01.02 (Edit July 2020)

1.4K 104 0
                                    

"Gimana rasanya punya pacar, Mbah?" tanya Angsana pada Embah sewaktu usianya 15 tahun.

Pada sebuah masa dimana mereka berada di pasar membeli keperluan dapur seperti bulan-bulan sebelumnya. Angsana memperhatikan beberapa pasangan yang asyik beradu mesra di sekitar tempat belanja dan warung makan tenda di depan pasar. 

Embah terkekeh-kekeh mendengarnya.

"Rasanya ya senang. Kamu punya orang yang disayang, yang sayang sama kamu. Dunia seperti hanya milik berdua, yang lain hanya orang lalu-lalang yang tak perlu diperhatikan. Rasanya, nduk, senang di sini", kata Embah sambil menunjuk dadanya.

Angsana mengangguk-anggukkan kepalanya. Pandangannya masih tertuju pada pasangan muda yang berjalan sambil berpegangan tangan.

"Pengen punya pacar ha?" selidik Embah.

"Pengen, si Desi anaknya Pak RT itu kemaren diejek-ejek teman-teman karena ketahuan pacaran terus ribut sama anaknya yang punya bengkel di depan jalan besar itu rebutan pacar. Nggak lah mbah, masak kayak begitu dibilang bahagia. Sana nggak mau pacaran, Embah aja udah cukup bikin Sana bahagia."

"Masak mau nunggu aku mati dulu baru kamu mau pacaran?" kekeh Embah.

"Hush, kalo Embah nggak ada, Sana sama siapa?"

"Sama pacarmu lah nduk," Embah kembali kerkekeh-kekeh, "...nanti kalau sudah saatnya kamu juga akan punya pacar juga, tapi sekarang kamu baru 15 tahun, sekolah dulu."

"Embah ni, nggak ada yang suka sama Sana mbah," kata Sana sembari menundukkan kepalanya.

"Ealah nduk ayu, sekolah dulu sampai lulus, nanti kalau sudah kerja, baru mikir pacaran ya. Kalo kamu kerja nanti cantik wis. Bisa beli make up sendiri. Nanti laki-laki akan datang sendiri. yang terpenting adalah lakumu cantik, hatimu cantik, tutur katamu baik. Wajah ini dibandingkan apa yang ada di kepalamu, hatimu, dan bibirmu ini, tidak ada apa-apanya." kata Embah menenangkan.

"Bukan itu mbah, tapi siapa yang mau sama Sana yang cuma anak pungut ini?"

"Hush! Kalau bicara itu dipikir dulu. Sana, nggak ada yang salah dengan anak pungut. Embah nggak suka! Sana dibesarkan baik-baik meski kita cukup kekurangan. Bukan itu yang Embah harapkan dari Sana."

"Maafkan Sana, Mbah, Sana nggak bermaksud bikin Embah marah."

Embah mengusap kepala Angsana dengan lembut, "Syukur, itu yang Sana harus selalu ingat. Syukur, Sana masih diberikan hidup hingga sekarang. Kenapa? Karena kelak Sana harus memberikan penghidupan yang lebih baik untuk anak-anakmu. Iya kan?"

Sana mengangguk lalu memeluk Embah erat dan berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak lagi mengulang pemikiran seperti itu kepada Embah.

***

Angsana juga pernah jatuh cinta. Pada Budi Susilo Pamungkas, karyawan muda penuh prestasi di divisi marketing. Mereka satu angkatan masuk kerja, sehingga menghabiskan waktu bersama di asrama pelatihan kerja selama sebulan penuh. Namun, karir Budi lebih menanjak dibandingkan Angsana.

Angsana tidak sendiri. Ada hampir semua wanita single di perusahaannya yang juga menyukai Budi. Bagaimana tidak? Budi adalah pribadi yang menyenangkan ketika mengobrol. Wawasannya luas, serta pandai sekali mengambil hati orang lain. Selain itu, parasnya yang tampan dengan model rambut yang rapi juga menjadi daya tariknya.

Jika ada tugas luar, atau survey lapangan, orang-orang akan berlomba-lomba menjadi pendamping survey Budi. Tak jarang mereka harus bersinggungan dan saling menyinyir satu sama lain. Karenanya, Angsana hanya memendam perasaan sukanya pada Budi.

Angsana (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang