What I Didn't Know

128 25 14
                                    

Keyrina's POV

   Aku di kampus kini bersama Melly, kami berdua tengah menikmati bubur ayam yang biasa mangkal di dekat kampus. Satu porsi bubur ayam dengan tusukan sate usus dan telur puyuh, santapan yang pas untuk dimakan sebagai menu sarapan.

   "Pengen cabut ngampus gue hari ini," kata Melly disela makannya.

   "Kenapa?" tanyaku

   "Tau deh. Mager aja."

   Aku terkekeh mendengar alasan konyol itu. Sebagian orang ada yang kurang beruntung karena tidak bisa kuliah, sementara dirinya yang sudah dibiayai penuh oleh orang tua malah malas-malasan. "Bego," ledekku.

   "Yee, bego bego juga lo kadang ngikut."

Aku tertawa kecil, ah benar juga.

   "Tawa lo," pekik Melly. "Itu gimana nyokapnya laki lo?" lanjutnya.

   "Hah?"

   "Si Leo," ia memutar bola mata. "Gitu aja pake bingung, emang cowo lo siapa lagi selain tuh kunyuk satu."

Aku memperlambat kunyahan sate telurku di mulut. "Ya begitu," kataku tanggung.

   "Tumben lo," katanya. "Tumben apaan?" balasku. "Tumben banget nggak semenggah bahas dia," lanjutnya.

Aku hanya menyeringai.

   "Lagi slek?" tanyanya lagi.

   Aku hela napas, lalu mengangkat kedua bahuku. Melly yang seakan paham pun hanya mengangguk, mengerti bahwa aku tak mau membahas jauh soal ini. Kami lantas kembali menikmati bubur kami masing-masing, perlahan suasana kembali mencair karena topik pembicaraan yang lain. Hingga kemudian aku merasa mual ketika terlalu banyak memakan bubur dalam satu suapan, aku memuntahkan makanan dalam mulutku itu, lalu buru-buru meneguk teh hangat yang sudah aku pesan bersama bubur tersebut tadi.

   Melly panik, ia langsung gelapan dan terus bertanya-tanya. "Kenapa lo?" begitu katanya.

   Aku masih diam, masih terlalu eneg untuk menjawab pertanyaan Melly, aku lantas meneguk habis teh hangatku dalam gelas dan memijat-mijat pelipisku sejenak. Pusing.

   "Sakit lo?" kata Melly lagi.

   "Nggak tau nih."

   "Abis mabok?"

   Aku menatap sejenak ke arah Melly, merasa malu membahas ini lebih jauh, namun biarlah, dia kan temanku. Toh, dia juga sudah paham baik buruknya aku, sebelas dua belas dengan Leo.

Aku kemudian mengangguk. "Iya, lumayan banyak."

   "Ih pantes," kata Melly, lalu dirinya yang tadi nampak cemas kini kembali santai. "Lagian lo mah, udah tau itu minuman bikin pusing, malah nyoba banyak-banyak," lanjut Melly.

Aku terkekeh. "Ya, candu."

   Melly menggeleng-gelengkan kepalanya seperti mengisyaratkan kata semacam 'ya ampun' atau sejenisnya. Aku lantas lanjut memakan sedikit demi sedikit bubur ayamku, masih agak sedikit mual sebenarnya, tapi di satu sisi yang lain pun aku merasa lapar. Alhasil suasana kembali mencair, obrolan kembali dimulai, dan aku perlahan membaik.

   "Oh iya Key," kata Melly. "Si Arga tuh, apa kabar dia?" tanyanya.

   "Dih, urusan apaan lo nanya-nanyain dia," tanyaku meledek. "Naksir ya? Hayoo ngaku," kembali meledek.

Melly meneguk tehnya. "Yah gila. Cowo artis begitu siapa yang nggak naksir."

   "Cowo artis?"

Homesick HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang