Khansa terus bergelut dengan hatinya. Tentang apa yang sebenarnya sedang dirasakannya. Baru beberapa kali dia berinteraksi dengan Shawn, semudah itukah dirinya jatuh hati pada sosok lelaki itu.
Shawn itu seorang player, pasti sangat mudah baginya untuk menarik hati para perempuan, termasuk dirinya kah? Ah.. enggak.. aku nggak boleh termakan oleh sikap manisnya itu. Pasti dia bersikap seperti itu tidak hanya denganku, pasti masih banyak perempuan yang masuk daftar untuk ditaklukkannya. Buktinya sudah jelas, dia terus berusaha mendekatiku, sementara dia pun juga tengah dekat dengan Oryza. Ayolah, Khansa.. jangan terpengaruh olehnya, batin Khansa gamang.
Pikirannya yang sedang kalut terpecah ketika sebuah pesan whatsapp masuk. 'Shawn Adrian' nama yang tertera pada layar ponselnya.
"Mau ngapain lagi, sih, dia," keluh Khansa.
-Shawn Adrian-
"Sa, kamu kenapa? Maafin aku kalo memang bikin kamu kesal."Khansa hanya membaca pesan tersebut tanpa berniat untuk membalasnya. Tidak lama kemudian, sebuah pesan dari Shawn kembali masuk.
-Shawn Adrian-
"Kalo kamu masih saja diam, aku bakalan datang ke rumahmu.""Shawn ini, nekat banget, sih. Udahlah, stop mengejar-ngejar aku seperti ini, Shawn. Aku takut jika kamu seperti ini terus, yang ada aku beneran jatuh hati sama kamu." Khansa berkata pada dirinya sendiri.
Gadis itu meletakkan ponselnya ke atas bantal yang berada di sampingnya, setelah sebelumnya mematikan bunyi notif pesan whatsappnya.
Tiga puluh menit kemudian...
"Khansa," Renita--mamanya Khansa memanggil gadis itu dari balik pintu kamar.
"Ya, Ma," sahut Khansa.
"Ada yang nyariin kamu, tuh," kata Renita.
"Siapa, Ma?" tanya gadis itu.
Jangan-jangan__, batin Khansa panik.
"Cowok yang waktu itu nganterin kamu pulang. Buruan keluar dan temuin dia, ya."
"Tuh kan.. kenapa, sih, Shawn keras kepala banget anaknya," gerutu Khansa.
Dengan malas, dia pun bangkit dari ranjang, merapikan diri seperlunya dan bergegas menemui cowok itu.
"Ngapain ke sini?" buka Khansa dengan ketus.
Shawn menoleh ke arah Khansa yang sekarang sudah duduk di sofa sampingnya.
"Karena kamu nggak mau membalas pesan whatsapp dariku," jawab Shawn.
"Apa sih, yang kamu mau, Shawn?"
"Nggak ada. Hanya saja aku pengin kamu bisa menganggapku sebagai teman, tidak lagi bersikap dingin sama aku."
Khansa terdiam menatap tajam manik mata Shawn. Entah kenapa, hatinya sekarang merasa berdebar hebat.
"Sebenarnya kamu ini kenapa. Sebentar bersikap manis ke aku, tapi kemudian berbalik ketus lagi. Bilang salahku apa, biar aku juga bisa memperbaiki sikap," kata Shawn yang membalas tatapan Khansa, yang kali ini membuat Khansa tertunduk, tidak mampu lagi menatap bola mata Shawn.
"Sa," panggil Shawn ketika gadis di sampingnya itu hanya terdiam.
"Segitu burukkah aku di hadapanmu sehingga kamu begitu membenciku?" lanjut Shawn.
"Bukan seperti itu, Shawn," lirih Khansa. Gadis itu merasa tak enak hati terhadap Shawn.
"Lalu?"
"Aku__" Khansa ragu untuk melanjutkan kalimatnya.
"Kenapa?" kejar Shawn.
"Aku__sebenarnya merasa tidak enak dengan gadis yang saat ini tengah dekat denganmu, kalau saja dia melihatmu terus mendekatiku seperti ini." Khansa mencoba memberikan alasannya.
Antara tidak enak hati atau__cemburu, hati dan pikiran Khansa terus bergulat dengan kemungkinan tersebut.
Sementara Shawn masih terus lekat menatap Khansa--gadis yang tak butuh waktu lama telah mampu mencuri seisi hatinya. Walau pada dasarnya Shawn ini mudah tertarik kepada makhluk bernama perempuan, tapi entah kenapa menurut pandangannya, Khansa ini berbeda dari gadis lainnya.
"Siapa yang kamu maksud?" Shawn berpikir sejenak tentang siapa gadis yang dimaksud oleh Khansa.
"Oryza?" sambung Shawn ketika dia menyadari bahwa belakangan ini Oryza-lah yang selalu bersama dirinya.
Khansa tersenyum sinis. "Menurutmu siapa lagi?" Seperti sebuah sindiran untuk Shawn.
"Aku nggak ada apa-apa dengan Oryza. Memang dia selalu terlihat jalan bersamaku, tapi tidak ada hubungan khusus di antara kami," tegas Shawn.
"Oh.. semacam TTM-an," gumam Khansa.
"Tidak juga. Kami hanya berteman, itu saja." Shawn berkilah.
Tapi dia tidak sepenuhnya berbohong, karena baginya selagi belum benar-benar mendapatkan sosok gadis yang bisa menyentuh hatinya, maka hubungan di antara mereka, sedekat apa pun itu tetaplah hanya sebatas pertemanan. Meski itu tidak berlaku bagi para gadis yang sudah tentu menganggap hubungan di antara mereka itu spesial. Seperti itulah Shawn, selalu mengabaikan perasaan gadis-gadis tersebut.
Lagi-lagi Khansa hanya terdiam. Ingin rasanya dia percaya dengan apa yang dikatakan oleh Shawn, tapi mengingat cerita dari Nadea tentang sosok cowok itu yang seorang player, membuat hati Khansa ragu.
"Aku rasa nggak ada lagi yang perlu kamu kuatirkan, aku free, kamu nggak perlu merasa tidak enak hati hanya karena kita berteman baik." Shawn terus berusaha meyakinkan Khansa.
Khansa memberanikan diri untuk kembali menatap bola mata Shawn, seolah mencari kejujuran di sana. Gadis itu berusaha untuk meyakinkan diri bahwa Shawn adalah cowok yang baik, dan mengabaikan cerita miring tentang sosoknya yang sudah menyebar luas di kalangan siswi SMU Pelita.
"Apa kamu meragukan aku, Sa?" Kali ini Shawn mendekat pada Khansa.
Khansa dibuat rikuh dengan posisi duduk mereka yang kini begitu dekat. Perlahan dia menggeleng. "Aku percaya sama apa yang kamu katakan."
Dia berharap dengan segera menjawab, membuat Shawn kembali mengubah posisi duduknya yang saat ini terlalu dekat padanya.
"Jadi, kita bisa berteman baik sekarang?" tanya Shawn.
Dan lagi-lagi Khansa mengangguk pelan. "Iya."
"Makasih, ya, Sa." Sebuah senyuman menghiasi bibir Shawn. Senyum yang terlihat begitu menawan di mata Khansa malam itu.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance ✔
Teen FictionKhansa Alea, gadis pindahan dari kota Bandung yang sekarang bersekolah di SMU Pelita, Surakarta, awalnya begitu jutek dengan sosok Shawn-cowok hitam manis yang hobi fotografi sekaligus jago dalam menaklukan hati cewek. Pertemuan keduanya dimulai ket...