Chapter 28 🍁

1K 138 26
                                    



***



Jinyoung sudah mencari kemana-mana tanpa tujuan. Rasanya dia hampir gila karena tidak tahu Jihoon ada dimana, sedang apa, dan bagaimana kondisinya.

Istrinya itu sedang hamil. Demi Tuhan! Sedang mengandung anaknya, dan sekarang dia ada di luar sana entah dimana. Dengan marah dibantingkannya tangannya di setir mobilnya.

Sebegitu bencikah Jihoon pada dirinya? Kenapa Jihoon tidak mau mengerti? Jinyoung tahu dia bersalah dan penuh dosa pada Jihoon. Dia memang tak termaafkan. Tapi apa dia tidak berhak mencintai? Tidak bolehkah dia mencintai Jihoon?.

"Aku sudah melihat kondisi Jinyoung , kondisinya buruk. Dia sudah tidak datang ke kantor lagi sejak dua minggu yang lalu, yang dia lakukan setiap hari hanya berputar-putar mencari Jihoon. Dan ketika aku menengok ke rumahnya, dia tampak mengenaskan kalau sedang di rumah, dan hanya diam di kamar seperti orang gila. Mengutuk dirinya sendiri." Yujin duduk di depan ibunya dengan prihatin.

"Kita harus menemukan Jihoon untuknya, kalau tidak aku cemas dia akan benar-benar jadi gila."

"Kata supir pribadinya, dia juga selalu berkeliling setiap malam, tidak pulang, mengitari seluruh penjuru kota, mencari Jihoon." Sang Ibu memijit kepalanya yang berdenyut.

"Ibu juga mencemaskan Jinyoung. Apa kau sudah mencari informasi? Bagaimana dengan para pegawai yang mengenal Jihoon di kantor dulu?"

"Aku menanyai mereka semua. Tetapi tidak ada yang tahu di mana Jihoon."

"Bagaimana dengan Chungha? Jihoon menggantikan tugasnya bukan? Dan aku dengar mereka cukup akrab."

"Chungha adalah orang pertama yang didatangi Jinyoung." Yujin mengingat Jinyoung pernah bercerita padanya. "Tapi dia bilang Jihoon tidak datang kesana."

Kedua wanita itu bertatapan. Bingung. Mereka tidak bisa melakukan apapun untuk menolong Jinyoung. Yang dibutuhkan Jinyoung adalah kehadiran Jihoon. Hanya itu.

.

.

.

Pagi itu seperti biasanya Jihoon membantu Chungha memandikan si kecil. Sudah satu minggu Jihoon tinggal di rumah Chungha. Sahabatnya itu melarangnya pergi dulu. Dan Jihoon menerima tawarannya itu. Mengingat kondisinya tidak memungkinkan. Dia selalu merasa mual, dan ingin muntah setiap saat. Kepalanya kadang terasa pening sehingga berdentam-dentam. Dan kondisinya itu bahkan belum membaik selama seminggu tinggal bersama Chungha.

Si Kecil sudah dimandikan, dan Chungha memberinya asi. Sementara Jihoon merapikan kembali perlengkapan mandi bayi. Ketika dia membungkuk untuk meletakkan handuk ke keranjang cucian, tiba-tiba ada rasa sakit yang menjalar di perut bagian bawahnya. Nyeri luar biasa yang membuatnya mengerang sambil berpegangan ke rak handuk di sampingnya.

"Jihoon -ah?"

"Sakit sekali." Jihoon memegang perutnya yang serasa di remas-remas. Nyerinya luar biasa.

Chungha meletakkan bayinya yang sudah tertidur dan kenyang di tempat tidur bayi, dia melangkah mendekati Jihoon. "Jihoon -ah, mungkin kau terlalu tegang dan kelelahan. Berbaringlah dulu. Oh, Astaga!" Chungha memekik. "Jihoon -ah. Kau berdarah!."

Jihoon menunduk dan menatap ke bawah. Dia memakai celana selutut hari ini , tampak cairan merah yang mengalir turun melewati betisnya, sampai ke kaki.

"Aku akan menelepon Jinyoung!." Chungha meraih ponselnya, Jihoon mengerang, mencoba mencegah Chungha.

Unforgiven Hero : Deepwink ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang