Zahra's Life #25 - Revised ✅

1.4K 55 0
                                    

[2351 words]

..........

Bandung, 12 Juni 2019

"Dek, buka pintunya. Ayo! Kita makan dulu, pikirin bayi kamu," ucap Sinta didepan pintu yang tertutup rapat, kamar Citra.

Tak lama terdengar suara pintu terbuka. Cutra langsung pergi begitu saja menuju ke meja makan. Sinta hanya bisa menghela nafas pelan. Sudah 2 hari sejak hari itu putrinya bersikap seperti mayat hidup.

Citra hanya keluar saat dipanggil untuk makan. Selebihnya, hanya dihabiskannya untuk berdiam diri di kamar. Diajak bicara pun Citra hanya menanggapi dengan anggukan, gelengan atau pun deheman. Tak ada kata yang keluar dari mulutnya itu.

Sinta langsung menyusul anaknya ke ruang makan dan menyiapkan makanan yang dibutuhkan Citra. Setelah itu, mereka berdua mulai menyantap makanan dengan hening. Hanya bunyi sendok-garpu yang berdenting mengenai piring yang mendominasi. Setelah makanannya habis, Citra lantas berdiri untuk kembali menuju ke kamarnya.

"Dek, Ibu mau bicara dulu sama kamu," tahan Sinta pada Citra yang hendak melangkahkan kakinya pergi.

Citra membalikan kembali badannya dan duduk di tempat makan lagi, menuruti apa yang Ibunya katakan.

Setiap sehabis makan, Sinta selalu mengajak Citra untuk mengobrol dan Citra menyetujui hal itu, tidak membantah sekalipun. Namun, tanggapan Citra yang membuat Sinta kecewa. Hanya anggukan, gelengan dan deheman saja berusaha dikeluarkan oleh Citra.

"Dek, kali ini Ibu minta kamu jawab yang bener."

Citra hanya mengangguk dalam diam.

"Ibu gak tau kamu kenapa? Kamu gak pernah cerita sama Ibu, Dek. Tiap Ibu tanya kamu pasti langsung pergi. Sebaiknya kamu cerita sama Ibu, siapa tau Ibu bisa bantu kamu."

Citra masih tetap diam tak bergeming. Dia hanya melibat ke arah depan, kekosongan masih mendominasi matanya.

"Gapapa. Ibu gak akan marah sama kamu, Ibu akan turuti apa yang kamu mau. Tapi jangan kaya gini? Kembali hidup kaya dulu."

"Ibu gak akan pernah ngerti gimana perasaan kamu kalau kamu gak cerita sama ibu."

"Cerita, Dek!"

Sinta menghela nafas panjang. Sinta masih tetap saja susah diajak bercerita. Entah apa yang dimaksud terlambat 2 hari yang lalu olehnya. Sinta sudah mencoba mencari tahu sendiri, namun tidak menemukan informasi apa-apa.

"Dek!"

"Ibu sedih liat kamu kaya gini. Ibu merasa jadi ibu yang gagal, 2 kali ibu membuat kamu seperti ini."

Citra mengalihkan pandangannya pada Sinta. Bagaimana pun marahnya seorang anak, dia tidak mau mendengar ungkapan seorang Ibu yang menyayat hatinya. Citra menggeleng dengan kuat.

"Cerita sama ibu dek!"

Namun Citra menggelengkan kepalanya. Tidak diam seperti tadi, Sinta merasa ini lebih dari sekedar penolakan.

"Dek!" Citra menggeleng lagi.

"Ibu cape, Dek. Seenggaknya kamu jawab dengan kata-kata."

Citra kembali diam. Berbagai kalimat diucapkan oleh Sinta, namun Citra masih tetap saja diam.

Sinta menghela nafas panjang. Baiklah, ini upaya terakhirnya untuk membujuk anaknya.

"Dek!, Ibu tau, memang susah untuk cerita tentang apa yang kita rasakan. Ibu juga sama kaya kau dulu, malah lebih buruk. Tapi saat kita udah cerita, kamu tau rasanya itu kaya beban dihidup kita jadi berkurang. Walaupun ngak semuanya, setidaknya berkurang lebih baik. Sekarang, Ibu mau minta lagi sama kamu buat cerita sama Ibu, siapa tau Ibu bisa kasih saran sama kamu," ucap Sinta lagi mencoba membujuk.

Zahra's LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang