Zian terkapar diatas tempat tidur Marsel, kepalanya sudah diperban.
Ia hanya dibawa ke klinik, karena rumah sakit lumayan jauh.
"Lo siapanya Zian dah?" Marsel membuka suara, memperhatikan Syaza yang masih menangisi Zian.
"Syaza nggak tau. Bang Zian nggak pernah bilang dia siapa dan Syaza siapa." Syaza memandang Marsel, "Waktu itu Bang Zian dateng tiba-tiba, bikin Syaza ngerasa punya orang yang bisa ngertiin Syaza."
"M-maksudnya?"
"Marsel tau nggak, rasanya punya pelita ditengah kegelapan?"
"Itu definisi Zian buat lo?"
"Iya."
Selanjutnya Marsel diam. Pikirannya melayang pada bagaimana Zian disekolah. Ia tidak menyangka Zian ternyata memiliki sisi baik yang dikagumi Syaza.
Pelita.., katanya.
"Oh ya. Marsel, kata Zian, dia—"
"Gue maafin lo."
Kedua orang itu menoleh, Zian sudah sadar.
"Bang Zian?" Syaza mengerjap tak percaya.
"Iya anaknya Bunda Mutiara." sahut Zian lemah.
Syaza tersenyum malu. Marsel melirik Syaza dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Yan, temen-temen lo nanyain lo ke gue." ujar Marsel.
Zian diam tak menjawab apa-apa.
"Lo kenapa yan, sama mereka? Tumben lo kaya gini, biasanya lo baik banget sama Mereka." jeda, "Malah lo malak buat jajan mereka kan?"
"Diem lo," intrupsi Zian, tak suka.
Mendengarnya Syaza sedikit terkejut. Malak, katanya? "Bang Zian..., malak?"
"Iya."
Syaza menunduk, jadi benar apa yang dikatakan Gibran?
"Lo bisa jauhin gue kalo lo mau." []
KAMU SEDANG MEMBACA
ZIAN
Teen Fiction[COMPLETED ✓] "Lo bisa jauhin gue kalau lo mau." 2#simplestory 12'19 @copyright2019dhiyaauliahnf