"Key yang jemput ayah di bandara tadi."
Leo yang masih fokus menatap ke depan karena kepergian Key langsung kaget seketika kala mendengar suara itu berucap demikian. Ia lantas balik badan, dan menemukan ayahnya di ambang pintu kamar inap mama.
Clak!
Ayah melangkah keluar melewati ambang pintu itu, lalu menutupnya, dan kemudian duduk di sebuah kursi khas rumah sakit yang terletak di sisi pintu.
"Sini," kata ayah pada Leo, lalu Leo menurutinya dan duduk di sebelahnya.
"Kok bisa Key yang jemput ayah?" tanya Leo.
"Ayah tadi telpon kamu, berkali-kali tapi nggak diangkat-angkat," kata ayah.
Leo langsung tertegun, lantas ia kemudian gelagapan merogoh handphone di saku celananya, ia menyalakan benda persegi itu, tidak ada respon. "Oh iya hape Leo mati, yah."
Ayah terkekeh pelan. "Nevermind, son," kata ayah. "Makanya tadi ayah coba hubungi Key, dan dingkat. Awalnya ayah cuma minta tolong sama dia untuk hubungi kamu karena ayah pikir kamu lagi ada di kampus sama dia, tapi abis itu malah Key yang dateng jemput ayah," perjelasnya.
Leo mengangguk-angguk.
"Kamu nggak kuliah, ya?" tanya ayah.
Leo tertegun sejenak. "Ehm... Tadi lagi enggak, yah. Tadi Leo pergi sama temen buat nyari bahan tugas."
Ayah terkekeh. "Nyari bahan tugas atau kerja?"
Leo langsung terkejut, lalu menatap ayah keheranan.
"Ayah tau," kata ayah selanjutnya, membuat Leo skak mat.
"Ayah tau dari mana?"
"Key."
Leo tertegun. "Key cerita apa aja sama ayah?"
"Banyak," kata ayah meledek, lalu ia tertawa. "Kamu pekerja keras, son," lalu ayah menepuk pundak Leo.
"Key cerita banyak? Apa aja?" Leo masih cemas ayahnya akan tau semuanya.
"Kamu berhenti kuliah. Kamu kerja jadi office boy. Dan kamu ikut pertarungan tinju ilegal," kata ayah santai.
Leo makin panik. "Itu... udah lama kok, yah."
Ayah terkekeh. "Ayah lebih percaya omongan Key daripada kamu."
Leo tertegun lagi, diam.
"Selama ayah nggak ada, kamu yang tanggung jawab buat mama dan adik kamu. Kamu bahkan juga cari uang untuk Key. Kamu banting tulang, bahkan sampe milih putus kuliah. "Eso es lo que haces y no puedes mentira. (Itulah yang kamu lakukan, dan kamu tidak bisa berbohong)."
Leo menatap wajah ayah yang barusan berbicara padanya dengan pelan. "I'm sorry, dad."
Ayah tertawa. "Por qué dices perdón? (Kenapa kamu bilang maaf?)" katanya, lau berhenti tertawa. "That's what i want from you."
Leo menatap lekat mata ayah, tanpa menjawab.
"Ser un héroe en nuestra familia. (Menjadi pahlawan untuk keluarga kita)," lanjut ayah kemudian.
Leo menelan salivanya. Bola matanya yang indah terus menatap wajah ayahnya yang kini tersenyum. Ada dentuman besar yang barusan terjadi di hatinya, di mana ketika bibir ayah melengkung ketika ia tau bahwa Leo mati-matian kerja keras belakangan ini. Satu hal yang baru saja patah dari pemikiran Leo, bahwa ayah akan marah. Namun ternyata tidak, anggota militer yang baru saja pulang dari pengabdiannya ini justru nampak begitu bangga.