No! I'm Down

124 24 2
                                    

17.35 WIB

   "Mana Key?"

   Melly yang berdiri dengan menyilangkan tangan di dada menunjuk pintu kamar kos-nya dengan dagu.

   "Boleh gue masuk?"

Melly menatap Leo tajam. "Jangan macem-macem."

   "Nggak bakal, Mel."

   Melly memicingkan matanya pada Leo, lalu membuka pintu itu, dan menyuruh Leo masuk. Sebelumnya, Leo sempat menarik napas panjang, mengumpulkan keberanian dan membuang jauh-jauh rasa gengsi untuk selanjutnya masuk ke dalam kamar di mana Key duduk bersandar di dinding dengan wajah muram.

   "Key?"

   Key tak menjawab panggilan Leo, ia hanya mendongak dan melihat sejenak lelaki itu, lantas selanjutnya kembali menunduk. Leo berjalan mendekat, lalu duduk agak jauhan di seberang Key. Ia masih agak canggung, bahkan ia tak tau harus membuka obrolan seperti apa.

   "Lo berdua jangan macem-macem!" Melly yang berada di ambang pintu mengingatkan. "Gue mau keluar dulu nyari makan," lanjutnya. Ketus.

Bug!

   Melly membanting pintu dan meninggalkan Key berdua dengan Leo di kamar kos-nya. Sejujurnya ini permintaan Melly sendiri, ia yang mengirim pesan pada Leo untuk datang ke kos-an dan berbincang dengan Key sepulang kerja. Leo menyetujui, hari ini ia dapat shift pagi di mall, dan jam lima sore tadi, ia sudah pulang, lantas buru-buru menyempatkan diri kemari setelah sebelumnya lebih dulu meninggalkan mama dan Carla di rumah sakit.

   Melly tak berpikir banyak sebenarnya. Ia hanya beranggapan bahwa jika Leo bisa berbicara sejenak dengan Key, rasa depresinya bisa segera mereda. Karena selain Melly, hanya Leo lah yang paham betul siapa Keyrina. Belakangan ini Melly sedang benar-benar geram dengan Key karena kecerobohannya itu, ia kurang bisa mengendalikan diri dan hanya akan berakhir menghakimi Key yang sejatinya butuh dukungan, karena itulah Melly menghubungi Leo. Melly tidak ada hak untuk menghubungi keluarga Key, selain karena alasan bahwa keluarga Key kurang harmonis, satu sisi juga bahwa Key masih merahasiakan masalah ini dari keluarganya, dan Melly tidak mau membuat hidup sahabatnya semakin mengeruh.

   "Lo sehat?"

   Akhirnya, Leo membuka suara. Ia sekuat hatinya menyingkirkan rasa gengsi demi bisa mengucapkan dua kata barusan. Namun jawaban Key hanyalah gelengan kepala. Hanya itu. Tidak lebih.

   "Kata Melly, elo..."

   "Iya gue hamil."

   Belum sempat Leo menyudahi ucapannya, Key lebih dulu menjawab. Ekspresinya datar dan muram, bahkan Key tak berani menatap sorot mata Leo yang terus mengarah pada dirinya.

   "Lo ngapain ke sini?" ketus Key.

   "Nggak pa-pa."

Key menyeringai. "Lo mau ngerendahin gue ya? Lo ngerasa menang karena setelah gue putus sama lo terus gue jadi begini?"

   "Enggak, Key. Kok lo bisa-bisanya mikir gitu?"

   "Ya emang itu yang ada di pikiran gue."

   Leo terdiam. Merasa bahwa suasana di antara mereka semakin kaku seiring berjalannya waktu.

   "Arga bakal tanggung jawab kok!" ujar Key kemudian.

Leo menoleh. "Bagus kalo gitu," lalu tersenyum.

   "Gue bakal nikah sama dia secepatnya. Abis itu nanti kalo dia udah lulus S1 gue sama dia bakal pindah jauh dari Jakarta," katanya kemudian.

   Leo menelan salivanya mendengar ucapan itu. Ia kemudian tersenyum lagi, meski jauh di dalam hati kecilnya ada sebesit luka yang baru muncul. Sejenak mereka berdua kembali terdiam. Merasakan kebekuan dari sikap dua insan yang sebelumnya begitu akur dan saling memahami.

Homesick HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang