Chapter 4 🍁

1K 167 44
                                    

Jinyoung memarkir mobilnya di tempat biasa. Di sebuah sudut yang tertutup bayang-bayang sebuah pohon besar yang teduh, matanya menatap ke arah bangunan asrama tua itu. Tempat yang sangat dihapalnya dan mungkin merupakan satu-satunya tempat yang paling sering dikunjunginya secara berkala.

Lalu tak berselang lama Jihoon melangkah keluar di sana. Jinyoung melihat jam-nya, selalu tepat jam sembilan di hari minggu. Jihoon akan pergi berbelanja kebutuhan asrama ke pasar, Anak itu tampak gembira, sehat dan ceria. Syukurlah. Jinyoung mendesah dalam hati.

Matanya mengikuti Jihoon dengan waspada ketika dia berdiri di pinggir jalan menunggu bus untuk mengantarkannya ke pasar, dan Jinyoung mengernyit ketika bus yang penuh sesak berhenti di depan Jihoon dan anak itu masuk kedalamnya.

'Dia tidak boleh naik bus lagi.' Putusnya dalam hati, Jinyoung harus mengusahakan sesuatu. Setelah yakin bahwa Jihoon sudah benar-benar pergi, Jinyoung mengangkat ponselnya.

"Aku sudah menunggu disini," gumamnya tenang.

Tidak lama kemudian, sosok Paman Yoon keluar dengan hati-hati dari asrama, dan melangkah ke tempat parkir Jinyoung yang biasa.

Dengan sopan Jinyoung membukakan pintu dan Paman Yoon melangkah masuk.

"Dia sangat senang karena diterima di perusahaan itu." Paman Yoon memulai percakapan sambil tersenyum.

Mau tak mau Jinyoung tersenyum, membayangkan Jihoon bahagia sudah cukup membuatnya tidak bisa menahan senyum lebarnya.

"Aku senang mendengarnya, apakah dia merasa curiga? Apakah dia membicarakannya?" Jinyoung menatap Paman Yoon dengan sopan. Pria di depannya ini adalah mantan asisten ibunya yang sudah pensiun dan kemudian karena tidak mempunyai sanak keluarga, mengajukan diri untuk menunggui asrama tersebut.

Asrama ini sebenarnya adalah salah satu dari asrama milik yayasan sosial yang dikelola oleh Mrs. Bae, dan ketika Mrs. Bae menceritakan semua rencana Jinyoung, Paman Yoon menawarkan diri dengan senang hati untuk membantu. Jinyoung sangat menghormati Pria ini, hampir seperti dia menghormati Ayahnya sendiri.

"Dia sempat curiga." Paman Yoon tersenyum melihat kecemasan di mata Jinyoung , "Tapi aku sudah berusaha menghilangkan kecurigaannya itu, lagipula nilai-nilai ijazahnya memang sangat bagus jadi tidak menutup kemungkinan perusahaan-perusahaan besar bersaing memperebutkannya."

Jinyoung menjalankan mobilnya keluar dari parkirnya di bawah pohon besar itu dengan tenang, mengarahkan mobilnya menuju rumahnya, karena setiap minggu, Paman Yoon akan berkunjung ke rumahnya untuk bertemu dengan ibunya, setiap minggu itulah Jinyoung akan memanfaatkan waktu itu untuk mengevaluasi dan memperoleh informasi sebanyak-banyaknya dari Paman Yoon tentang Jihoon .

"Mungkin memang aku terlalu berlebihan, seharusnya aku menempatkannya sebagai staff biasa dulu, tapi aku tidak tahan, aku lelah melihatnya secara sembunyi-sembunyi seperti ini, aku ingin bisa berinteraksi langsung dengannya."

"Aku mengerti." Paman Yoon tersenyum penuh kelembutan, "Tetapi tidak adakah rasa takut di hatimu jika nanti Jihoon akan menyadari siapa kau sebenarnya?."

Pandangan Jinyoung menerawang ke depan, "Aku tidak tahu... aku menganggap ini semua seperti pertaruhan yang melibatkan hidup dan matiku, paman... kau tahu kan betapa aku sangat menginginkan pertemuan ini. Bisa bertatapan langsung dengan Jihoon, bisa berbicara langsung, aku sangat menginginkan pertemuan ini... sekaligus takut... karena jika Jihoon sampai mengenaliku... maka selesailah sudah semuanya."

Paman Yoon mengamati sosok disampingnya itu. Jinyoung sedang berkonsentrasi menyetir, pandangannya lurus ke depan dan tidak menyadari kalau diamati, Paman Yoon sudah mengenal Jinyoung sejak lama, karena dia sudah menjadi asisten Mrs. Bae sejak Jinyoung masih kecil.

Unforgiven Hero : Deepwink ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang