Chapter 26 🍁

963 125 19
                                        



***



"Kau harus makan Jihoon." Paman Yoon meletakkan sepiring makanan yang masih panas di depan Jihoon, "Ayo cobalah meskipun Cuma beberapa suap saja."

Jihoon melirik makanan di piring itu. Makanan itu enak, dan kalau dia tidak sedang pusing. Aromanya yang wangi pasti akan bisa menerbitkan air liurnya. Tetapi saat itu Jihoon merasa pusing, dan tidak ingin makan. Tetapi dilihatnya Paman Yoon menatapnya penuh harap, Pria paruh baya yang sudah seperti Ayahnya ini tentunya sudah repot-repot memasakkan makanan ini untuknya. Jihoon tidak mau mengecewakannya.

Hanya demi menyenangkan Paman Yoon, dia mengambil piring itu dan menyuap makanannya. Perutnya yang sudah seharian tidak diisini menyambutnya dengan rasa mual yang luar biasa. Tetapi Jihoon menahannya. Dia tetap menyantap makanan itu hingga empat suap, kemudian menyerah, menatap Paman Yoon dengan tatapan menyesal.

"Maafkan aku, Paman."

Paman Yoon tersenyum dan mengangguk penuh pengertian, "Tidak apa-apa, yang penting perutmu terisi."

Paman Yoon menatap Jihoon dan menarik kesimpulan, menilik dari sikap Jihoon dan pada kenyataannya Jihoon melarikan diri ke asrama ini, sepertinya Jihoon masih tidak tahu bahwa Paman Yoon ada hubungannya dengan Jinyoung. Bahwa semuanya sudah diatur oleh Jinyoung.

Paman Yoon sebenarnya sudah menimbang-nimbang untuk berterus terang kepada Jihoon, tetapi kemudian mengurungkan niatnya, sekarang ini permasalahan antara Jinyoung dan Jihoon sudah rumit, dia tidak mau menambahkan permasalahan baru di antara mereka. Lagipula mengenai hal ini, mungkin nanti Jinyoung sendiri yang akan menjelaskannya kepada Jihoon, "Bagaimana perasaanmu?."

Jihoon menghela napas panjang, "Aku baik-baik saja Paman."

"Tamumu tadi, dia ibu Jinyoung kan?."

Jihoon menganggukkan kepalanya. Ekspresinya tetap datar hingga Paman Yoon harus bertanya lagi.

"Apakah dia berhasil mengubah pandanganmu?."

Jihoon merenung. Apakah ibunya Jinyoung berhasil merubah pandangannya? Mungkin. Ibu Jinyoung memberitahukan hal baru, bahwa Jinyoung hidup dengan rasa bersalah.

Perempuan itu juga berusaha meyakinkan bahwa Jinyoung benar-benar mencintai Jihoon. Tetapi benarkah itu semua? Jauh di dalam hatinya, Jihoon menyadari masih ada perasaan hangat itu ketika mengingat Jinyoung. Tetapi ada juga kebencian yang muncul ketika mengingat bahwa laki-laki itulah yang telah menyebabkan kematian Ayahnya. Hal itu membuat Jihoon bingung dan tak tahu harus bagaimana.

.

.

.

.

Dini hari Jihoon terbangun dengan rasa mual yang amat sangat. Dia berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya. Perutnya terasa sakit dan kepalanya pening.

Dengan napas terengah dia mencuci mukanya dan melangkah gontai ke kamar, lalu membaringkan dirinya di ranjang. Pusing dan mual-mual itu apakah dia hanya sembelit atau ...... hamil?.

Oh... Astaga. Jihoon mengusap perutnya dengan gugup. Bagaimana kalau dia benar-benar hamil? Mengandung anak Jinyoung? Apa yang harus dia lakukan? Kalau dia memang benar-benar ingin kabur dan pergi menjauh, dia harus merubah semua rencananya. Kehamilan ini merupakan pertimbangan yang sangat penting. Jihoon akan susah mencari pekerjaan kalau perutnya membesar. Dan siapa yang akan menjaganya ketika kandungannya sudah terlalu besar?

Matanya nyalang menatap ke arah langit-langit kamar. Dia harus membeli testpack besok pagi, dan memastikannya dulu. Baru setelah itu dia akan memikirkan langkah selanjutnya.

Unforgiven Hero : Deepwink ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang