Rival

25 21 5
                                    

"Kamu nggak harus jemput aku seperti ini, Shawn," ucap Khansa ketika keesokan paginya, cowok itu sudah rapi dengan seragam sekolah sedang menunggu di teras rumah Khansa.

"Kenapa enggak? Aku sama sekali nggak keberatan kok," jawab Shawn sambil tersenyum manis.

Khansa hanya bisa menahan debar di dadanya ketika melihat senyuman manis dari Shawn pagi itu.

"Oya, ini buat kamu." Shawn mengulurkan sebuah helm merk INK berwarna ungu, warna kesukaan Khansa.

"Kenapa buat aku?"

"Ya, biar kamu selalu aman berada dalam boncengan aku." Sebuah jawaban yang mampu menyentuh hati Khansa.

Tanpa menunggu gadis itu menyambut helm pemberiannya, Shawn dengan cekatan memasangkan helm tersebut ke kepala Khansa. Apa yang dilakukan oleh Shawn kali ini benar-benar mampu melambungkan hati Khansa. Gadis itu merasa diperlakukan dengan sangat manis oleh Shawn. Dan seketika mampu membuat Khansa melupakan cerita miring tentang sosok cowok tersebut.

"Sudah siap buat berangkat?"

Pertanyaan Shawn seketika menyadarkan Khansa yang sedari tadi seakan membeku pada tempatnya berpijak.

"Eh.. i-iya, yuk berangkat," jawab Khansa tergeragap. Tanpa menunggu lagi, Khansa segera naik ke boncengan Shawn.

"Ayo, jalan Shawn," kata Khansa setelah beberapa menit duduk di boncengan cowok itu, namun Shawn tidak juga menyalakan mesin motornya.

"Motor ini nggak mungkin bisa jalan, kalo kamu nggak pegangan."

Lagi-lagi jawaban dari Shawn mampu mendebarkan hati Khansa. Wajahnya seketika merona.

"Tapi__,"

"Aku hanya ingin memastikan kamu aman berada dalam boncenganku, Sa."

Hati Khansa menghangat demi mendengar perkataan dari Shawn. Ah, Shawn, kenapa sih, kamu selalu bisa membuat hati aku menjadi tak beraturan seperti ini, keluh Khansa dalam hati.

Shawn tak ingin membuang waktu lagi, diraihnya kedua pergelangan tangan gadis itu dan kemudian melingkarkan pada pinggangnya. Perlahan ditepuknya pergelangan tangan Khansa yang kini telah melingkar manis di pinggangnya itu.

"Nah, kalo seperti ini, kan, aman. Aku jadi tenang bawa motornya. Nggak kepikiran lagi kamu bakalan jatuh dari boncenganku, Sa."

Kali ini dada Khansa terasa sesak. Gadis itu seketika merasa sesak napas hanya karena ucapan dari Shawn barusan. Pipinya menghangat. Sementara Shawn terlihat tersenyum manis, dan Khansa bisa menangkap senyuman tersebut lewat spion. Perlahan motor Shawn pun melaju meninggalkan pekarangan rumah Khansa.

Shawn, sepertinya kamu selalu tahu bagaimana cara memperlakukan seorang gadis, batin Khansa.

Senyuman gadis itu menghiasi bibir ranumnya yang terpoles lipgloss beraroma strawberry di sepanjang perjalanan menuju ke sekolah.

Setelah hampir tiga puluh menit berkendara, akhirnya mereka berdua sampai juga di sekolah. Shawn mengurangi kecepatan laju motornya ketika memasuki halaman sekolah menuju ke tempat parkir. Khansa turun dari boncengan dan menyerahkan helmnya kepada Shawn.

"Makasih ya, Shawn." Khansa tersenyum manis kepada cowok tersebut.

"Iya, sama-sama."

"Kalau begitu, aku duluan ke kelas, ya," pamit Khansa.

"Lho, kenapa nggak barengan aja, kelas kita, kan, searah, Sa."

"Nggak enak kalau dilihat teman-teman, Shawn. Aku takut jadi bahan omongan."

Second Chance ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang