Keesokan harinya...
Sore ini, Leo tiba di rumah sakit. Dengan tas punggung yang selalu setia di belakangnya, ia berjalan menyusuri area rumah sakit yang tidak begitu ramai. Ia baru pulang dari mall kini, sekitar pukul setengah enam sore. Ia tidak kembali dulu ke rumah, ia langsung kemari karena harus bertemu dengan mama dan juga adiknya, gara-gara semalam ia tidur di rumah, ia pun pada akhirnya langsung berangkat ke mall tanpa mampir terlebih dahulu ke rumah sakit.
"Berapa biaya perawatan minggu untuk pasien bernama Lauren Martinez?"
Tanpa basa-basi, Leo langsung bertanya hal yang memang ingin ia tanyakan ketika pertama tiba di rumah sakit. Sebelum ia ke kamar mama, ia menghampiri resepsionis terlebih dahulu dan bertanya hal demikian.
"Pasien atas nama Lauren Martinez, ruang mawar, kamar tiga kosong lima," resepsionis perempuan yang berkutat dengan komputer di hadapannya merinci keterangan mama Leo. "Sudah lunas," kini resepsionis itu menatap ke Leo sambil tersenyum.
Leo kaget, setengah mati. "Lunas?"
Resepsionis itu mengangguk. "Iya sudah lunas. Pasien tersebut akan pulang besok pagi karena pemulihan sudah selesai, dan riwayat pelunasan biaya dilakukan siang tadi," perjelas resepsionis itu, lalu kembali melihat ke arah komputer. "Jam sebelas lewat dua puluh enam menit," rincinya.
Leo mengerutkan dahinya. "Maaf, kayaknya salah deh. Coba di cek ulang," pinta Leo yang tidak yakin.
"Lauren Martinez. Dirawat di rumah sakit ini sejak satu bulan lalu karena kelemahan kandungan. Usia empat puluh satu tahun. Berkebangsaan Spanyol. Menempati kamar inap kelas tiga," kata resepsionis itu sembari matanya mengarah pada komputer. "Ada yang salah?" tanyanya.
Leo semakin tidak habis pikir. "Enggak ada, mbak."
Resepsionis itu tersenyum ramah. "Baik jika sudah benar."
"Tapi nggak mungkin udah lunas. Saya belum bayar biaya perawatan ibu saya," kata Leo.
"Tapi dalam data di komputer ini sudah tertanda lunas."
"Mbak inget nggak siapa yang bayar? Mbak yang layanin kan?"
"Maaf, saya kurang tau. Ada beberapa orang yang melakukan pengurusan administrasi hari ini. Saya nggak bisa ingat semuanya."
Leo diam sejenak. "Yaudah, mbak. Makasih ya."
Leo langsung pergi ketika resepsionis tersebut menjawab sama-sama. Ia pun berjalan menuju kamar inap mamanya, tentu saja dengan perasaan bingung dalam hati dan pikirannya. Siapa yang membayarnya? Apakah mungkin Key? Dia gadis dari keluarga kaya raya, tapi satu sisi kini dia juga tengah dirundung masalah dan jauh dari keluarga, lagipula mereka sudah tidak ada hubungan apapun lagi. Tidak, pasti bukan dia.
Atau apakah mungkin ini Melly? Ah, hati dan pikiran Leo menjawab bukan gadis itu yang melakukan semua ini, Leo saja masih ada hutang dengannya, mana mungkin Melly mengeluarkan uang lebih besar lagi. Tidak, bukan dia. Ataukan mungkin ini semua ulah Glenn? Teman sepertandingan Leo yang baik hati, ia tau bahwa Leo tengah ada masalah, dan kemarin hari Glenn bilang uangnya masih banyak dari pertandingan sebelumnya. Apakah benar ini ulah Glenn? Ah, sepertinya tidak mungkin, Leo tidak begitu dekat dengan Glenn, rasa-rasanya jika memang ini ulah Glenn, agak tidak masuk akal.
Leo mengacak rambutnya frustrasi, bingung akan cobaan yang sejauh ini menghantamnya tanpa permisi. Ia menghela napas panjang sebelum membuka pintu kamar inap mama yang sudah berada tepat di depan matanya. Ia mengumpulkan energi, mencoba untuk bisa tetap rileks dan berusaha sebisa mungkin untuk tidak membahas ini dengan mama di dalam. Ia lalu mengayunkan tangannya untuk selanjutnya menyentuh knop pintu yang akan ia putar dan buka, namun...