Aku duduk di kursi halte yang tak asing di kawasan ini. Menunggu metromini atau angkutan umum untuk selanjutnya membawaku ke kampus.
Jam tanganku baru menunjukkan pukul setengah delapan pagi, tapi halte ini sepi, mungkin orang-orang sudah lebih dulu berangkat dan menyelesaikan urusan mereka. Aku hela napas dan membuka tas yang kubawa untuk mengambil telepon genggamku, mengecek sejenak dan mendapati satu pesan darinya, orang yang tidak asing, dan tidak akan pernah asing.
Leo
Nanti tunggu di tempat biasa yaHanya itu. Tidak lebih.
Tidak ada yang spesial padahal, tapi rentetan kata itu membuatku menggigit bibir bawahku dan menahan senyuman yang jika saja si pengirim ada di sampingku akan aku lontarkan senyum semanis mungkin.
Aku mendongak ke atap halte yang sama sekali tidak spesial. Aku juga menatap kursi halte yang panjang yang juga tidak spesial. Tapi mereka, mereka menjadi saksi akan sesuatu hal yang spesial.
Kejadian hampir satu tahun yang lalu, dibawah gelap terangnya petang yang merubung ditemani hujan. Aku meneduh di halte ini satu tahun lalu itu, bersamanya, kami kehabisan tempat duduk, semua penuh entah itu terisi oleh orang-orang yang memang menunggu transportasi atau memang sengaja datang untuk berteduh.
Alhasil aku hanya berdiri di bawah atap halte ini, memandang ke depan dan berharap hujan segera berhenti untuk selanjutnya aku dan dia bisa kembali pulang. Tapi di detik berikutnya, aku jutsru berharap hujan tidak akan pernah berhenti saat itu.
"Key?"
"Hm?"
"Sekarang tanggal berapa sih?"
"Dua tiga Mei."
"Jam?"
"Lima lewat tiga enam."
"Oke."
"Apa?"
"Dua puluh tiga Mei dua ribu delapan belas jam lima lewat tiga puluh enam sore."
"Ya terus?"
"Kita jadian."
"Hah?"
"Gua nggak nerima penolakan."
Hanya sepotong kenangan semacam itu. Kenangan satu tahun lalu yang bahkan masih bisa membuatku tersipu sendiri hingga hari ini.
Aku mematikan layar handphoneku yang menampilkan potret aku dan dirinya yang kujadikan wallpaper utama. Ah, mengapa lelaki itu masih saja membuatku senang sendiri bahkan hingga saat ini?
"Neng, naek nggak?"
Aku langsung buyar ketika kenek metromini itu bertanya demikian. Aku langsung bangkit dan membahukan kembali tasku, lantas naik.
***
Kampus menjadi tujuan yang harus aku datangi setelah bangkit dari halte tadi. Pagi ini, sejujurnya aku agak malas dengan segala hal berbau pelajaran, sekalipun itu bidang studi kesukaanku.
Tapi apa boleh buat, aku tak mungkin terus-menerus berdiam diri di rumah, jika ingin pergi jalan-jalan, ah aku tak punya cukup uang untuk itu.
"Heh bolot."
Aku menoleh ke belakang dan mendapati Melly berjalan menghampiriku dengan wajah yang agak sedikit kesal.
Omong-omong, Melly itu temanku semasa SMA yang sekarang satu kampus bahkan satu jurusan denganku.
