Angsana memandang kedepan dalam kegelapan.
"Jalan mas, balik saja ke hotel." Perintahnya pada ojek online yang dipesannya.
Diurungkannya niat kembali ke rumah untuk mengambil beberapa barang miliknya. Setelah melihat bahwa disana ada Raka dan juga Dimas, serta Jansen. Angsana tak siap menghadapi situasi seperti ini. Dia ingin lari. Menghilang saja.
Tak pula dia ingin ke tempat Irwan. Dimas dan Raka pasti akan mencarinya. Tak juga ingin menemui Jansen, laki-laki yang telah membuangnya lama. Angsana ingin pulang. Menemui ibunya. Tapi Dimas pasti akan menyusulnya. Dia tahu lokasi makam sang Ibu.
Angsana tidak bisa tidur, lantas memutuskan untuk membuka folder pribadinya di laptop. Semua kenangan tentang masa lalunya sudah hilang, kecuali beberapa yang masih disimpan tentang Jansen. Meskipun sakit hati, Angsana tidak bisa melupakan begitu saja laki-laki yang sempat bersamanya hingga memberikannya janin yang tak pernah ditemuinya lagi.
Mengintipnya bahagia bersama keluarganya pada sosial media yang diam-diam selalu dilakukannya, terkadang membuat nyeri di hatinya. Namun selalu dilakukannya. Mengintip keseharian mantan kekasih yang dicintainya melebihi apapun. Hingga Dimas mengusik pikirannya.
"Seto....", gumam Angsana lirih.
Dibukanya album foto bersama Dimas. Mereka baru saja jalan tiga bulan bersama. Belum banyak kenangan indah yang sempat tergambarkan. Namun, Angsana selalu merasa hidup di setiap masa yang dilewati bersama pria itu. Dimas tak pernah mengecewakannya. Tak pernah membuatnya merasa kecil hati.
Sejak kedatangan Dimas di kantor lamanya sebagai Seto, Angsana cukup sadar bahwa pria itu selalu melempar pandangan yang berbeda. Namun Angsana yang tak percaya akan cinta harus menepis sinyal itu. Hingga semua perhatian dan ketulusan Dimas meluluhkannya.
Sejujurnya, tak pernah dia merasakan cinta yang begitu tulus, yang membuatnya tidak pernah lagi memikirkan tentang masa lalu. Cinta yang melindungi. Hanya dirasakan Angsana saat dia ada bersama Dimas.
Lamunannya melayang saat dia mengunjungi rumah sakit Laras Jiwa. Diingat-ingat lagi peristiwa yang sudah lama dilupakannya. Benar, dia pernah bertabrakan dengan orang. Namun dia tidak bisa mengingat wajahnya. Apakah benar itu Dimas? Yang dia ingat, hanya cerita tentang Raka yang mengikutinya.
"Raka...", katanya pada dirinya sendiri, menyadarkannya dari lamunan.
Segera di ketiknya sebuah email yang ditujukan untuk Raka.
Dear Raka,
Maaf jika aku lari. Aku tidak siap untuk bertemu dengan keluarganya. Melihat kenyataan bahwa dia sangat bahagia saja sudah membuatku hancur, apalagi harus berhadapan muka dengan mereka. Aku di Hotel Nusa kalau kamu ingin bertemu. Tapi, kumohon, jangan beritahu Seto, apalagi Jansen.
Angsana
Segera ditutup kembali laptopnya, lalu kembali berbaring sembari memandang ke luar jendela hotel yang sengaja disibakkan gordennya. Pikirannya tak bisa jauh dari Dimas. Perasaan cinta yang dicurahkan untuknya, kini berubah menjadi ragu.
--**--
"Selamat siang, mbak. Saya ingin bertemu dengan Ibu Angsana, tamu di hotel ini. Saya sudah berusaha menghubungi tapi nomornya tidak aktif. Boleh minta tolong dipanggilkan?"
"Nama tamunya boleh diulang, Pak?"
"Angsana. Namanya Angsana."
"Baik, saya cek terlebih dahulu, ya. Dengan Bapak siapa?"
"Raka, mbak. Terima kasih."
"Terima kasih. Saya konfirmasi terlebih dahulu ya, Pak Raka. Betul Ibu Angsana menginap di hotel ini. Kami akan menghubungi beliau segera. Mohon tunggu sebentar ya, Pak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Angsana (Completed)
RomanceKepingan puzzle hidup Angsana mulai tersusun satu per satu akan kehadiran Dimas. Jati diri Dimas yang selama ini dibencinya dan juga sangat dicintainya membuat Angsana merasa sangat dipermainkan. Pada saat seperti inilah, tidak ada orang lain yang l...