Ada apa tadi A?" tanya Zahra.
"Bukan apa-apa. Cuma mau nanya aja."
"Nanya apa?"
"Mau ngambil semester pendek gak?"
Zahra berpikir, menimang-nimang. Semester pendek? Lumayan juga, daripada di cuma dirumah. Lagian kalau dihitung-hitung cukup lama liburnya. Masuk-masuk semester baru nanti sekitar bulan september atau oktober.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zahra's Life
General Fiction[Completed] Update : Tiap Kamis Hidup Zahra langsung berubah saat Ibunya memberitahukan mengenai janjinya dulu pada sahabat dekatnya, perjodohan Zahra dan anak teman Ibunya, Adit akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Zahra memang mengetahui hal itu...