Brian sedang duduk di kursi taman sekolahnya saat matanya menangkap sosok Marina yang berjalan di koridor.
Seperti dugaan Brian sebelumnya, gadis itu langsung berbelok ke arahnya saat menemukannya duduk di kursi taman.
"Pagi, Kak." Marina tersenyum, memberikan satu senyuman terbaik yang ia miliki pada Brian.
Brian hanya mengangguk, ia kembali sibuk pada buku yang cowok itu baca sejak tadi.
Terbiasa di hiraukan, Marina duduk sambil menatap pohon yang menaungi keduanya.
"Kakak kapan ambil nilai?" Marina menatap figur Brian dari samping.
"Bulan depan." Brian menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari buku.
"Aku yakin Kakak pasti dapat A, percaya sama aku. Perkiraan aku nggak pernah salah." Marina tersenyum lebar, meski Brian tampaknya lebih tertarik membaca bukunya.
Menggerakkan kakinya, Marina menatap sepatunya. "Kak."
Brian diam, tapi Marina tau jika Brian menunggu lanjutan dari ucapanya.
"Punya keluarga itu enak ya, Kak?" Brian melirik. Marina terkekeh pelan. "Oh, iya. Aku pergi dulu Kak, lupa kalo ada tugas."
Marina berdiri dan langsung bergegas pergi, bisa-bisanya dia lupa dengan tugas kimianya. Mana gurunya galak lagi.
Brian menutup buku bacaanya, dia beranjak bahkan mempercepat langkahnya saat matanya melihat sesuatu yang janggal. Brian meraih tubuh itu, memeluk erat, tidak peduli jika sekarang tangannya terasa sakit karena bertemu dengan lantai koridor.
Prang!
Kehebohan langsung terjadi, para murid yang baru datang ataupun yang berada di sekitar lokasi kejadian mendekat pada Brian dan Marina yang terbaring diatas lantai koridor.
Jantung Marina rasanya hampir lepas, ya ampun dia hampir saja celaka jika Brian tidak menolongnya.
"Kak," Marina menatap Brian yang meringis, ia segera mengangkat kepalanya yang ditahan oleh tangan Brian. "Aku bantu." Marina membantu Brian untuk duduk, meski sejujurnya lehernya agak sakit dan kepalanya terasa pening, tapi dia harus membantu Brian dulu.
Brian meringis, tangannya sakit. Dia melirik kearah Marina yang tampak khawatir lalu matanya menangkap pot bunga yang hampir saja mengenai Marina.
"Kakak berdarah!" Marina memekik tertahan melihat siku Brian yang terluka, bahkan mengeluarkan darah.
"Pindah woi!" Kerumunan yang mengelilingi Marina dan Brian terbelah saat suara ketua Osis yang tampak kesal terdengar.
Manggala meraih tangan Brian dan memapah temannya itu perlahan. "Pusing?" Brian mengangguk pelan, kepalanya memang agak pening. "Kita ke UKS, tahan sebentar."
Marina mengekor dibelakang dua sahabat itu, sesampainya di UKS Brian langsung ditangani oleh anak PMR yang sedang bertugas.
Marina duduk di kursi tepat disamping brankar yang ditempati Brian. Manggala pergi ke ruang guru untuk melaporkan kejadian yang membuat Brian harus istirahat sementara waktu di ruang UKS.
"Lo nggak masuk kelas?" Brian melirik Marina yang menggeleng pelan. "Guru lo galak."
Marina menunduk, masih menatap sepatunya. "Aku udah ijin mau jagain Kakak di UKS."
"Emang boleh?"
"Enggak. Tapi aku tetap mau jagain Kakak." Marina menatap Brian. "Harusnya Kakak nggak usah tolong aku, jadinya Kakak yang sakit." Marina melirik tangan Brian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gamaeri
Teen FictionBucin. Kalau ada alat untuk mengukur tingkat kebucinan seseorang mungkin Marina akan mendapat nilai sempurna atau mungkin lebih. Soalnya dia terlalu cinta pada Kakak kelasnya yang seperti es krim itu, manis tapi dingin. Tapi Marina suka kok. "Jang...