Shawn

24 19 1
                                    

Khansa merebahkan tubuhnya di atas ranjang yang terbungkus bedcover berwarna lavender. Begitu sampai di rumah tadi, dia basah kuyup. Tanpa menunggu lagi, Khansa segera mandi dengan air hangat supaya tidak masuk angin. Tiba-tiba saja, pikirannya tertuju pada Shawn.

Dia udah sampai belum, ya? Mana hujan makin deras gini, pasti kedinginan deh. Kalau saja tadi dia nggak nganterin aku, pasti nggak bakal kehujanan. Kasihan Shawn, pikir Khansa.

Gimana aku bisa tahu keadaan dia sekarang, nomor handphone-nya saja aku nggak punya, sesal gadis itu.

Tanpa sengaja matanya tertumbuk pada kotak biru yang tergeletak di atas meja belajarnya. Keadaannya masih sama ketika pertama dia membawa pulang hadiah pemberian dari Shawn tersebut, belum dia keluarkan isinya. Khansa meraih kotak tersebut dan membuka tutupnya. Sebuah senyuman untuk pertama kalinya terukir dari bibir gadis itu ketika melihat kembali isi kotak tersebut. Dikeluarkan si teddy bear coklat beserta mawar putih yang mulai layu. Dan tanpa sadar dia memeluk boneka itu.

"Semoga dengan pelukan ini, kamu tidak kedinginan ya di sana," kata Khansa sambil tersenyum. Dia mengumpamakan teddy tersebut si empunya-Shawn.

                               ***

Pagi itu, Khansa sudah nongkrong di kantin, perut yang merengek minta diisi karena nggak sempat sarapan di rumah memaksanya sepagi itu sudah berada di sana.

Seseorang menghampirinya. "Pagi," sapa orang tersebut.

"Shawn."

Khansa terlihat lega melihat kembali cowok yang kemarin rela kehujanan demi mengantarnya pulang dengan selamat.

"Kamu nggak apa-apa, kan? Nggak demam, kan, gara-gara kehujanan kemarin?" Serentetan pertanyaan meluncur mulus dari bibirnya.

Shawn tersenyum. Tumben gadis ini perhatian, batinnya senang.

"Aku baik-baik aja, kok, Sa. Udah biasa kali main hujan," candanya.

"Syukurlah," kata Khansa yang tak bisa menutupi kelegaannya.

"Kenapa, Sa? Jangan bilang kamu kepikiran ya sama aku," goda Shawn.

"Enggak, kok..," elak Khansa meski terlihat tersipu malu.

"Eh, kamu udah sarapan? Makan bareng, yuk. Aku traktir, deh, anggap aja sebagai ucapan terima kasih karena udah nganterin aku pulang."

"Sebenarnya nggak perlu ditraktir juga kali, Sa. Aku kan tulus nganterin kamu balik," sahut Shawn.

"Udah nggak apa-apa, aku pengin traktir kamu, kok. Kamu mau makan apa?" desak Khansa.

"Ya udah, kalau kamunya maksa," balas Shawn sambil tersenyum. "Tapi minum aja, ya, kebetulan tadi udah sarapan di rumah, dimasakin nasi goreng sama mama."

"Oh, ya udah. Kamu mau minum apa?" tanya Khansa.

"Kopi susu panas aja."

Khansa kemudian memesan minuman untuk Shawn, sementara dia sendiri memesan bubur ayam buatan ibu kantin yang terkenal enaknya.

"Mama kamu pinter masak, yah?" buka Khansa. "Jarang lho anak cowok mau makan di rumah gitu."

Lagi-lagi Shawn tersenyum. "Masakan mamaku selalu nagih, enak banget," pamer Shawn.

"Oya?"

Shawn mengangguk. "Kapan-kapan kamu mesti nyobain deh, masakan mamaku, Sa."

Khansa tersenyum. "Boleh. Mana bisa aku nolak sama masakan enak," sahut gadis itu.

Dalam hati, Shawn merasa senang, karena pada akhirnya Khansa bisa bersikap manis terhadap dirinya. Tidak lagi menunjukkan sikap ketus seperti biasanya.

Second Chance ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang