16. Bang Bang Bang!

3.1K 303 6
                                    

Memakan makanannya dengan tenang, Brian melirik sang Kakak yang sejak tadi menatapnya. Beberapa kali mengedipkan mata ke arah Brian.

"Apa sih, Kak?" Brian mendengkus keras.

"Kapan-kapan ajak Marina ke sini dong."

Brian mendelik, langsung menggeleng kuat. "Nggak."

"Lo mau gue yang bawa dia ke sini atau lo yang bawa dia kesini."

Brian menggeleng kuat. "Gue nggak suka sama itu cewek, jadi Kak lo jalan dekat-dekat sama dia."

Susan mendengkus, memakan roti selai cokelat kacangnya. "Kan, elo yang nggak suka sama dia. Kalo gue malah suka banget. Lo sok jual mahal banget."

Brian memutar bola matanya, meminum susu cokelat hangat sebelum menjawab ucapan sang Kakak. "Gue nggak jual mahal, gue emang nggak suka sama dia."

"Benci sama cinta beda tipis, gue sama Verga dulu juga gitu. Tapi sekarang gue malah pacaran sama dia."

Brian menggeleng pelan, meraih tasnya dan menggendong tasnya. "Cerita cinta lo terlalu drama, Kak. Dan gue nggak suka drama."

"Gue doain cerita lo lebih drama lagi baru tau rasa."

Brian mengabaikan, cowok itu memakai jaketnya lalu bergegas. Sang Mama yang sudah berangkat sejak tadi karena ada panggilan darurat, biasanya Brian akan mencium tangan sang Mama sebelum berangkat sekolah.

"Gue kasih nomor lo ke Marina." Brian yang baru menyalakan motornya menoleh dengan mata melotot ke arah sang Kakak yang berdiri di depan pintu. "Tapi bohong."

Brian menatap datar sang Kakak, dia melajukan motornya tanpa melirik sang Kakak yang tertawa kuat.

"Awas lo naksir." Susan geleng-geleng.

***

Tadinya Marina sedang menatap ketua kelasnya yang menyampaikan tentang festival sekolah yang tidak lama lagi akan terlaksana.

Kelas mereka ingin membuat kafe kecil yang sebagai tempatnya adalah kelas mereka sendiri. Akan ada live music, tentunya Marina yang langsung di tunjuk untuk bagian itu. Sedangkan yang lain ada yang bertugas menjadi pelayan dan yang menyediakan makanan serta dekorasi nanti. Marina jadi merasa mereka sedang di Jepang. Pasalnya film yang dia tonton biasanya mengatakan festival dan hampir mirip seperti ini.

Pandangan Marina yang sedang fokus berpindah pada Brian yang tidak sengaja masuk ke dalam radarnya. Cowok itu sedang bersama Ceria. Tanda bahaya.

"Izin toilet." Marina mengangkat tangannya, setelah mendapat persetujuan dari Ketua kelas, ia langsung bergegas keluar.

Tujuan utama Marina tentunya bukan toilet, melainkan Brian. Dia lama-lama merasa kesal dengan Ceria yang selalu mendekati Brian saat Marina lengah.

Marina berjalan masuk ke dalam perpustakaan, tempat dimana Brian dan Ceria berbelok masuk ke dalam ruangan penuh buku itu.

"Kakak pintar banget." Marina mendengkus kuat mendengar suara Ceria yang di manis-maniskan saat berbicara dengan Brian.

Brian yang sedang mengembalikan buku yang sempat ia pinjam beberapa hari yang lalu.

"Kakak suka nggak sama Marina?" Marina yang tadinya ingin mendekat dan menarik Ceria agar tidak dekat-dekat dengan Brian mengurungkan niatnya. Marina bersembunyi di balik rak buku.

"Nggak."

Marina seharusnya sudah tau, sejak kapan Brian menyukainya? Bahkan cowok itu paling benci saat Marina mendekat padanya.

"Kalo aku?"

Brian melirik Ceria yang tersenyum, Ceria memang cantik tapi Brian tidak tertarik.

"Lo sama dia sama." Wajah Ceria langsung berubah masam, sedangkan Marina yang bersembunyi di balik rak menahan tawanya.

"Tapi Marina nggak sepintar aku, itu nilai plus loh, Kak." Ceria kembali menyanjung dirinya di depan Brian yang tidak peduli.

"Kalian sama aja."

Jawaban telak Brian membuat Ceria menghela nafas. "Ya udah, Kak. Aku mau ke kelas dulu, bye." Ceria berjalan keluar dari perpustakaan tanpa tau Marina bersembunyi di balik rak sambil menahan tawa.

"Nguping itu dosa." Marina menoleh kaget, cewek itu menghela nafas. Ia kira itu suara setan, ternyata suara Brian yang menatapnya dengan datar.

Marina menyengir. "Kakak ngapain?"

Brian menaikan sebelah alisnya. "Menurut lo?"

Marina menggaruk tengkuknya. "Nanti sore aku tunggu di ruang musik ya, Kak. Kata Kak Susan Kakak suka cokelat, ya?"

Brian berdecak. Kenapa Kakaknya bisa memberikan informasi pada Marina segitu mudahnya. "Enggak."

Marina tersenyum. Tau jika Brian berbohong. "Selamat cari-cari buku, Kak. Aku mau ke kantin dulu." Marina berjalan keluar dari perpustakaan dengan sedikit melompat-lompat.

Brian hanya geleng kepala.

***

Dengan jaket yang membungkus tubuhnya, Brian berjalan menuju ruang musik, cuaca sore hari memang tidak dapat di tebak. Padahal siang tadi cerah, bahkan menjurus ke panas terik, tapi sorenya malah mendung.

Brian membuka pintu ruang musik, dia langsung mendapati Marina yang sedang duduk di kursi, tampak sedang mengotak-atik gitar.

"Eh, Kak. Duduk sini." Marina menepuk kursi di depannya yang telah dia siapkan untuk Brian jika cowok itu datang. "Kakak ambil aja gitar satu." Marina kembali sibuk dengan gitar yang baru dia ganti senarnya, harus menyesuaikan nada.

Brian menurut, dia mengambil salah satu gitar dan duduk di depan Marina. Melepaskan tasnya dan meletakan di lantai.

"Udah." Marina tersenyum senang saat gitar yang ia setel telah selesai, suaranya sudah pas.
Marina menatap Brian yang sejak tadi memperhatikan apa yang cewek itu lakukan. "Jadi, Kakak bisa seberapa banyak?"

Brian mengangkat bahu. "Kadang gue lupa kunci."

"Itu biasa, Kak." Marina tersenyum. "Kakak udah bisa lagi apa?"

"Gue belum bisa satu lagu, tangan gue masih sakit." Brian menunjukan jarinya yang rasanya melepuh, dan semakin nyeri saat dia kembali bermain. Tapi kata Manggala dan Axiel itu biasa, memang seperti itu. Katakanlah itu resiko dari bermain gitar.

"Kakak belajar lagu apa emang?"

"Cinta luar biasa."

Marina langsung tersenyum, malu-malu. "Lagunya buat aku pasti, iya 'kan, Kak?" Marina memukul pelan tangan Brian, membuat cowok itu mendelik. "Nggak perlu pake lagu, Kak. Aku udah official milik Kakak selamanya." Marina mendekatkan ibu jari dan telunjuknya, membentuk hati kecil di iringi senyuman manis.

Brian mendengkus. "Mimpi."

"Semua memang berawal dari mimpi." Marina tersenyum. "Aku tak punya bunga, aku tak punya harta, yang aku punya hanyalah hati yang setia tulus padamu." Marina menyanyikan sepenggal lagu yang dimaksud Brian.

Brian mendengkus, terutama ketika Marina tersenyum manis ketika ia membuang muka. Jika ada kontes kepercayaan diri, mungkin Marina akan menjadi juaranya. Cewek itu terlalu percaya diri, untuk apa juga dia capek-capek belajar lagu itu untuk Marina?

"Mau ngajarin nggak?" Brian bertanya dengan nada kesal. Padahal di luar hujan, tapi dia merasa panas karena Marina dan kepercayaan dirinya.

Marina menyengir, dia membantu Brian untuk bermain gitar.

Setidaknya Brian tidak pergi karena kesal pada Marina.

. . .

Aku nggak tau akan update kapan lagi, sibuk, kegiatan banyak, laporan banyak..

Hiatus untuk sementara waktu.

Semoga kalian semua mengerti..

GamaeriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang