Tiga puluh

1.2K 38 4
                                    

Zian tersenyum pahit. Nyatanya pagi ini Papanya belum pulang.

Tangan Zian bergerak mengambil botol selai, membukanya, dan mengoleskannya diatas roti tawar yang ia pegang.

Setelah selesai, Zian menutup rotinya dengan roti lagi. Dan langsung melahapnya.

Matanya menatap kosong kursi meja makan yang nyaris tak pernah diisi, saking sibuknya orang-orang dirumah ini.

Zian menelan kunyahannya kemudian tertawa pelan, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Entah apa yang cowok itu bayangkan dalam pikirannya.

[]

"WOY!"

Zian melihat ke kanan, menemukan teman-temannya yang baru saja datang tengah memarkirkan motor.

Zian langsung membelokkan motornya dan ikut parkir disana.

"Kemana aja lo?" tanya Zafran yang parkir disebelah Zian.

Zian terkekeh, "Refreshing lah. Emang lau? Madolnya disekolah doang."

Raut wajah Zafran berubah kecut, "Anjing."

Zian tertawa. Ia melirik Septa, "Kangen ta, Sama gue?"

"Bodo amat." sahut Septa, kesal.

Zian tersenyum geli. Ia menatap ke arah lapangan. Hari ini terasa—memuakkan.

Sebuah mobil sport merah lewat melintasi Zian.

Ia tau betul mobil itu milik Mark.

Rahang Zian mengeras. Tangannya mengepal kuat kunci motor.

"Woi, Mark!"

Dada Zian memanas.

"Apa kabar lo?"

Sialan.

"Yan, lo nggak nyambut Mark?" suara polos Danang.

Gigi-gigi Zian menggemeletuk kencang. Sampai akhirnya cowok itu melangkah kan kaki untuk pergi.

Namun sebuah tangan menahannya.

"Zian," itu Mark, "Lo ada apa sama gue?"

"Ngotak." sinis Zian. Cowok itu menghempas tangan Mark, dan berjalan pergi.

Mark menautkan alis bingung. Menatap tangannya yang dihempas oleh Zian. Sebenarnya apa salahnya? []

ZIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang