04.1

1.3K 78 2
                                    

Angsana menghempaskan dirinya di atas sofa ruang tamu di rumahnya. Sedangkan Raka meletakkan pot mawar di atas meja.

"Gua nggak nyangka kamu bakal punya penggemar, loh. Kupikir cuma Seto aja yang ngejar kamu dengan agresif."

Raka memandang Angsana yang sedang kesal, kemudian duduk di sampingnya.

"Hei, apa yang ada dipikiranmu?"

"Raka, aku nggak tahu siapa itu Dimas. Saat aku sudah memantabkan diri untuk menerima Seto dalam hidupku, dia tiba-tiba memaksa masuk dengan cara seperti ini. Kurang ajar namanya!"

"Tunggu...tunggu, Sana, gua laki-laki, dan ini menurutku romantis, loh."

"Romantis jika ditujukan untuk orang yang satu level dengannya. Aku? Aku nggak ada apa-apanya, Raka. Aku cuma pekerja rendahan biasa. Dia pikir dia bisa membuatku jatuh hati seperti itu? Dia pikir dengan barang mewah bisa membuatku senang berbunga-bunga seperti seseorang yang mendapatkan pemuja rahasia? Sok misterius."

"Setidaknya ketakutanmu akan punya calon mertua yang tidak menerimamu tidak ada kan? Bu Ratna sepertinya menyukaimu."

"Enggak Raka. Ini adalah beban buatku. Bagaimana jika aku menolaknya? Dia punya kuasa, aku bisa langsung tersingkir dipecat begitu saja dari sini. Hal ini akan membuatku lebih susah lagi."

"Ya sudah kamu coba terima saja?"

"Aku nggak bisa, Raka. Aku nggak ada hati dengannya. Jangankan hati, melihat rupanya saja aku belum pernah."

"Setidaknya, kamu tahu keluarganya siapa, bukan?"

"Kamu tahu, mengapa orang kaya suka banget dengan perjodohan seperti ini? Karena mereka itu sudah kepalang tua, atau mereka itu punya kelainan." kata Angsana dengan lantang sambil menunjukkn dua jari tangannya.

"Hush! Sana kalau ngomong jangan gitu ah."

"Tapi itu bener!!"

Raka tidak lagi membantah. Angsana ada benarnya juga. Jika Dimas memang benar menyukai Angsana dan seorang pria normal, seharusnya dia langsung muncul di hadapan Angsana.

"Arya Sena umur 32 tahun. Dimas berarti lebih muda. Berarti kemungkinan hanya satu, dia aneh. Gimana nggak aneh? Dia seperti seorang penguntit. Aku bahkan nggak pernah tahu dia dimana. Jangan-jangan sekarang dia ada di dekat sini?" Kata Angsana yang menjadi ketakutan sembari menutup semua korden jendelanya.

"Sana, jangan jadi parno gitu donk!"

"Siapa tahu dia pasang CCTV di pohon depan."

Angsana bergegas keluar rumah tanpa sempat dicegah oleh Raka yang hanya bisa menyusulnya dari belakang.

"Enggak ada Sana! Masuk!"

Perintah Raka membuat Angsana menurut.

Angsana melempar begitu saja tas karton berisi sepasang baju kerja yang diterimanya kemarin. Raka membukanya.

"Wow! Channel! Pas kamu bilang kamu dapat ini, kupikir bakal sekelas Zara.... Channel!!"

Raka tahu, Angsana tidak akan bersenang hati dengan semua yang didapatkannya itu.

"Pertanyaannya adalah, sejak kapan dia memata-mataiku? Apakah dia memanfaatkan jabatan ibunya untuk mendapatkan biodataku?"

Raka mengakat bahu sambil menggelengkan kepalanya.

"Aku seperti berada di tengah pisau yang diayunkan Thanos pada telunjuknya saat pertama kali bertemu dengan Gamora. Jika aku menerimanya, maka selamanya aku akan terbelenggu dengan perasaan yang aku sendiri tidak menginginkannya. Mereka akan membuatku seperti terpenjara. Kalau aku menolaknya, maka aku mungkin saja akan kehilangan pekerjaan, atau dengan kuasa mereka, mereka akan mencegahku bekerja di tempat lain."

Angsana (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang