Marina tidak menyangka jika paginya akan berakhir seperti ini, dia kira hanya sang Mama yang akan mengantarnya. Tapi ternyata sang Kakak yang merupakan bintang film itu juga ikut. Yang tentu membuat kehebohan di sekolah akibat kedatangan artis yang sedang naik daun itu.
Marina menghela nafas kasar saat Starla dengan sengaja turun dari mobil dan melambaikan tangannya pada beberapa murid yang baru saja datang, atau yang berada di parkiran.
"Sekolah yang baik." Starla mengatakan itu sebelum kembali masuk ke dalam mobil bersama sang Mama yang melambaikan tangannya.
Mengabaikan setiap tatapan mata penasaran yang mengarah padanya, Marina memilih untuk berjalan cepat guna sampai di kelasnya.
"Lo kok bisa sama Starla Arova?"
"Kok bisa?"
"Lo siapanya?"
Dan berbagai pertanyaan lain yang membuat Marina jengah setengah mati. Meletakan tasnya dengan kasar di kursi, Marina berjalan keluar kelas.
Langkah Marina terhenti, kali ini karena dua orang yang tampak sedang makan di kantin. Brian dan si Medusa.
Marina mengibaskan rambutnya kebelakang, cewek itu berlari menuju kantin dan langsung duduk di samping Brian yang sepertinya sedang sarapan.
"Pagi, Kak Ian." Marina tersenyum manis, menatap Brian yang hanya melirik ke arahnya. "Kakak masih dingin seperti biasanya, tapi aku suka. Kayak es krim gitu, dingin tapi manis. Pengen aku gigit rasanya."
Brian hanya memutar bola matanya, merasa ucapan Marina penuh dengan omong kosong.
"Lo udah sehat?" Ceria tersenyum, membuat Marina menoleh mendengar pertanyaan cewek itu.
"Menurut lo Gue akan biarkan lo dekat-dekat Kak Ian selama gue nggak ada, gitu? Sori, gue orangnya nggak sebaik itu." Marina menyeringai. Cerita tetap tersenyum, cewek itu menatap Brian yang baru selesai dengan sarapanya.
"Ayo, Kak." Marina menatap Brian dan Ceria yang berdiri, cewek itu menatap keduanya bingung, sekaligus panik karena Brian mengikuti apa kata Ceria.
"Kak Ian mau kemana?" Marina menahan tangan Brian, membuat cowok itu menoleh. Menghela nafas pelan.
"Rapat."
"Rapat apa?" Marina masih menatap tidak mengerti.
Brian memutar bola matanya. "Buat festival sekolah."
"Ikut."
"Lo bukan panitia." Cerita menjawab, membuat tatapan tajam Marina berpindah padanya.
"Gue nggak nanya elo." Marina menatap Brian yang menghela nafas kasar.
"Lo balik ke kelas."
Marina menggeleng. "Kakak nggak boleh dekat-dekat dia, nggak mau!" Marina menggeleng kuat. Akan sangat berbahaya jika Brian dan Ceria bersama. Itu mimpi buruk.
"Jangan kekanakan." Marina mengecutkan bibir saat Brian menatapnya tajam. "Balik ke kelas." Brian menarik tangannya yang di tahan oleh Marina, wajah cewek itu tertekuk sempurna, kesal setengah mati.
Brian dan Ceria yang berjalan. Marina tersenyum, menyeringai.
Sejak kapan Marina penurut?
***
Gudang, menjadi pilihan Marina untuk membolos kali ini. Sudah sangat lama Marina tidak nakal lagi, tapi dia tetap tidak peduli.
Marina berbaring di atas meja yang telah dia lapisi dengan beberapa taplak meja agar seragamnya tidak kotor. Cewek itu membuat tangannya menjadi bantal. Dengan telinga yang di sumpal earphone.
"You’re my light you’re my light
Itsu datte boku no kokoro ni sashikomu
You’re my light you’re my light Don'nani hanarete ite mo todoi teru.."Marina menggumam sedikit lagu yang ia dengar. Cewek itu tertidur, bahkan tidak tau jika sejak tadi di perhatikan.
Berdecak pelan. Brian yang sejak tadi memperhatikan Marina menghela nafas pelan. Setelah rapat selesai dia mendengar bahwa Marina membolos. Dia hanya insting saja, tapi benar cewek itu ada di gudang yang penuh dengan debu, tapi entah bagaimana cewek itu bisa tidur dengan baik.
Brian menarik satu earphone cewek itu, tapi tampaknya tidak membuahkan hasil. Cewek itu tetap tertidur. Tidak kehabisan ide. Brian menggoyangkan tangan Marina tapi cewek itu tetap tertidur.
"Tidur apa mati sih." Brian menggeleng pelan. Iseng, Brian menjepit hidung Marina dengan jarinya.
Marina bergerak, tapi hanya untuk membuka mulutnya. Bernafas lewat mulut. Brian mendengkus kuat.
Brian kembali menjepit hidung Marina, kali menahan dagu cewek itu.
Marina mulai bereaksi karena tidak bisa bernafas. Marina membuka matanya lalu terbatuk.
"Kak Ian ngapain disini." Marina mengambil banyak nafas. Dadanya sesak.
"Lo tidur apa mati?"
"Hah?" Marina melepaskan satu earphonenya.
"Gue bangunin dari tadi nggak bangun."
Marina menyengir. "Mimpinya indah sih."
"Apa?"
"Aku pacaran sama Kakak terus jalan-jalan." Brian mendengkus kuat mendengar isi mimpi Marina.
"Nggak akan pernah."
"Kakak ngapain ke sini? Emang udah jam istirahat?" Marina merapikan rambutnya yang sedikit berantakan karena dia berbaring. "Kakak kangen aku ya?" Marina menatap Brian dengan mata menyipit.
Brian menggeleng. "Geer."
Marina mengecutkan bibirnya. "Biar bohong bilang iya gitu, Kak."
Brian menggeleng. "Sekalipun bohong, nggak bakal gue bilang."
Marina menggembungkan pipinya. "Terus Kakak kesini ngapain?"
Brian mengangkat bahu. "Pengen aja."
"Kakak nggak boleh nakal, cukup aku aja yang nakal. Kakak jangan. Aku nggak mau Ayah dari anak-anak aku nakal."
Brian mendengkus kuat. "Lo ngayal banget gue mau sama lo."
"Suatu hari nanti aku pasti bisa buat Kakak suka sama aku. Kalo bisa aku mau bikin Kakak nangis karena aku, aku penasaran kalo Kakak nangis tetap ganteng nggak."
Brian menggeleng. "Lo sekolah dulu yang bener."
"Makanya Kakak ajarin aku buat aku pintar." Marina menyengir. "Ayolah Kak, biar aku nggak capek-capek cari waktu pdkt sama Kakak."
Brian mendengkus kuat. Cewek ini terlalu jujur. "Lo bukan tipe gue."
"Tipe bisa berubah. Kakak coba aja dulu siapa tau aku bisa rebut hati Kakak." Marina tersenyum, menaik turunkan alisnya.
. . .
Updateeeeeee oiiiiiii
KAMU SEDANG MEMBACA
Gamaeri
Teen FictionBucin. Kalau ada alat untuk mengukur tingkat kebucinan seseorang mungkin Marina akan mendapat nilai sempurna atau mungkin lebih. Soalnya dia terlalu cinta pada Kakak kelasnya yang seperti es krim itu, manis tapi dingin. Tapi Marina suka kok. "Jang...