Chapter 19

238 24 4
                                    

"Keadaan putri anda baik baik saja. Hanya saja kondisinya masih lemah. Ia masih perlu banyak istirahat." Jelas dokter tersebut. Natsu, Lucy dan Subaru menghela nafasnya lega.

"Apa putri saya sudah sadar dok?" Tanya Natsu.

"Sudah, kalian juga bisa menemuinya sebentar lagi. Saya permisi dulu ya." Pamit dokter tersebut sebelum berlalu pergi.

Tidak lama setelah dokter itu pergi beberapa dokter dan suster keluar dari ruangan Luna.

"Kalian sudah bisa menemuinya. Harap diperhatikan kondisi pasien agar tidak kecapekan." Ucap salah seorang suster.

"Baik sus, apa ada hal lain lagi yang perlu kami ingat?" Tanya Lucy.

"Tidak ada, saya permisi dulu." Ucap suster tersebut sebelum berlalu pergi dari hadapan Natsu, Lucy dan Subaru.

"Jadi... siapa yang masuk duluan?" Tanya Natsu.

"Subaru, Subaru sebaiknya masuk duluan untuk menemui Luna. Dia akan segera pulang setelah ia melihatnya." Ucap Lucy.

"Tapi bukannya kita bisa melihatnya bersama sama?" Tanya Subaru bingung.

"Ya, itu benar kenapa-" Ucapan Natsu terhenti ketika Lucy menyikut perutnya cukup keras.

"Tidak apa apa. Kamu masuk duluan saja. Mom sama Dad akan masuk nanti setelah kamu keluar." Ucap Lucy.

"Baiklah kalau begitu." Ucap Subaru kemudian masuk ke dalam kamar Luna.

"Luce... kenapa kau membiarkannya masuk pertama? Dan sendiri pula. Bagaimana kalau dia melakukan sesuatu pada putriku?" Rengek Natsu tidak terima membuat Lucy menghela nafasnya jengah.

"Natsu, berilah mereka waktu untuk membereskan masalah mereka. Lagi pula aku yakin Subaru tidak akan berbuat yang macam macam pada Putri kita. PUTRI KITA." Ucap Lucy memberi pengertian kepada Natsu dengan sedikit penekanan di akhir kalimatnya.

"Tapi tetap saja..." Rengek Natsu lagi.

"Sudah lah. Pokoknya kita masuk setelah dia keluar. Tidak ada tapi tapian lagi." Ucap Lucy kesal.

"Hump." Natsu mengerucutkan bibirnya dan melihat ke arah lain selain Lucy.

Lucy memutar bola matanya jengah dengan sikap kekanak kanakan Natsu yang kambuh.

Sudah jarang sikap ini muncul setelah mereka memiliki anak anak. Tapi tetap saja kadang sikap Natsu yang seperti ini bisa muncul kapan saja. Dan sekarang bukanlah waktu yang tepat.

"Natsu." Panggil Lucy pelan. Mencoba untuk mendekati Natsu walaupun percuma, Natsu hanya menjauh ketika Lucy mendekat.

"Natsu." Panggil Lucy lagi. Natsu kembali tidak mendengar Lucy.

"Natsu." Kali ini Natsu membalikkan badannya dan mendekat ke arah Lucy karena suara Lucy sudah mulai gemetar.

Natsu memeluk Lucy erat. "Maaf." Cicit Natsu.

Lucy menggelengkan kepalanya dalam pelukan Natsu. "Tidak apa." Ucap Lucy.

"Lucy jangan menangis lagi. Natsu tidak suka melihat Lucy menangis." Ucap Natsu dengan derai air mata yang mulai turun.

"Lucy tidak akan menangis asalkan Natsu tidak melakukan hal seperti tadi lagi. Lucy tidak suka." Ucap Lucy.

Natsu mengangguk anggukan kepalanya. "Tidak akan Natsu lakukan lagi. Natsu janji." Ucap Natsu seperti anak kecil.

"Baiklah kalau begitu. Lucy juga senang mendengarnya." Ucap Lucy.

Dua orang itu pun tetap berpelukan di ruang tunggu depan kamar Luna.

"Natsu." Panggil Lucy.

"Hm."

"Sudah beritau semuanya kalau Luna sudah sadar? Aku belum memberitau mereka." Ucap Lucy.

"Aku belum memberitau mereka kalau Luna sudah sadar. Kamu tunggu sini biar aku beritau yabg lainnya dulu." Ucap Natsu.

Kamudian Natsu bangkit dari tempat duduknya setelah Lucy menganggukan kepalanya.

Natsu meraih ponsel di hpnya kemudian memberitau semuanya kalau Luna sudah sadar.

Di dalam kamar Luna.....

"Subaru." Panggil Luna pelan. Suaranya serak.

Subaru pun mengangkat kepalanya, menatap Luna. "Ya? Apa kamu memerlukan sesuatu?" Tanya Subaru menggenggam tangan Luna yang terbebas dari infus.

"Haus." Ucap Luna. Subaru pun segera bangkit dari kursinya dan mengambil gelas dari meja di salah satu sudut ruangan kemudian mengisinya dengan air.

Subaru kembali ke sisi tempat tidur Luna. Subaru meletakkan gelasnya di nakas smaping tempat tidur Luna kemudian membantu Luna untuk duduk.

Subaru menyerahkan gelas berisi air ke arah Luna. "Pelan pelan." Ucap Subaru. Subaru membantu Luna minum secara perlahan lahan.

Subaru meletakkan gelas di atas nakas setelah Luna sudah meminum habis semua air yang ada di dalam gelas. Tanpa aba aba Subaru memeluk Luna sangat erat membuat Luna kaget.

Luna balas memeluk Subaru tak kalah eratnya. Luna tertawa lemah. "Ada apa? Kenapa tiba tiba memelukku seperti ini?" Tanya Luna dengan senyum. Luna menepuk nepuk pelan punggung Subaru.

"....." Subaru mengatakan sesuatu namun Luna tidak dapat mendengarnya terlalu jelas.

"Uh... Bisa diulangi? Aku tidak mendengarmu begitu jelas." Ucap Luna dengan tawa pelan.

Luna merasa pundaknya basah, Subaru menangis. "Aku takut kehilangan dirimu. Sudah sekitar seminggu kamu tidak bangun bangun dan kamu membuatku sangat cemas. Bukan hanya aku, teman teman, om, tante, orangtua, saudara saudaramu sangat khawatir sesuatu yang sangat buruk terjadi padamu." Ucap Subaru lebih keras kali ini di tengah isak tangisnya.

Luna menepuk nepuk punggung Subaru pelan, membuatnya sedikit tenang. "Shh... jangan khawatir. Aku sudah bangun sekarang. Aku tidak akan kemana mana. Aku akan selalu bersama kalian. Tenang saja." Ucap Luna menenangkan Subaru. "Dan kalian lebih baik tidak meninggalkan aku duluan." Ucap Luna dengan nada main main namun ada keseriusan dalam ucapannya.

Subaru menggelengkan kepalanya cepat. "Tidak, aku tidak akan pernah meninggalkan mu. Sekali pun semua orang meninggalkan mu, aku tidak akan meninggalkan mu. Dan sebaiknya kamu bersiaplah karena kau tidak akan pernah meninggalkan mu. Sekali pun kamu sudah bosan denganku aku tidak akan meninggalkan mu." Ucap Subaru sungguh sungguh. 

Luna mendengar ucapan Subaru, pipinya merona dan senyum cerah terbit di wajah Luna. "Tenang saja. Aku tidak akan pernah bosan dengamu. Malah mungkin kamu yang akan bosan denganku." Ucap Luna dengan tawa.

"Tidak akan pernah terjadi." Ucap Subaru tegas. Luna terpana beberapa saat mendengar jawaban tegas Subaru.

"Berjanjilan kalau kamu tidak akan meninggalkanku lagi. Kamu akan tetap bersamaku sampai selamanya." Subaru mengarahkan jari kelingkingnya ke arah Luna. "Berjanjilah kepadaku." Ucap Subaru lagi.

Senyum Luna semakin merekah. Luna mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Subaru. "Ya, aku berjanji." Ucap Luna.

Subaru mendekatkan wajahnya kemudian menyatukan kening mereka. Jantung Luna m au meledak rasanya. Mukanya memerah seperti tomat.

Subaru menjauhkan wajah mereka. Luna menghela nafasnya lega kemudian nafasnya tercekat lagi ketika Subaru kembali mendekatkan wajah mereka.

Bibir mereka hanya berjarak beberapa centi lagi sampai..........


"Ok stop sampai di situ." Ucap Natsu tiba tiba membuka atau lebih tepatnya membanting pintu ruang inap Luna, membuat kedua anak remaja yang berada di dalam kamar itu meloncat kaget.

Seketika muka Subaru dan Luna memerah.

To be continued~

Different StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang