***
Berita itu membuat jantung Jinyoung berdetak kencang. Jihoon hamil, Jihoon mengandung anaknya. Mereka akan punya bayi bersama. Tadi Jinyoung langsung menyetir mobilnya setengah mengebut ke arah asrama Jihoon. Dia tidak sabar ingin bertemu Jihoon, memastikan istrinya baik-baik saja, dan calon anaknya juga sehat di kandungan istrinya.
Apapun yang akan terjadi, dia akan mempertahankan pernikahan ini. Bayi itu semakin memperkuat alasannya untuk berjuang mendapatkan Jihoon kembali. Semoga Jihoon setidaknya mau memberinya kesempatan.
Hati-hati dia memarkir mobilnya di depan asrama. Beberapa mahasiswa yang lalu lalang di jalan menoleh ke arahnya, beberapa yang lain bahkan sampai tidak mampu mengalihkan pandangannya. Asrama itu memang dekat dengan kampus ternama di kota ini, sehingga banyak mahasiswa yang lewat dengan berbagai urusannya. Jinyoung memang layak untuk dilihat dua kali. Pria itu sangat tampan, sehingga menarik perhatian orang. Hari ini dia mengenakan celana jeans santai dan kemeja senada dan memakai rompi rajutan yang membungkus dengan indah badannya. Dadanya yang bidang tercetak dengan jelas di sana, rambutnya yang agak basah karena buru-buru sehabis mandi, disisir begitu saja ke belakang dengan jemarinya, membuatnya tampak semakin tampan. Pria itu benar-benar tampan.
Tetapi dia adalah pria tampan yang gugup. Langkahnya ragu sekaligus bersemangat. Seluruh kata-kata terjalin campur aduk di benaknya. Dia harus bisa meyakinkan Jihoon supaya kembali padanya. Ketika Jinyoung sampai ke depan pintu asrama, dia hendak mengetuk. Tetapi pintu langsung terbuka dari dalam, menampakkan wajah Paman Yoon yang pucat pasi.
"Jihoon pergi. Dia tidak ada di mana-mana, aku tidak tahu kapan dia pergi. Dia meninggalkan surat ini." Mata Paman Yoon membelalak panik. "Ya Tuhan, Jinyoung. Sepertinya dia mendengar percakapan kita tadi pagi dan marah karena menemukan satu kebohongan lagi."
Kepala Jinyoung seperti dihantam dengan keras menerima kabar itu, dia menerima surat itu dari Paman Yoon dan membacanya. Wajahnya pucat pasi membaca pesan singkat yang ditulis di atas kertas sederhana tersebut.
"Kau tidak akan bisa mengatur-atur kehidupanku lagi, Jinyoung-ssi. Aku akan pergi jauh, dan kau tak akan bisa menemukanku lagi."
.
.
.
Jihoon mengetuk pintu rumah Chungha, dan menunggu dengan cemas. Beberapa menit kemudian, terdengar suara langkah kaki dari dalam dan pintu dibuka.
"Jihoonie?" Chungha menatap Jihoon dan tersenyum lebar. "Kenapa kau tidak mengabari kalau kau mau datang? Aku bisa memasakkan makanan istimewa untukmu..."
"Nuna..." Ekspresi wajah Jihoon yang begitu serius membuat senyum Chungha memudar dan menatap Jihoon dengan bingung. "Berjanjilah padaku kau tidak akan mengatakan pada Jinyoung kalau aku ada disini."
"Ada apa, Jihoon?." Chungha melihat Jihoon. "Apa yang terjadi padamu?."
"Berjanjilah dulu."
Chungha melihat betapa seriusnya Jihoon. Dia menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Baiklah, aku berjanji. Ayo, masuklah dulu, aku akan membuatkan minuman untukmu."
Jihoon mengikuti Chungha masuk ke dalam rumah. Chungha membuatkan teh untuknya dan mengajaknya duduk di ruang keluarga. Sepertinya bayinya sedang tidur karena suasana rumah sangat sepi.
"Suamiku sedang keluar kota. Tugas kantor, dia baru pulang seminggu lagi. Jadi aku hanya berdua di sini dengan si kecil." Chungha menuangkan teh ke cangkir Jihoon. "Ini, minumlah dulu."
Jihoon menerima cangkir itu dan menyesapnya, merasakan keharuman mint dan melati yang menyegarkan. Chungha menatapnya dengan cemas.
"Apa kau sedang bertengkar dengan Jinyoung?."

KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgiven Hero : Deepwink ✔
Historia CortaJinyoung harus menanggung hukuman atas dosa yang telah diperbuatnya pada Jihoon di masa lalu. Dia hanya ingin menembus dosanya pada Jihoon dalam bayangan tanpa wujud. Tetapi semuanya hancur ketika hasrat yang kuat mulai merasukinya dan menjadikannya...