Raka meletakkan segelas es kopi di meja kerja Angsana. Jam kerja sudah lewat satu jam yang lalu, namun Angsana masih mengetik daftar pergudangan. Sedangkan ruangannya sudah tidak ada orang lagi.
"Lembur lagi?"
"Nggak deh hari ini. Capek aku, tadi ketemu Bu Ratna di rumah sakit Laras Jiwa.", kata Angsana sembari melakukan peregangan otot lehernya.
Raka kaget mendengar penuturan Angsana. Bagaimana pun juga, Raka pernah menjadi saksi masa lalu Angsana pada tempat itu.
"Bu Ratna? Maksudnya Ratna Arum Miranti itu?"
"Iya..."
"Wow, kamu handle dia? Ngapain ngajak ketemuan di sana?"
"Dia yang punya rumah sakit ternyata, suaminya sih, lebih tepatnya." Kata Angsana sembari membereskan meja kerjanya.
"Kamu.....aman?", pertanyaan itu dijawab hanya dengan anggukan oleh Angsana, "Syukurlah."
"Ngomong-ngomong, tebak, hari ini aku survey sama siapa?", kata Raka mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Sekar!!"
"Salah!!"
"He? Sama siapa? Bukannya nggak ada yang bikin kamu senyum sumringah selain pergi survey sama Sekar?"
"Ck ck ck Angsana, kamu tidak tahu pikiran pria ganteng ini," kata Raka sambil menunjuk hidungnya sendiri, "Be U De I"
"Oooh..."
"He?? Oooh?? Cuma oooh?", kata Raka kaget.
"Iya terus kenapa kalo kamu survey sama Budi?"
"Sana biasanya kan, Budi ganteng ya Raka, dia ngapain aja tadi, Raka? Makanan yang dia suka apa sih, Raka? Dia suka apa sih, Raka? Dia ngomong apa aja, Raka? Tadi aku ketemu Budi, ganteng ya Raka", kata Raka sambil menirukan suara Angsana.
"Iya Raka, Budi ganteng ya..."
Raka menatap Angsana serius, "Kamu ada rasa sama Seto ya?", pertanyaan yang membuat Angsana menoleh, namun akhirnya dia menggeleng, "Koq nyasar ke Seto sih?".
"Kelihatannya Seto ngejar kamu," Angsana hanya mengangkat bahu dan menarik nafas panjang.
"Raka, hari ini jalan sama Sekar?"
"Nggak, Sekar lagi nemenin belanja tantenya, soalnya si Laras lagi ke Surabaya."
"Boleh nebeng?"
Raka paham, karena tak biasanya Angsana meminta seperti itu. Ada hal yang ingin dikatakannya. Sesuatu yang mungkin sudah lama dipendamnya. Memang butuh waktu lama untuk Angsana agar dia mau mengutarakan pikiran. Dia cenderung tertutup dan jarang sekali mengungkapkan perasaan. Hanya pada Raka lah dia berani bicara.
"Sana mau makan apa?"
"Terserah."
"Jangan protes tapi ya."
Angsana menyeringai. Lalu menghabiskan es kopinya dan berjalan mengikuti Raka dari belakang.
Mobil Raka melaju ke arah restoran masakan China favorit Raka dan Sekar ketika mereka berkencan.
"Cik, kenalin, ni Angsana yang suka kuceritain." teriaknya pada pemilik restoran.
"Tante...", sapa Angsana.
"Panggilnya Cik Lan, Sana"
"Oooh...ini Angsana, si Raka banyak cerita tentang kamu kalau pas lagi nggak sama ceweknya. Selingkuhan ha?"
"Nggawur aja lho cik!", hardik Raka disambut suara tawa Cik Lan.
"Temen, Cik. Udah lama juga kita temenan, Cik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Angsana (Completed)
RomanceKepingan puzzle hidup Angsana mulai tersusun satu per satu akan kehadiran Dimas. Jati diri Dimas yang selama ini dibencinya dan juga sangat dicintainya membuat Angsana merasa sangat dipermainkan. Pada saat seperti inilah, tidak ada orang lain yang l...