"Selamat pagi." Jinyoung menyapa lembut ketika Jihoon membuka matanya, sudah hampir setengah jam yang lalu Jinyoung bangun. Tetapi tidak bergerak dari ranjang.
Dia berbaring miring di sana, bertumpu di sikunya dan memandang istrinya yang sedang tertidur pulas di sampingnya. Jinyoung suka memandangi Jihoon, dia bisa melakukannya berjam-jam tanpa bosan. Dan kesadaran bahwa sekarang sebagai suami Jihoon dia bisa melakukan itu, membuatnya bahagia.
Jihoon mengerjapkan matanya. Butuh beberapa lama sampai dia menyadari ada di mana dan apa yang terjadi. Ingatan tentang malam pertama kemarin membanjirinya, dan membuatnya merona malu. Jinyoung sendiri tampak tidak peduli, lelaki itu menelusurkan jemarinya ke sepanjang pinggul Jihoon dengan menggoda.
"Apakah tidurmu nyenyak?." Jinyoung menatap Jihoon dengan mesra, membuat Jihoon kehabisan kata dan hanya bisa menganggukkan kepalanya.
Jemari Jinyoung menelusuri makin berani, dan menyentuh pantat Jihoon dan bergerak semakin dalam. "Apa disini masih sakit?." Jinyoung mengusapnya lembut.
"Ah, Jihoonku yang lugu... maafkan aku karena harus menyakitimu." Napas Jinyoung agak terengah dan karena mereka berdua telanjang bulat.
Jihoon bisa melihat betapa kejantanan Jinyoung telah menegang keras lagi. Tetapi lelaki itu tampak menahan diri, dia mengikuti arah pandangan Jinyoung dan tersenyum.
"Seperti yang selalu kubilang, aku selalu mengeras kalau bersamamu. Karena kau membuatku begitu bergairah." Jinyoung mengelus pipi Jihoon dengan lembut, "Tapi hari ini kita akan menghormati hilangnya kevirginanmu dengan tidak menyentuhmu dulu."
Jihoon tersenyum, hatinya terasa hangat menerima kelembutan Jinyoung ini. Lelaki ini tampak bersungguh-sungguh dengan perkataannya, dan sejak pernikahan mereka, dia selalu diperlakukan dengan hormat dan penuh kasih.
"Terimakasih Jinyoung-ah."
"Sama-sama sayang." Jinyoung mengecup ujung hidung Jihoon dengan lembut.
"Oh ya , mengenai pulau yang diceritakan Yujin pada saat acara makan setelah pernikahan kemarin. Maafkan aku tidak membicarakan sebelumnya denganmu, sebenarnya itu akan menjadi kejutan bulan madu kita."
"Kejutan lagi." Jihoon menggumam tanpa sadar menatap Jinyoung dengan pandangan menuduh.
Jinyoung terkekeh, menarik Jihoon ke dalam pelukannya. Tubuh mereka telanjang, hangat, bahagia dan terpuaskan karena percintaan mereka semalam. Jinyoung memang ereksi tetapi dia tidak peduli. Yang utama bukanlah memuaskan hasratnya kepada Jihoon, yang utama adalah berada di dekat Jihoon, berdua dan bahagia.
.
.
.
"Pulau itu sangat indah, aku mewarisinya dari ayahku, penduduknya sebagian besar nelayan dan beberapa bekerja kepadaku. Kita bisa menikmati waktu berdua di sana, saling mengenal lebih dalam." Tatapan Jinyoung menjadi intens.
"Aku yakin, kalau kita saling mengenal lebih dalam, kita akan menyadari bahwa kita adalah pasangan yang cocok."
Pasangan yang cocok. Mungkinkah? Dia hanya orang biasa yang hidupnya serba biasa-biasa saja, dengan Jinyoung yang semua di dirinya begitu luar biasa. Jihoon melirik ke arah kejantanan Jinyoung, bahkan 'itu'nya pun luar biasa. Pipi Jihoon menjadi memerah karena pemikiran spontannya itu.
Perahu boat membawa mereka mendarat ke anjungan pulau itu. Beberapa orang tampak sudah menunggu di sana. Jinyoung membantu Jihoon turun dari kapal dan menggendongnya ketika mereka harus melalui bagian laut yang dangkal sebelum melangkah ke arah pantai berpasir yang luar biasa indahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgiven Hero : Deepwink ✔
NouvellesJinyoung harus menanggung hukuman atas dosa yang telah diperbuatnya pada Jihoon di masa lalu. Dia hanya ingin menembus dosanya pada Jihoon dalam bayangan tanpa wujud. Tetapi semuanya hancur ketika hasrat yang kuat mulai merasukinya dan menjadikannya...