[34] Batas

36.3K 5.9K 692
                                    

Jika bertahan membawa luka, pergi tetap bersama luka, mengapa tak menetap? Mengapa tak biarkan luka itu mengering mengikuti arus waktu?

^^^

Natusa diam saja di dalam rumah sesuai perintah Laser. Hatinya menghangat ketika mendengar suara panik Laser yang kentara jelas ketika mengatakan hendak ke rumahnya. Ia sama sekali tidak menyangka Laser langsung mengiyakan permintaannya tanpa menanyakan apa yang sedang terjadi padanya. Bahkan Laser terdengar panik sekali. Lagi-lagi Natusa dibuat bingung. Kemarin saat dirinya membutuhkan Laser, dia kemana? Untuk yang kedua kalinya, saat Natusa membutuhkan Laser, ia langsung ada. Sebenarnya Natusa prioritas, bukan?

Melihat keadaan rumah semakin gelap, walaupun takut Natusa berjalan pelan-pelan untuk menghidupkan lampu. Gemuruh guntur membuatnya kaget setengah mati sambil menatap pintu yang masih tertutup rapi.

Pikirannya aneh-aneh. Entah sosok berjubah hitam itu tiba-tiba muncul membuka pintu, ada juga tentang sosok berjubah hitam yang tiba-tiba menjelma menjadi manusia berkepala lima.

Ketika lampu sudah menyala terang dan Natusa hendak berjalan menuju sofa, bunyi ban motor yang berdecit membuatnya berhenti melangkah.

"NATUSA!!"

Tok. Tok. Tok. Tok. Tok!

Gedoran yang terdengar panik membuat Natusa merasa ketenangan kembali lagi pada dirinya. Rasa takut yang menghantui, perlahan sirna tergantikan rasa yang tak bisa diungkapkan dengan kata.

Natusa yang masih saja berdiri di dekat saklar, terdiam begitu melihat pintu rumahnya terbuka menampakkan Laser yang berdiri menatapnya rumit.

Masih berseragam juga, tampilan Laser terlihat lebih berantakan daripada dirinya. Rambut yang acak-acakan, baju yang memang selalu keluar, dua kancing baju teratas yang terbuka. Natusa semakin melebarkan matanya ketika Laser berjalan tergesa-gesa mendekatinya.

Hal yang tidak terpikirkan oleh Natusa tiba-tiba terjadi. Laser, memeluknya dengan erat.

Laser tidak peduli lagi jika Natusa akan marah setelahnya. Dia hanya ingin menunjukkan kelegaannya ketika melihat Natusa masih berdiri dalam keadaan baik-baik saja sekarang. Hampir saja jantungnya copot ketika mendengar suara Natusa di telepon tadi.

Laser meletakkan dagunya di pundak Natusa dengan dahi yang berkerut gelisah. "Gue takut banget," ujar Laser membuat kedua pipinya bersemu merah.

Natusa diam seribu bahasa. Kedua tangannya menggantung kaku bingung hendak dia arahkan kemana.

"Gue khawatir banget," ucap Laser bersamaan dengan pelukan yang dia lepas.

Natusa bergerak salah tingkah. Dalam hati ia merutuki dirinya sendiri yang kini terlihat begitu menggelikan. Coba aja Lusi melihatnya sekarang, Natusa menjamin Lusi pasti mengerjapkan mata seratus kali karena tidak percaya.

Menggigit bibir bawahnya Natusa mengatakan, "makasih udah mau dateng."

Natusa mempersilakan Laser duduk, membawakannya handuk karena melihat rambut dan wajah Laser basah.

"Lo kenapa? Lo keliatan pucet banget." Laser bertanya pada Natusa sambil mengeringkan rambutnya.

Natusa bergeming. Hanyut dalam pikirannya sendiri, Natusa dibuat bingung. Apa dia harus menceritakan semua mimpi-mimpi menyeramkan itu pada Laser? Tidak mungkin. Laser bisa menganggapnya mengalami gangguan kejiwaan!

"Gue ... laper," jawab Natusa dengan ekspresi yang pura-pura polos. Dia menahan perasaan malu yang menyeliputi hatinya.

"Laper?" Laser bertanya sambil menatap Natusa rumit. Sedetik kemudian Laser tergelak dengan mata yang sangat sipit. "Kenapa nggak bilang daritadi? Kan gue bisa bawain lo makanan."

Find A Way to My Heart (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang