"Sekarang ... kita baikan, ya?" tanya Laser penuh harap.
"Ba-baikan?"
Dengan ragu Natusa berkata, "tapi ...,"
"Tapi?" Laser menaikkan kedua alisnya. "Nat, perasaan gue buat lo nggak pernah berubah dari dulu sampai sekarang. Apalagi, semakin ke sini gue semakin bingung. Gimana caranya gue bisa kontrol biar nggak semakin besar. Nat, kalo gue tembak lo sekarang, lo mau terima gue? Lo ... mau jadi pacar gue?"
Natusa bergeming. Terbungkam, takut untuk menyuarakan pikirannya. Setelah memejamkan mata Natusa akhirnya berkata, "kita baikan."
"Tapi untuk terima lo, gue belum bisa, Ser." Natusa mengabaikan hatinya yang terasa panas akibat ucapannya sendiri. Bukannya dia tidak berperasaan, bukannya dia tidak jatuh cinta pada Laser, tapi keadaan membuatnya harus memikirkan hal yang akan terjadi kedepannya.
Dengan berat hati ia berkata, "kita baikan dan mulai semuanya dari awal sebagai teman, bukan sebagai musuh."
Ekspresi Laser berubah masam. Bukannya merasa kesenangan luar biasa ia malah merasa gelisah, rumit, dan yang paling menyedihkan adalah Laser hanya bisa menganggukkan kepala sambil menjawab, "oke. Kita temenan dan ... jangan pernah marahin gue kalo gue masih berusaha memiliki hati yang gue cinta."
Ia tahu jelas apa yang ada di dalam pikiran Natusa sama rumit dengannya.
Kita bisa saling mengerti, memahami, tetapi ragu untuk memulai. Bukan meragukan perasaan masing-masing, tapi ragu apakah nanti takkan ada hati yang terluka lagi ketika memulainya?
Ia takut menyakiti Natusa. Begitupun sebaliknya.
Tapi tunggu dulu. Laser adalah seorang pria. Ia akan terus berusaha untuk mencoba meyakinkan Natusa bahwa dia baik-baik saja dan tak perlu mengkhawatirkannya.
Titik uji, adalah keadaan dimana seseorang tersakiti oleh orang yang lain, tetapi merasa masih bisa melanjutkan. Dan Laser sekarang berada pada titik itu.
Pintu terbuka membuat pandangan keduanya teralih. Farhan, Anas, dan Lusi berdiri di ambang pintu dengan tampang suram, tidak menunjukkan tanda-tanda senang.
Dalam hati Natusa berterima kasih pada mereka bertiga karena berkatnya, ia dan Laser tidak salah paham lagi.
Natusa keluar lebih dulu, beranjak pergi mengabaikan Lusi yang memanggil-manggil namanya.
Setiap orang memiliki cara sendiri untuk mencintai diri sendiri serta mencintai orang lain.
Belum waktunya Natusa bisa memiliki apa yang dicintainya. Entah kapan, biarkan waktu yang menjawab.
Setiap orang pasti mengalami rotasi kehidupan. Tidak semua hal yang kita inginkan bisa terwujud. Tidak ada yang berjalan konsisten. Kadang hidup di bawah, kadang hidup di atas.
Terkadang ingin kembali dan bersama-sama memperbaiki, tapi dipaksa kembali dalam realita yang mengharuskan untuk menjauh agar saling menjaga.
Natusa tidak konsisten, ia akui itu. Di luar ia menampakkan dinginnya pada sekitar. Di dalam ia terpuruk. Di dalam ingin bersama dengan sosok yang mampu membantunya keluar dari kelemahan, di luar ia mengabaikan, membiarkan hati itu terluka berkali-kali oleh ucapannya.
Jika ini bukan yang terbaik, suatu saat Tuhan pasti menunjukkan jalannya.
Setiap manusia memiliki titik lemah yang bisa mengubah siapapun yang kuat, menjadi rapuh.
Melewati ruang guru, Natusa dibuat menghentikan langkah karena kaget mendengar apa yang dibucarakan guru-guru.
"Laser tidak ada, Bu. Di kelas juga. Kata teman sekelasnya Laser tidak sekolah. Tidak ada surat juga. Tidak ada yang tahu, bahkan Farhan juga. Padahal dia teman sebangkunya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Find A Way to My Heart (SUDAH TERBIT)
Teen FictionMimpi adalah bunga tidur. Namun bagaimana jika mimpi menghantuimu, mengekangmu pada setiap sudut kesunyian, menjebakmu tanpa tahu jalan keluar? Mimpi rasa nyata. Masihkah kamu berani tidur? *** Laser kena getahnya juga! Salah sendiri jadi cowok usi...