Tiga puluh enam

1.3K 39 2
                                    

"Ngapain lo disini?"

Mark mendongak, "Yan gue bis—"

"Pergi." intrupsi Zian, dingin.

"Gue punya sesuatu buat l—"

"Pergi."

"INI TERAKHIR, ZIAN. GUE BAKAL BALIK KE AMRIK DAN GA AKAN PERNAH NAMPAKKIN MUKA DEPAN LO LAGI." tanpa sadar Mark berteriak, air matanya kembali jatuh, namun matanya memejam.

"Kenapa nangis?" tanya Zian, datar.

"Gue nggak tau salah gue apa sama lo, tapi berhenti bersikap seolah-olah gue musuh lo, yan. Gue—"

"Emang, emang lo musuh gue."

Mark membuka matanya, menatap Zian tak percaya.

Marsel dan yang lainnya ikut terkejut, terutama Zafran.

"Yan, maksud lo apaan?" Zafran bersuara.

"Kalian.." Zian menghela napas, tega tak tega pada dirinya sendiri, "Kalian jadiin gue boneka. Sadar nggak?"

Hening.

"Sekarang gini," Zian menarik napas dalam-dalam, "Gue berantem demi siapa? Gue malak buat siapa? Gue.. Gue dihukum, dipanggil keruang BK gara-gara siapa?" Mata Zian memerah.

"Kalian nggak pernah mikirin gue."

"Kalian nggak pernah mau tau, hukuman gue apa, gimana, berat nggak. Kalian nggak pernah mau tau."

Marsel yang tidak termasuk dalam 'kalian' itu hanya bisa diam. Zian..., tetaplah Zian.

"Gue..." Zian kehabisan napas, dadanya sesak. "Gue ngelakuin itu buat kalian, karena gue anggep kalian sahabat."

Semua berkaca-kaca.

"Gue malu-maluin diri gue sendiri." jeda, "Kalo kalian mau tau. Dateng ke sekolahnya Syaza, disebut apa gue disana."

"Pre—man.." ucap Marsel, sepelan mungkin.

Iris Mark melebar mendengarnya, disaat ia benar-benar menatap Zian serius, ia baru menyadari, kepala cowok itu diperban.

"Maaf yan kalo gue nyusahin lo." Semua menoleh pada Danang, "Lo malak gara-gara gue. Karena Nenek gue nggak pernah bisa ngasih gue uang jajan, makanya lo malak sampe berantem-berantem, cuma buat gue bisa jajan. Bisa ikut nongkrong bareng lo. Bisa.." Danang tak bisa melanjutkannya, tenggorokannya kering, tak punya bahasa lagi untuk menyampaikan sebuah kata.

Tatapan Zian kosong mengarah pada Danang, "Gue cuma pelarian kalian disaat Mark nggak ada."

Mark lagi-lagi dibuat terkejut. Ia tidak tahu-menahu soal ini.

"Makanya, gue benci waktu Mark pulang dari Amrik. Karena gue kehilangan orang-orang yang selalu ada disamping gue. Orang-orang yang selalu gue anggap sahabat. Orang-orang yang gue sayang ngelebihin sayang ke diri gue sendiri. Semuanya ilang gitu aja." lanjut Zian.

Zian menghela napas berat. Sialnya, ia kembali teringat masa dimana teman-temannya kebih mementingkan Mark dibanding dirinya. "Sekarang, lo lo pada pulang. Jangan bikin kepala gue tambah sakit ngeliat lo lo pada disini."

Zafran, Septa, dan Danang saling pandang.

Mark meletakkan plastik yang ia bawa di dekat kaki Zian. "Lo pernah bilang sama gue, kapan-kapan gue harus bawain lo hadiah sebagai teman yang baik." jeda, "Gue jawab omongan lo..., tapi bukan sebagai teman yang baik."

Mark berlalu, pergi darisana. []

ZIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang