01.5

1.2K 83 2
                                    

 Angsana menikmati kesendiriannya. Pikirannya melayang kepada siang yang memberinya sedikit senyum bahagia. Itu adalah kali pertamanya berbicara bertatap muka secara dekat dengan Budi.

Angsana tahu, dia tidak mungkin mendapatkan perhatian dari Budi di atas wanita lain yang lebih muda dan lebih menarik darinya. Karenanya, disimpannya rapat perasaan suka itu hanya untuk dirinya sendiri.

Dia sudah menyerah tentang konsep mencintai. Kegagalannya di masa lalu membuatnya jera untuk melangkah lebih jauh. Pun begitu, Angsana merasa cukup tahu diri tentang siapa dirinya. Hal yang membuatnya selalu jauh dari penerimaan cinta. Yang dia bisa hanyalah menyukai dari kejauhan. 

"Tok-tok"

Angsana dikejutkan oleh suara ketukan halus dari pintu depan. Jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam. Angsana beranjak dari kamarnya menuju ke ruang tamu yang menyatu dengan dapur. Teringat akan cerita Seto di kantor membuatnya sedikit berhati-hati kali ini. Diliriknya jendela, lantas dibukanya pintu secara perlahan.

"Hai, udah tidur? Sorry ganggu malam-malam."

"Astaga, Raka. Ngapain malam-malam kesini?"

Raka tak segera menjawab, hanya menyodorkan sekotak martabak manis yang sudah mendingin. 

"Tadi ke tempat Sekar, tapi ada aksi ormas lagi, jadi harus muter. Sampai disana, dianya udah tidur."

Angsana menerimanya sambil melihat jauh raut muda sahabatnya di bawah remang lampu teras rumahnya.

"Ya udah, tidur gih. Gue pulang.", kata Raka sambil mebalikkan badan dan beranjak pergi.

"Hei! Aku kalau makan martabak manis sendirian, beratku bisa naik lagi, nanti aku jadi bola, kamu susah mau nraktir."

Raka membalikkan badannya lagi, memandang Angsana yang mengangkat kotak martabaknya sejajar dengan kepalanya sembari memberikan kode untuk masuk ke dalam rumahnya. Raka menurut.

Angsana mengambil piring kecil dan sekotak tissue dari bar yang memisahkan dapur dengan ruang tamu tanpa sekat. Lalu mengambil air putih dari dalam lemari esnya.

"Berantem lagi?", selidiknya.

Raka menarik nafas panjang sambil terus memandangi ponselnya. Angsana tahu hal itu.

"Sana, tau nggak sih, tomat itu buah apa sayur? Buah kan ya harusnya?"

"Raka..."

"Masak si Jupri tadi bilang tomat itu sayuran. Ya buah lah, emang dasar ya kalo pada tidur pas pelajaran biologi jadi nggak ngerti apa itu buah sama sayur. Ntar merembet lagi, pada nggak tau pasti kalo stroberi itu bukan buah berry, tapi tomat itu berry. Sana tahu kan kalo tomat itu berry? Jangan bilang nggak tau, gue omelin ju...umph"

Angsana menyuapkan martabak ke mulut Raka.

"Iya, aku tau stroberi itu bukan buah berry. Pisang, tomat, itu berry. Tomat itu buah, tapi dia digolongkan sebagai tanaman sayuran karena kadar gulanya rendah dan kita makan tomat sebagai pelengkap nasi dalam sayur. Udah nyrocosnya? Kenapa kamu sama Sekar? Karena Agung?"

Raka tak bisa menghindar lagi. Resah di hatinya diketahui oleh sahabatnya tanpa dia cerita terlebih dahulu. Itu artinya bahwa semua orang di kantor akan tahu.

Ditelannya dengan berat martabak itu, "Hmm".

"Hmm doank?"

"Hmmmhhh!", jawabnya kesal bercampur malu.

"Cerita gih"

Bukannya segera menjawab, Raka justru mengambil martabak lagi. Angsana melotot.

"Hmmhhh...."

Angsana (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang