KREEK.suara pintu besi besar yang dibuka itu begitu menggema, siapa saja yang lewat di daerah sekitarnya mungkin akan merinding jika mendengarnya. tapi, bright menghiraukan bunyi pintu yang dibukanya itu dan tetap melangkah masuk kedalam dengan santai.
ia menghela napas perlahan melalui kedua lubang hidungnya, kemudian matanya menjelajah ke seluru penjuru lapangan basket indoor kota malam hari itu yang hanya diterangi oleh beberapa cahaya lampu yang temaram, kadang mati sejenak lalu menyala kembali seperti semula.
langkahnya ringan dan terkesan tanpa beban, tapi pandangannya begitu kosong menerawang ke depan.
kemudian, dilemparkannya tas sekolah yang terlihat berat di pundaknya itu ke sembarang arah, ia juga melepas seragam sekolahnya yang sedari tadi belum ia lepas sama sekali dan melemparkannya ke tempat tasnya berada, menyisakan baju dalamannya yang berwarna hitam.
bright lalu meraih bola basket di ujung lapangan dan mulai men-dribbling nya menuju ring terdekat.
dalam jarak dua meter dari ring basket, ia mulai berlari kencang dan memasukkan bola basket tersebut ke dalam ring dengan keras hingga menimbulkan suara yang cukup memekakkan telinga siapa pun.
berkali-kali ia lakukan hal tersebut, tidak mencoba untuk memperdulikan lengan otot dan kakinya yang mulai kelelahan.
ini adalah lapangan basket dekat rumah win. bright sendiri tidak sadar seberapa jauh ia melangkah. tapi toh, langkah kakinya sendirilah yang membawanya ke tempat sunyi senyap seperti ini.
hanya napasnya yang memburu, juga debuman bola basket yang memantul dan langkah kakinya yang keras sajalah yang dapat terdengar di lapangan indoor tersebut.
matanya mulai berkunang karena kelelahan, langkahnya mulai oleng. tapi bright tetap bersikukuh untuk tetap memantulkan bola basketnya dan memasukkannya ke dalam ring, tak ayal bahwa sasarannya banyak yang terpantul tidak masuk.
"akh!" geram bright kesal, membuka kaos yang di gunakannya tak sabar dan menggantungkannya di atas bahu.
"pasti capek." bright terdiam, mematung di tempatnya. tak mau menoleh karena ia tiba-tiba saja merasa bulu kuduknya mulai meremang.
jiwa-jiwa paranoidnya mulai memenuhi pikirannya.
bagaimana jika itu adalah hantu yang mau menjadikannya tumbal? atau seorang penculik yang mau menjual organ dalamnya?
perlahan, dia menghampiri tasnya, dan selepas ia berhasil meraih benda tersebut, seseorang buru-buru menepuk pundaknya dan membuat dia sontak terjengat ke belakang karena terkejut.
"kenapa lo?"
lelaki itu mengerjap tidak percaya, pandangannya jatuh ke bawah, tepat pada sandal swallow yang dikenakan orang di hadapannya.
ia menghela pelan. "alhamdulillah, kakinya napak."
begitu akhirnya ia bersitatap dengan orang yang menepuk pundaknya itu, bright melongo kaget. "win?"
yang dipanggil namanya malah melambai-lambaikan tangannya dengan senyum lebar. "kenapa? kok kaget gitu?"
"hah? nggak pa-pa." pemuda dengan tangan yang penuh tas belanjaan dan juga segelas chatime yang masih utuh di hadapan bright itu mengerutkan dahinya bingung. lalu, sebentar kemudian mengalihkan pandangannya dengan wajah yang memerah karena malu.
"kok lo nggak pake baju, sih? angin malam nggak baik buat kesehatan. nanti kalo masuk angin kan, urusannya tambah panjang. lagian, kasihan juga kan mata gue, dilihatin beginian." lirih win pelan dengan bibir yang mengerucut.
bright tak menghiraukan gumaman win barusan, lelaki tersebut malah memperhatikan tas belanjaan di pelukan win yang terlihat sangat berat.
"berat, ya?" tanyanya, mengalihkan topik. lalu, mengangkat barang-barang tersebut secara paksa dari pelukan win, membuat lelaki itu sedikit gelagapan karena aksi bright yang begitu tiba-tiba.
"heh! apasih gue bisa bawa sendiri, kok." gerutu win, menghentakkan kakinya di atas lantai.
"lo ngapain keluar malam-malam begini? hampir jam sepuluh malem juga. bukannya lo sakit ya? kok lo malah belanja malem-malem gini, sih?"
"e-eh. itu.. di suruh mama. udah lah, ngak usah kepo. lagian juga gue tuh sakit flu, bukannya lumpuh. jadi terserah gue mau jalan-jalan ke mana, dong!" semprot win tidak nyaman, merebut kembali barang belanjaannya agak kasar. "sini baliin ke gue lagi belanjaannya."
yang dianggap butiran upil itu hanya tersenyum kecut mendapat jawaban sarkas tersebut.
"mau gue antar pulang? bahaya kalau-"
"ya, iyalah anter pulang! banyak pertanyaan yang ada di otak gue dan harus lo jawab di perjalanan nanti. ayo!"
win baru berjalan sekiranya empat langkah sebelum berbalik lagi pada bright yang tengah merutuki kebodohannya untuk mengajak cowo itu pulang bersama.
"baju lo pake, buruan! gue nggak mau nunggu lama! nih, sini. chatime nya buat lo aja. gue tau lo capek abis lempar-lempar bola. nggak isirahat sama sekali, lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
adore you • brightwin
Fanficbook 1 coba aja kalau waktu itu bright nggak ketemu sama win, mungkin bright udah meninggal dari tahun lalu. !bxb area