02.4

1.1K 76 3
                                    

"Pulang!", kata Angsana berlagak setengah mengusir.

"Tu kan...niat gue baik lho, Sana", rajuk Raka.

"Masalah sama Sekar udah selesai belum?"

"Udah donk, dia maafin gue."

"Lain kali jangan suka cemburuan. Kalau mau marah-marah sama aku aja dulu, jangan langsung ke orangnya. Kayak anak SMA aja."

"Jancuk kon! Diunekke koyo cah SMA ik", sungut Raka.

"Lha yo pancen koyo cah SMA kowe ki"

"Pulang ah. Sana nggak asik."

"Hush hush jangan balik!"

Angsana menutup pintu, sedangkan Raka pulang sambil bersungut. Dalam hatinya, ada rasa tenang melihat Angsana baik-baik saja hari ini. Di mobilnya, dia membuka sosial media Amanda. Mereka tengah menyiapkan kelahiran anak kedua setelah Arianne, anak pertama mereka yang sangat lucu. 

Kebahagiaan keluarga kecil sepupunya dan Jansen nampak sangat kontras di mata Raka. Sementara Angsana, dibalik segala kekuatan yang ditampilkannya, dia takut untuk membangun cinta kembali. Bahkan ketika Angsana mengakui bahwa dia menyukai Budi pun, dia tak ingin Budi tahu. Tak boleh siapapun tahu. 

Dia takut.

Dia takut kembali dibuang, seperti Jansen membuang dirinya.

Dia takut calon mertua tidak menerimanya seperti saat dia mencoba membangun cinta bersama Rian, pria yang dikenalnya di dalam sebuah seminar yang didatanginya. Satu tahun menjalani cinta, namun orang tua si pria yang mempertanyakan asal usulnya yang tidak jelas, membuatnya menangis tersedu-sedu di depan Raka dua tahun lalu.

Sejak saat itu, Angsana memilih untuk membungkan semua perasaan sukanya. 

Raka memandangi foto Amanda bersama Arianne. Mungkin jika Angsana tidak terbuang, dia sudah bahagia dengan anaknya, seperti sepupunya itu. 

Raka melihat Angsana menuntun sepedanya keluar. Dibukanya kaca jendela mobilnya.

"Sana! Mau kemana?", teriaknya dari seberang.

"Lah masih disini! Mau ke Superindo, belanja." jawab Angsana tak kalah berteriak.

"Aku anter ya?"

"Nggak, berat bawa belanjaan ntar pulangnya."

"Yaudah kutungguin tar kuanterin pulang, yaaaaaa?"

"Bawel! Pulang sana ah!Mandi! Kringetmu bau", kata Angsana sambil tertawa dan melajukan sepedanya ke arah Superindo.

"Jancooook!!", teriak Raka bahagia lalu melajukan mobilnya ke arah pulang.

--**--

"Sabun cuci udah, sayur, Indomie, apa lagi ya?", gumam Angsana sembari melihat-lihat.

Tiba-tiba saja ada yang mencolek pundaknya. Angsana menoleh.

"Hai, mbak Sana."

Seto nampak di depannya lengkap dengan senyum terbaik yang dia tampilkan.

"Seto, belanja juga?"

"Biasa, abis gajian, saatnya anak kos belanja kebutuhan sebulan."

Seto tak hentinya memandang Angsana dengan tatapan mata yang bersinar sambil mengulum senyum. Meski dalam hatinya berdetak tak karuan. Baginya, rasa ini sudah hampir bertahun-tahun tidak dirasakannya. 

Rasa senang yang muncul ketika berjumpa dengannya. Hati yang berdebar jika berada di dekatnya. Kelihangan kata-kata yang tepat untuk sekedar menyapa. Iya, Seto sedang jatuh cinta. Pada Angsana yang tengah takut mencintai.

Angsana (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang