Big Liar

516 70 49
                                        

   Aku tenang sedikit ketika melihat Mama Leo sudah lelap dalam rebahnya dan balutan selimut itu. Wajahnya yang tenang membuatku merasa senang, ia sama sekali tidak terlihat sakit ketika tidur, meskipun selang infus masih setia menancap di tangannya. Sejenak berpikir, dirinya yang tenang ini bahkan sama sekali tidak tau perjuangan putranya yang mati-matian mencari biaya.

   Aku berlutut di sofa yang ada di dalam kamar inap ini, menatap sejenak Carla yang terbaring lelap dengan boneka beruang di dekapannya. Aku menatap jam dinding, sudah hampir jam delapan, tetapi Leo belum juga menjemputku.

   Aku tenang sebentar, seakan bisa bernapas dengan lega. Setidaknya ketika Leo menjemput nanti, aku sudah meninggalkan Mama dan Carla dalam keadaan lelap.

   "Key?"

   Baru saja aku duduk di sisa sofa yang tak dibaringi Carla, suara lirih itu lebih dulu terdengar. Aku melihatnya di ambang pintu, ia mengintip sedikit ke dalam dan ketika mendapati semuanya telah lelap, ia membuka pintu lebar dan masuk ke dalam menghampiriku.

   "Capek?" tanyanya.

Aku menggeleng.

   Ia lalu berjalan mengambil selimut yang tidak terlalu tebal dari dalam nakas rumah sakit tempat dirinya meletakkan barang atau pakaian yang dibutuhkan Mama dan adiknya, tak terkecuali sebuah selimut yang ia siapkan untuk berjaga-jaga. Ia lalu membalutkan selimut itu ke tubuh kecil Carla, berlutut sejenak dan mengelus puncak kepala adiknya yang ditumbuhi rambut pendek sebahu.

   "Rewel nggak?"

Aku menggeleng lagi.

   "Bagus deh," jawabnya. "Ayo jalan."

   Aku bangkit, lalu meraih tangannya yang ia ulurkan padaku. Kami keluar, lalu berjalan untuk sampai di parkiran.

   "Tadi Mama lo nanya sesuatu," ujarku disela langkah kami di lorong rumah sakit.

   "Apa?"

   "Dia nanya, katanya lo kalo di kampus gimana, suka bolos nggak, suka berantem nggak, sering dapet masalah nggak, gitu."

Leo sedikit terbelalak. "Lo jawab apa?"

   "Gue bilang aja, lo di kampus baik, nggak ada masalah, nggak sering berantem, rajin masuk, disayang dosen, banyak temen, gitu deh pokoknya."

Ia hela napas, aku tebak, ia lega.

   "Lo mau sampe kapan boongin nyokap lo terus?"

   "Nggak tau juga."

   "Jujur aja sih, Le."

   "Jangan, nanti pasti Mama kepikiran."

   "Kepikiran apanya?"

   "Ya kalo gua jujur gua udah nggak ngampus dan gua bilang kalo gua kerja buat cari biaya rumah sakit, pasti Mama kepikiran, itu bakal bikin Mama ngerasa bersalah."

Aku diam, benar juga ucapannya.

   Sejenak kami hening lagi, hingga kemudian aku ingat satu pesan dokter yang tadi sore ia sampaikan padaku.

   "Tadi dokter bilang sesuatu juga," ujarku.

   "Apa?"

   "Katanya kandungan Mama lo semakin membaik, nggak selemah sebelumnya, ada kemungkinan Mama bisa melahirkan normal nanti."

Leo tersenyum. "Bagus deh kalo gitu. Semoga Mama baik-baik aja."

   "Kenapa sih nggak bilang aja ke bokap lo?"

Homesick HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang