Bonong berdiri dengan jarak yang cukup dekat dengan dinding. Mulutnya tak berhenti mengicaukan puisi yang banyak dirindukan.
"Untukmu wanita cantik yang sekarang membaca ini,
Kamu,
dengan kuncir longgar yang tampak seperti popok tuyul kegedean,
mampu membuatku tersipu.
Seperti semut kegatelan,
tak lelah aku memandang wajahmu yang seputih tepung terigu.Dengan anting yang sekecil upil Si Unyil, tiada lagi keindahan yang dapat mengalahkan rupamu.
Tajamnya parasmu,
lebih tajam dari tajam gigi depan tikus yang tampak hitam dan pecah-pecah seperti tungkak.Indah bulat matamu,
tampak lebih besar dari udel buto ijo.
Seringai manis di bibirmu,
tampak semanis senyum limbad yang beraura hebat.
Dengan hidungmu yang selebar hidung babi,
tanpa sengaja kau habiskan banyak oksigen sendirian.Hal yang baru-baru ini kusadari,
menceritakan segala hal tentangmu,
menjadi candu untukku.
Candu, sama seperti rasa canduku pada gayung yang selalu kugunakan untuk mandi kecil dan besar."Setelah puas menumpahkan puisi yang terngiang di benaknya, Bonong meratapi dinding yang ada di hadapannya. "Kenapa juga elo lahir jadi tembok? Kan gue kasian liatnya," ujar cowok itu sambil mengelus pelan dinding halus itu. Ia menengadahkan kepala sambil mendesah pelan. "Sekarang cuma elo, Mbok, yang bisa gue puisiin. Natusa udah enggak bisa lagi, masa gue mau kasih puisi romantis ke Arjun? Ya kali!" ujar Bonong yang terlihat aneh ketika berbicara sendirian dengan tembok.
"Lo manggil gue?"
Suara khas yang terdengar dari belakang segera membuat Bonong meringis. Tanpa berani menoleh, ia menggeleng cepat. "Bukan! Lo ngapain di sini? Bukannya kelas lo sekarang lagi pelajaran?"
"Gue mau nyari Natusa."
Mendengar itu, refleks Bonong menoleh. Ia menatap Arjun dengan kernyitan dalam seraya bertanya, "Ngapain? Elo mau nikung Laser?" Bonong tidak habis pikir. Apa jangan-jangan nasib Arjun dan Natusa sekarang saling tumpang tindih? Dulu Natusa yang mengejar Arjun, sekarang giliran Arjun?
Merasa Bonong tak masuk akal, Arjun mendengus. Tatapan tidak sukanya terarah lurus pada Bonong. "Lo sebenernya takut sama gue nggak, sih?"
"Ya tergantung keadaan, dong!"
Mendengar jawaban tak konsisten dan snagat menjengkelkan dari cowok yang entah bisa disebutnya sebagai teman atau tidak, Arjun hanya membalas dengan tatapan datar. Hendak melangkah pergi, suara langkah kaki setengah berlari membuat pandangannya teralih.
Itu Natusa!
Cewek itu berlari pelan dengan raut wajah tak enak dilihat. Tampak jelas suasana hatinya sedang buruk. Arjun yang tadinya hendak mengambil buku fisika yang dipinjam Natusa, mengurungkan niatnya.
Sungguh, beberapa bulan terakhir membuat mata Arjun terbuka lebar. Natusa yang tampak manis, di sisi lain adalah cewek galak dan sedikit menakutkan. Beberapa hari terakhir juga Arjun menjadi pelampiasan amarah karena lagi-lagi, cewek itu cekcok dengan Laser.
Arjun menggelengkan kepala sambil tersenyum pasrah. Tampaknya hubungan antara dirinya dan Natusa tidak lagi seperti dulu.
"SA! LO KENAPA?" tanya Bonong keras. Matanya melotot, ikut panik ketika melihat Natusa seperti kesetanan.
"Bilang aja nggak tau!" ujar Natusa sambil mempercepat lari. Cewek itu menghilang di belokan, menyisakan Arjun dan Bonong yang masih mencerna ucapannya.
Keduanya segera mengerti apa maksud Natusa ketika melihat Laser yang celingukan bingung.
"Kenapa lagi tuh mereka berdua?" tanya Bonong pelan. Arjun mengendikkan bahu menjawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Find A Way to My Heart (SUDAH TERBIT)
Teen FictionMimpi adalah bunga tidur. Namun bagaimana jika mimpi menghantuimu, mengekangmu pada setiap sudut kesunyian, menjebakmu tanpa tahu jalan keluar? Mimpi rasa nyata. Masihkah kamu berani tidur? *** Laser kena getahnya juga! Salah sendiri jadi cowok usi...