bagian tiga

4.5K 477 46
                                    

gun menepuk pundak win yang tengah duduk bersantai di pojok kantin. menghindari pelajaran olahraga karena ia sedang malas lari-larian.

win yang menotis wajah gun yang masam itu, menaikkan sedikit salah satu alisnya. tangannya menepuk-nepuk kursi di sebelahnya, menyuruh gun untuk duduk.

"kenapa lo? wajah lo macem abis keseruduk banteng aja." tegur win santai, menaruh hp yang tadinya ia pegang agar fokus pada gun yang sepertinya sedang ada masalah.

yang diajak bicara malah memutar bola matanya jengah. "gue nggak jadi nge crush in si off dah. nyesel gue."

"lah? bukannya dari kemaren lu ngeributin anak kelas buat minta nomornya kak off ya? terus kenapa lo jadi berubah pikiran gini?"

akhirnya gun mulai menceritakan kejadian di lapangan tadi. dengan win yang khidmat mendengarkan gun yang bercerita menggebu-menggebu. sesekali win juga tertawa karena mendengar omelan serta umpatan kasar dari mulut lelaki pendek itu.

"eh win, tadi si kak bret ngomong. katanya lo nembak dia ya?"

mata win membulat, ia mulai gelagapan di tempatnya duduk. tangan lelaki itu menggaruk tengkuknya kikuk.

"y-ya nggak nembak si. keceplosan aja."

pemuda attaphan itu terkekeh melihat tingkah kikuk win, ia kemudian menepuk-nepuk pundak temannya itu lalu tersenyum menenangkan. "gapapa kali, meng. jujur aja, kak bret emang keren banget."

"terus dia jawab apa deh?" gun penasaran, tapi begitu ia melihat wajah win yang cemberut, gun bisa menebak apa jawabannya.

"ya, gitu. ditolak. toh, dia juga straight. nggak maksa juga gue, kok. gue ngehargain keputusan dia. toh, gue kan cuma keceplosan." cerocos win.

"iye iye dah. nggak usah sedih gitu dong. gue yakin bright bakal suka lo, kok. siapa sih yang nggak suka win yang gemes ini?" goda gun, mencubit pipi chubby win yang lembut.

win tertawa, memperlihatkan kedua gigi kelincinya yang manis.

tanpa mereka sadari, seseorang ikut tersenyum begitu suara tawa win dan gun mendominasi kantin siang itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

tanpa mereka sadari, seseorang ikut tersenyum begitu suara tawa win dan gun mendominasi kantin siang itu.

"ya udah yok woi, ke lapangan. udah lama juga lo kan nangkring di sini?" gun berdiri dari duduknya, mencolek bahu win yang malah semakin uring-uringan di meja kantin.

"nggak ah, gun. lo aja sana. males gue sumpah." rengek win, menunjukan tanda peace nya.

"ya elah, baru juga pertama kali pelajaran or. gila aja lu udah berani bolos." gun menarik tangan win, menyuruh lelaki itu untuk segera bangkit dari duduknya.

"nanti, deh, nanti. kalo udah absen baru panggil gue. tuh pak tawan juga malah ngaso di sana." tunjuk win, menunjuk seorang guru dengan training juga peluit yang tergantung di lehernya yang sedang bersembunyi di balik dinding ruang lab untuk merokok.

"serah lo, win. serah. yauda gue ke lapangan aja deh. ntar kalo pak tawan mulai absen, gue teriakin lu dari sana. kedengaran gak?" kata gun. win hanya mengangguk acuh, meletakkan kepalanya di atas meja kantin sambil menutup matanya malas.

gun menggeleng melihat tingkah laku temannya itu, menyempatkan diri untuk menempeyeng kepala win sebelum berlari menuju ke lapangan.

"HEH KURANG AJAR!" teriak win, yang hanya dibalas suara tawa gun yang melenggar meskipun ia masih berlari.

setelah punggung gun tak terlihat lagi dari pandangan mata win, win kembali menjatuhkan kepalanya.

win tidak tau, pokoknya hari ini dia rasanya capek banget. padahal dia belum ikut olahraga sama sekali, pemanasan pun tidak ikut.

samar-samar ia mendengar suara tawa dari arah lorong di sebelah kantin. suaranya makin mendekat ke arahnya. tapi win terlalu malas hanya untuk sekedar menaikkan dagunya untuk melihat siapa orang tersebut.

ah, paling juga anak kelas mau beli jajan. pikirnya. akhirnya mengabaikan suara itu dan memilih untuk memejamkan matanya.

"terus gue pake sepatu apa, munaroh? bantuin kek, ntar abis pulang sekolah, kita masuk ke ruang guru." lirih seorang lelaki, bisik-bisik padahal suaranya cukup keras.

"nggak mau, bri. lo aja sana. males gue kena pentung bu jane. lo nggak denger apa gosipan kalo bu jane bisa baca pikiran kalo kaki kita napak? ihh, kan serem kalo ketauan." balas suara lain, win tersenyum geli. gosip itu dulu juga ada di smp nya.

"halah nggak setia kawan lo. males gue."

"relain aja napa sih, bri? sepatu udah kekecilan gitu. lagian ngapain lo pake ke sekolah, dolop."

"yee, lu mah ngeledek. kalo lo nggak teriak-teriak juga nggak bakal ketauan bu godji kali!"

win mendesah kasar mendengar argumen kedua orang itu. kenapa mereka tidak bertengkar di tempat lain saja, sih. win harus tidur.

win menenggelamkan mukanya diantara lipatan tangannya yang ada diatas meja. sebisa mungkin mengacuhkan suara nyaring dari kedua orang lelaki yang sedang bertengkar itu.

seolah menyadari bahwa mereka telah mengganggu, off menyikut lengan bright. "lo sih kalo ngomong keras-keras, kasian tuh anak jadi ke ganggu." bisik off, di depan telinga bright.

bright mendorong kepala off menjauh. "lo juga, anjim. suara lo udah macem toak gitu." balas bright.

lagi, bukannya menyingkir. off dan bright malah kembali bertengkar di kantin. melupakan tujuan utama mereka yang ingin beli minuman karena haus habis disuruh lari di lapangan 5 kali.

win mulai sebal. ia mengangkat wajahnya, kemudian menyenderkan punggungnya di senderan kursi. mencari suara siapa yang berusaha menganggu ketenangannya.

"loh, dek mading?"

adore you • brightwin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang