Dua puluh tujuh

1.2K 35 1
                                    

"Syaza,"

Zian memain-mainkan kunci motornya, sesekali menunduk kemudian kembali memandang pintu yang tak kunjung terbuka itu.

"Syaza, lo ada didalem kan?" Lagi, Zian memanggil.

"Za? Syaza? Pager lo kebuka, neng. Pasti lo ada di dalem kan?"

Masih tidak ada jawaban.

Zian menghela napas lelah, "Gue masih cape, Za. Tapi gue pengen main sama lo. Jadi tolong buka pintunya."

Hening.

"Gue masuk ya? Ada yang mau gue omong—"

Pintu terbuka. "Bang Zian pulang aja." Hanya itu yang Syaza ucapkan. Membuat Zian bertanya-tanya.

"Kenapa?"

"Syaza mau istirahat."

"Ini udah sore, ja."

"Iya, tapi Syaza mau istirahat. Mending Bang Zian pulang aja."

Zian menatap Syaza lekat, berharap menemukan sesuatu dalam sorot mata gadis itu. Sayangnya, nihil. Syaza terlalu pandai menyembunyikan sesuatu. "Yaudah. Gue balik ya?" Zian masih berharap Syaza menahannya.

Sayang sekali, gadis itu justru mengangguk. Yang berarti membolehkan Zian pergi.

Zian menatap tak percaya. Ia tidak salah rumah kan? Ini rumah Syaza—dan gadis dihadapannya Syaza kan?

Zian masih menunggu, berharap Syaza berubah pikiran dan akan mencegahnya. Nyatanya tetap tidak ada yang berubah. "Yaudah." Zian menghela napas, kemudian berbalik dan pergi darisana. []










































—keep vote, coment, and read.

ZIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang