The Night

255 37 12
                                    

   "Kakak, tadi kenapa muka abang melah melah?"

   Aku terdiam ketika Carla bertanya demikian dengan begitu polosnya. Tidak mungkin aku bercerita padanya tentang apa yang sebenarnya dilakukan oleh Leo.

   "Abang jatoh dari motor."

   "Abang kasian."

   "Sstt, kamu jangan bilang-bilang mama."

Carla mengangguk dengan begitu polosnya.

   Aku di rumah sakit ini. Kisaran pukul sembilan lewat lima belas menit malam, setelah pulang dari restoran dan Leo menjemputku, aku kemari bersamanya. Mama Leo sudah tidur, sementara Carla, ketika kami tiba ia segera mendekat menghampiri. Leo tengah ke kantin sekarang, membeli beberapa makanan dan juga camilan untuk mengisi perut kami malam ini.

   Tak lama, ia kembali dengan beberapa bungkus roti yang bersatu di dalam plastik putih yang ia bawa. Ada sebuah susu kotak yang juga ia beli, minuman yang paling cocok untuk adik kecilnya.

   Biasanya, ketika ingin tidur, Carla selalu lebih dulu diseduhkan susu hangat untuk selanjutnya ia minum dan membantunya untuk lebih cepat tertidur. Ya, sebagaimana anak kecil pada umumnya yang masih bergantung pada susu sebagai minuman favorit mereka.

   Tapi sebulan terakhir ini, Leo sama sekali tidak bisa membeli susu formula yang biasanya Carla minum. Satu kotak susu itu berkisar di angka enam puluh sampai ratusan ribu, sebenarnya harga yang standar untuk sekotak susu formula bagi pertumbuhan anak-anak. Tapi digit angka itu terasa sangat mahal untuk Leo belakangan ini.

   Uang yang ia dapat dari kerja ilegalnya sebagai petinju dirasa masih tidak cukup, satu malam bertanding mungkin hanya bisa membayar biaya rumah sakit mama satu hari saja, belum termasuk obat dan lain-lain. Belum lagi bila Leo kalah dalam tinju itu, mungkin honornya hanya akan dapat membayar biaya rumah sakit setengah hari saja.

   "Abang besok-besok kalo naik motol hati-hati."

   Aku bisa melihat senyuman tulus Leo sesaat ketika adiknya berucap demikian. Leo lantas berlutut, menjajari posisi Carla dan mengelus puncak kepalanya, lalu kemudian memberikan susu kotak itu padanya, untuk segera diminum.

Leo mengangguk mengiyakan perintah adiknya tadi. "Iya, sekarang minum susunya dulu, abis itu bobo ya," perintahnya.

Dan Carla mengangguk.

***

23.03 WIB

   Carla sudah terlelap dengan balutan selimut di sebelahku di atas sofa. Kepalanya dekat dengan pahaku yang berposisi duduk untuk leluasa mengelus kepalanya agar lebih cepat tertidur. Ruangan sudah gelap, lampu lampu sudah dipadamkan.

   Aku belum tidur, masih senantiasa membuka mataku, karena jujur meski aku lelah aku sama sekali tidak mengantuk.

   Aku melirik ke bawah, di lantai, bersandar dengan sofa, dan terpejam. Yap, siapa lagi kalau bukan Leo. Ia memilih tidur dengan posisi seperti itu karena tidak ada lagi sofa yang tersisa. Posisiku yang duduk dan Carla yang telentang membuat tidak ada lagi tempat tersisa untuk setidaknya memungkinkan Leo duduk di atas hamparan empuk ini.

   Ia nampak lelah. Wajahnya yang polos dengan mata terpejam dan bulu mata panjang itu membuatnya nampak terlihat amat polos. Alunan nafasnya yang teratur dan tenang membuatnya seakan benar-benar terlelap dan sudah hambur di alam mimpi.

   Awalnya aku berniat membangunkannya, memintanya menemaniku keluar mencari udara segar. Tetapi itu nampak tidak ingin kulakukan sekarang, ia sangat lelah, tubuhnya juga mungkin merintih sakit saat ini, jadi aku biarkan dia tertidur, dan perlahan tanpa suara, aku keluar.

Homesick HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang