Tanya Hati

18 17 3
                                    

"Yang bener aja, Lo, masak gitu aja udah nyerah? Shawn yang gue kenal nggak seperti itu."

Desta dibuat bingung dengan sikap temannya yang tiba-tiba bilang mau berhenti mengejar Khansa.

"Aku cuma nggak mau membuat Khansa bingung, Des. Biarkan dia yang memilih. Percuma juga aku terus meyakinkan dia, kalau ternyata hatinya memang bukan buat aku." Shawn terlihat begitu kehilangan semangat.

"Ini semua karena Aldo, kan? Kamu nyerah gitu aja hanya karena dia? Come on, Boy.."

"Aku nggak peduli sama Aldo. Yang aku pikirkan hanya Khansa. Aku nggak mau membuat dia nggak nyaman jika terus mengejar-ngejar dia."

Desta mengedikkan bahunya. "Terserah lo aja, deh. Hidup-hidup elo, lo yang bakal jalanin nantinya."

"De, temenin aku ke kantin, yuk," ajak Khansa.

"Duuh.. aku lagi nyalin tugas Fisika, Sa, semalem kelupaan buat ngerjain. Nggak apa-apa kan, kamu sendirian ke kantinnya?"

"Oh.. ya udah, nggak apa-apa. Kamu buruan selesaiin tuh, tugasnya dari pada ntar kena hukuman sama Mr. Killer--panggilan untuk Pak Bonar, guru Fisika mereka. Aku ke kantin dulu, ya."

Nadea mengangguk. Sementara Khansa buru-buru melesat ke kantin sebelum bel masuk berdering.

Baru beberapa langkah meninggalkan kelas, ketika tanpa sengaja Khansa berpapasan dengan Shawn. Tadinya Khansa berpikir jika Shawn akan menyapanya, tapi ternyata tidak. Shawn berlalu begitu saja tanpa berkata-kata, bahkan tadi tepat ketika langkah mereka sejajar, Shawn seolah tidak melihat dirinya. Khansa menghentikan langkah dan berbalik menatapnya, dia terus melangkah, bahkan terlihat Shawn mempercepat jalannya.

Kenapa dia, batin Khansa.

Kenapa sekarang justru terasa menyakitkan. Ketika kita berpapasan, namun tak saling menyapa. Seperti dua orang asing yang tak saling mengenal, jerit hati Khansa.

Matanya nanar menatap Shawn yang semakin jauh berjalan.

"Udah ke kantinnya, Sa?" tanya Nadea ketika dilihatnya Khansa sudah duduk kembali di kursinya.

"Nggak jadi," balas Khansa. Wajahnya terlihat murung, tertunduk.

"Kamu kenapa?" tanya Nadea saat menyadari perubahan wajah temannya. Dia menghentikan aktivitas menyalin tugasnya.

"Sa, apa yang terjadi? Ada yang bikin ulah lagi ke kamu?" Nadea makin panik ketika Khansa hanya terdiam dengan wajah murung.

Khansa menggeleng. "Nggak kok, De."

"Trus kenapa kamu murung gitu?" kejar Nadea.

"Shawn."

"Shawn? Kenapa dengan dia?" tanya Nadea.

"Nggak tahu, De. Sikapnya jadi aneh. Dia berubah jadi dingin. Tadi kami sempat berpapasan, tapi dia pura-pura nggak ngelihat aku. Semalem dia juga nelpon, tapi yang dia omongin itu aneh."

"Aneh gimana, Sa?"

"Dia nanya apa benar Aldo nembak aku, terus dia bilang apa pun keputusanku buat Aldo, dia akan mendukungku. Apa pun yang membuatku bahagia, itu juga akan membuat dia bahagia. Apa coba maksudnya ngomong seperti itu? Mana dia nggak kasih aku kesempatan untuk menjelaskan keadaannya."

"Tahu dari mana dia kalau Aldo nembak kamu, Sa?"

Khansa mengedikkan bahu. "Aku juga bingung, kok dia bisa tahu soal itu."

"Sa, tapi kenapa tiba-tiba kamu memikirkan dia? Bukannya kamu udah nggak mau lagi berurusan dengannya sejak Oryza berulah sama kamu waktu itu, ya?"

"Entahlah, De," jawab Khansa dengan mata menerawang.

"Jangan bilang kamu jatuh cinta sama Shawn," tebak Nadea.

"Hah.. aku jatuh cinta sama dia," ulang Khansa.

Sepulang sekolah, Aldo lagi-lagi menawarkan diri untuk mengantar Khansa, dan kali ini gadis itu tidak bisa menemukan alasan untuk menolaknya.

Motor Aldo perlahan keluar dari halaman sekolah, dan tepat di depan gerbang, Shawn sedang duduk di atas motornya, seperti sedang menunggu seseorang. Tatapan matanya jatuh ke arah boncengan Aldo, di mana Khansa saat ini berada. Untuk beberapa detik, tatapan keduanya beradu. Khansa yang lebih dulu mengalihkan pandangan, dia menunduk. Sementara Shawn tanpa sadar tangannya mengepal. Hawa panas kembali merasuki hatinya. Sepertinya tidak mudah bagi Shawn untuk benar-benar melepas Khansa bersama Aldo.

"Makasih ya, Do, udah mau nganterin aku balik."

Aldo tersenyum. "Iya, sama-sama, Sa. Kamu jangan sungkan gitu sama aku. Ya udah, aku pulang dulu, ya. Kamu masuk gih, istirahat."

"Iya. Kamu hati-hati di jalan, Do."

Khansa masuk ke kamar dan duduk di tepian ranjang tanpa mengganti seragamnya lebih dahulu. Pikirannya kembali dipenuhi oleh sosok Shawn. Hatinya gelisah mengingat kejadian saat keduanya tadi berpapasan, ditambah ketika pulang barusan mereka bertemu kembali di gerbang sekolah. Tatapan Shawn begitu tajam menusuknya.

Cowok itu sepertinya gagal menyembunyikan kekecewaan gara-gara melihatku bersama dengan Aldo.

Ahh.. maafkan aku, Shawn, batin Khansa.

Lalu, apa benar yang dikatakan oleh Nadea, jika aku jatuh cinta padanya? tanya Khansa kepada hati kecilnya.

Sementara itu di tempat lain..

Apa benar aku telah mengikhlaskan Khansa untuk bahagia bersama Aldo. Tapi kenapa hati ini merasa tidak rela melihat mereka bersama. Ahh.. aku benar-benar munafik kalo bilang ikut bahagia asal Khansa pun bahagia, yang terjadi justru sebaliknya, aku sama sekali tidak bahagia melihat mereka berdua, perang batin Shawn.

Apa benar aku telah jatuh cinta sama kamu, Sa? Cinta yang sebenarnya. Perasaan yang belum pernah aku rasakan sebelum ini terhadap perempuan mana pun, Shawn bertanya kepada hatinya sendiri.

Sepertinya cinta telah mengubahnya, dari sosok Shawn yang player, doyan having fun dengan berganti perempuan, menjadi Shawn yang mulai bisa menghargai arti sebuah rasa bernama cinta.

                               ***

Setelah sebelumnya bergelut dengan batinnya, Shawn akhirnya memutuskan untuk menemui Khansa pada Sabtu malam ini. Dia sudah membulatkan tekad untuk menyatakan perasaannya meskipun tahu jika Aldo telah lebih dahulu melakukannya. Shawn hanya ingin Khansa mengetahui tentang perasaannya, dia tidak berharap lebih. Setelah memikirkannya, akan lebih baik untuknya, jika gadis yang dicintainya itu mengetahui isi hatinya, daripada tidak sama sekali.

Shawn baru saja sampai di seberang rumah Khansa, ketika dilihatnya gadis itu keluar bersama seorang lelaki yang sangat dikenalnya, Aldo. Hati Shawn seketika membeku, darah seakan berhenti mengaliri nadinya. Tatapannya nanar ke arah sepasang insan di seberang sana.

Shawn pun akhirnya mengurungkan niatnya untuk menyatakan isi hatinya kepada Khansa. Dia mengira bahwa saat itu Khansa telah menerima cinta Aldo. Tanpa menunggu lagi, dia segera memacu motornya dengan kecepatan tinggi, meninggalkan tempat itu.

Sementara Khansa, yang hendak membuka pagar rumah dibuat terkejut dengan deru mesin motor itu.  Matanya sempat menangkap seseorang yang mengendarai motor tersebut, jaket yang dipakai orang itu mengingatkannya pada seseorang yang belakangan ini terus saja mengusik hatinya.

Shawn, batin Khansa.

Bersambung...
================================

Hayooo.. siapa kira-kira yang akhirnya berhasil memenangkan hati Khansa?

Simak terus kelanjutan story ini yaa..

Ditunggu komentarnya buat part ini ya.

See you..

Second Chance ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang