Pejuang Cinta

33 22 3
                                    

Khansa baru saja datang pagi itu, ketika mendapati sebuah kotak tergeletak manis di atas mejanya.

"Apaan, nih?"

Gadis itu meletakkan tasnya lalu duduk. Tangannya mengetuk-ngetuk kotak di hadapannya. "Gimana barang ini bisa sampai di sini?" gumamnya. Matanya menyapu berkeliling ruang kelas, baru ada dua temannya yang datang.

"Gea, Rendy, kalian tahu nggak siapa yang tadi menaruh kotak ini di mejaku?" tanya Khansa pada kedua temannya itu.

"Aku juga barusan datang, Sa," sahut Rendy.

Sementara Gea menggeleng. "Aku malah nggak memperhatikan ada kotak itu di meja kamu, Sa."

"Oh. Ya udah." Khansa tersenyum membalas kedua temannya. Dengan ragu, dia membuka tutup kotak berwarna biru dongker tersebut. Sebuah teddy bear coklat tua dan sekuntum mawar putih terlihat di dalamnya. Ada sebuah kartu bertuliskan namanya. Membuat semakin bertanya-tanya. Ini dari siapa, sih? batinnya bingung.

Tak berapa lama kemudian, Nadea datang.

"Apa ini, Sa?" Nadea menanyakan perihal kotak biru yang berada di meja Khansa. Sementara yang ditanya hanya bisa mengedikkan bahu.

Nadea melihat isi kotak yang sudah lebih dahulu dibuka oleh Khansa. "So sweet banget kirim boneka sama mawar putih gitu," komentarnya. "Dari siapa, sih?"

"Tauk.." Hanya itu jawaban yang bisa keluar dari bibir Khansa. "Pas aku dateng, kotak ini udah berada di sini," sambungnya.

"Tunggu.. tunggu.. jangan-jangan ini dari__Shawn," tebak Nadea.

"Shawn?" ulang Khansa. Dia sendiri tidak yakin.

"Iya. Kamu inget nggak isi suratnya kemarin, dia, kan, nungguin kamu di taman belakang sekolah dan katanya ada hadiah buat kamu sebagai permintaan maafnya. Karena kamunya nggak dateng, makanya dia naruh hadiah ini di sini," jelas Nadea.

Khansa mengangguk-angguk. "Bisa jadi, sih." Dia kemudian menutup kembali kotak tersebut dan beralih menatap Nadea. "De, kamu nanti ada kelas fotografi, kan, ya?"

Nadea mengangguk. "Iya. Kenapa emang?"

"Aku nitip ini, ya, tolong kembalikan pada Shawn. Aku nggak mau nerima ini," ucap Khansa sambil menyodorkan kotak tersebut pada Nadea.

"Lah, trus aku bilang apa, coba? Ntar kalau dia tersinggung gimana?" tanya Nadea merasa tak enak hati juga bila harus mengembalikan barang itu kepada Shawn.

"Bilang aja, aku nggak bisa disogok gini," jawab Khansa.

Nadea menghela napas sebelum akhirnya mengiyakan permintaan Khansa. "Iya, deh, nanti aku balikin ke Shawn."

"Shawn," panggil Nadea ketika siang itu, sepulang sekolah mereka berada di ruang fotografi. Shawn menoleh ke arah gadis tersebut.

"Nih, ada titipan dari Khansa." Nadea mengulurkan kotak biru milik Shawn.

"Loh.. tapi ini, kan, udah aku berikan buat Khansa." Shawn terlihat bingung ketika melihat kotak yang tadi pagi dia taruh di mejanya Khansa kini dikembalikan padanya.

"Iya. Tapi Khansa bilang, dia tidak bisa disogok seperti ini," jawab Nadea tak enak hati.

Shawn menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak terasa gatal. "Kok gitu, sih? Aku ngasih ini tulus, kok, nggak ada maksud buat nyogok atau apa," katanya. Cowok itu tidak mampu menyembunyikan rasa kecewanya.

Nadea mengedikkan bahunya. "Sorry, Shawn. Aku hanya menyampaikan amanat dari Khansa." Nadea hendak segera berlalu dari hadapan cowok itu, tidak tega juga melihatnya kecewa seperti itu. Tapi gerakannya tertahan oleh suara Shawn yang memanggilnya.

Second Chance ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang