Sakura terus menghindari Sasuke sejak apa yang ia lakukan di kaki bukit pada hari itu. Dirinya masih tidak bisa memercayai bahwa ia memimpikan... hal yang erotis tentang Sasuke. Sakura merasa ia sudah gila karena ia menikmatinya di dalam mimpi itu.
Apa yang terjadi pada dirinya? Apakah itu semacam dampak atau pengaruh dari pria itu?
Sentuhan Sasuke telah menutup akal sehatnya. Sakura berusaha agar Sasuke tidak sampai menyentuhnya lagi, karena itu ia selalu berada di dekat Rin, atau sesekali menginap di kediaman Ino, tak jarang ia juga berpura-pura sibuk di dapur.
Untungnya Sasuke juga tidak mencarinya. Pria itu bahkan tidak terlihat di sekitarnya. Sakura menganggap itu sebagai kesempatan bagus. Karena apapun yang Sasuke inginkan, ia tidak pernah di biarkan untuk menolak pria itu.
Sakura menghampiri Sasori yang sedang duduk santai di bagian belakang paviliun selatan seorang diri. Pandangan matanya mengarah pada perbukitan hijau yang tampak indah pada sore hari. Sakura langsung menghentikan langkahnya karena melihat bukit itu, yang mengingatkannya pada apa yang terjadi di sana tempo hari. Namun Sasori terlanjur melihatnya dan ia tidak bisa melarikan diri.
"Sakura? Kemarilah duduk bersamaku." Sasori menunjuk tempat di sampingnya.
Mau tak mau Sakura menurut. Lagipula sudah lama ia tidak melihat Sasori. Akhir-akhir ini Sasori selalu pergi untuk menjalankan tugas yang di berikan langsung oleh Fugaku.
"Apa yang kau lakukan di sini, Oniisan?"
Sasori sedikit mengedikkan bahunya. "Hanya melamun, ku rasa. Aku sedang beristirahat setelah mengantar pesan ke klan Aburame."
"Jangan bekerja terlalu keras. Kau terlihat lebih kurus." Sakura menaruh kepalanya di atas bahu Sasori lalu memeluk lengan pria itu. "Seharusnya kau menikah supaya ada yang mengurusmu. Apa yang akan terjadi kalau aku menikah nanti?"
"Apakah kau akan menikah?"
"Itu hanya perumpamaan, Oniisan."
Sasori tertawa. "Rasanya sudah lama sekali kita tidak seperti ini. Biasanya kita selalu bisa duduk berdua saja, apalagi saat malam hari setelah Sarada tertidur."
"Jadi maksudmu kau merindukanku?" goda Sakura. Ia menepuk-nepuk lengan Sasori. "Segalanya sudah berbeda untuk kita sekarang. Sarada sudah menjadi bagian dari keluarga Uchiha dan kita tidak pernah mendapat waktu untuk mengobrol."
"Maafkan aku karena meninggalkanmu sendirian, Sakura."
Sakura mengangkat kepalanya dan menatap Sasori seraya menggeleng. "Tidak, jangan berkata seperti itu. Kau sudah melakukan yang terbaik untuk kami."
Sasori memeluk tubuh Sakura. "Katakan kepadaku kalau kau menderita di tempat ini. Aku bisa membawamu pulang."
"Hal utama yang ku inginkan adalah kebahagiaan Sarada. Aku harus mengesampingkan perasaan pribadiku demi putriku."
"Kau memang tidak pernah berubah, ya. Dulu kau membiarkan aku memakan roti kacang merah bagianmu setelah aku kalah dari Neji dalam sebuah permainan."
"Neji? Hyuga Neji?" ketika Sasori mengangguk, Sakura langsung menambahkan. "Jadi dia memang temanmu, Oniisan?"
"Kau tidak ingat Neji?"
"Tentu saja tidak. Aku baru berumur lima tahun saat itu."
"Lalu bagaimana kau bisa menyadari hal itu?"
"Neji-sama memberitahuku saat aku datang ke istana Hyuga beberapa hari yang lalu."
Sasori menarik napas pelan. "Aku merasa seolah semua orang mulai berdatangan dan akan ada semakin banyak orang lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
S C A R L E T M O O N ✔
Historical FictionSaat sedang menghadiri malam pesta pernikahan teman dekatnya, Haruno Sakura mendapat pelecehan seksual dari salah satu anggota klan bangsawan di kerajaan Konoha, Uchiha Sasuke. Hal itu membuatnya melahirkan seorang putri di luar nikah. Dan karena pe...