"Rinjani." Dia menyebut nama gue sambil tersenyum dengan senyuman khasnya yang menjadi candu gue bertahun-tahun lamanya.
——————————————————
"Ak- Aksara" Setelah termangu beberapa waktu akhirnya nama itu terucap kembali.
"Iya,Rin. Apa kabar?"
Aksara menghampiri gue dan berdiri dihadapan gue. Lantas gue langsung berdiri untuk menyamainya.Gue hanya mampu menatap kosong sosok yang ada didepan gue sekarang. Terlalu tiba-tiba dia datang ke hadapan gue. Your'e just ruin the situation, Aksara.
Pikiran gue campur aduk. Banyak pertanyaan yang ada di kepala gue. Kenapa Aksara tau gue disini dan kenapa Garry kenal sama Aksara. Ruwet pikiran gue.
Rencananya tadi mau chill malam-malam, malah dihadirkan sosok ini dihadapan gue. Aduh, sakit tiba-tiba melanda perut gue. Tuman gue kalo ngerasa deg-degan atau nervous pasti gini. Garry yang tadi di belakang gue kehadirannya sudah tiada.
"Gue mau ngomong sama lo.I want to explain everything I need to explain."
"Apa yang harus lo jelasin?" Ucap gue sambil menggulung kabel earphone dan memasukannya ke dalam kantung jaket.
"About that farewell-party night"
Muka gue mengkerut terheran-heran,bukan maksud pura-pura tidak tahu. Tapi kenapa harus menjelaskan tentang malam itu yang notabene nggak ada hubungannya sama sekali sama gue.
"Apa hubungannya sama gue?, Nggak ada kan. Jadi nggak ada yang perlu dijelasin. Kalo nggak ada yang mau lu omongin lagi gue ngantuk mau tidur." Gue berbalik badan menuju ke dalam tenda dan Aksara tiba-tiba bersuara.
"Dibawah pohon itu, harusnya lo yang menjawab pertanyaan gue. Lo harusnya yang mendengarkan nyanyian dan puisi gue."
Gue tertegun tanpa berbalik badan, mendengar ucapan Aksara yang diluar ekspektasi gue. Tapi gue melanjutkan kegiatan gue yaitu membuka resleting tenda.
"And....she's my cousin"
Seperti ada bom yang meledak di hati dan pikiran gue.
'jadi selama bertahun-tahun lamanya gue cuma salah paham'
—————————————————
Aksara you did it. Lo sukses buat gue nggak bisa tidur semalaman. Tuman gue kambuh, jadi tidur gue grasak-grusuk mikirin yang tiba-tiba lo omongin. Alhasil, gue bangun paling pagi dengan mata panda dan muka yang kucelnya nauzubillah.
Sekarang jam 6 pagi, udara pagi di Suryakencana cukup dingin. Harap-harap cemas semoga nggak ketemu dulu sama Aksara. Semua fakta itu terlalu di luar ekspektasi gue. Selama ini gue hanya menganggap kalo Aksara suka sama gue itu cuma mimpi. Tapi ternyata kenyataan nggak selalu pahit. Pradnya sepupunya Aksara. Itu make sense sebenernya, tapi gue langsung memutuskan bahwa malam itu Pradnya di tembak sama Aksara. Well, ada kenyataan lain yang membuat hati gue mengganjal. Gue nggak akan bisa bersatu sama Aksara, karena Abang gue Ganesh pacaran sama Pradnya.
MAPALA Cakra Buana akan pulang nanti siang sekitar ba'da dzuhur. Gue memutuskan untuk jalan-jalan keliling Alun-alun Suryakencana ini. Tibalah gue disatu sudut yang tidak ada tenda yang didirikan sama sekali. Kangen sama udara yang murni udara, nggak kecampur sama polusi.
"Ada waktu nggak Rin?" Suara itu lagi.
Tanpa menengok ke sumber suara gue mengiyakan permintaannya.
"Ada, silahkan aja" dia duduk di samping gue dengan hati-hati.
"Apa kabar?, Soalnya kemaren lo belom jawab pertangaan gue"
"Itu pertanyaan kirain basa-basi doang. Baik Alhamdulillah. Lo sendiri?"
"Beberapa tahun lalu sampai sekarang masih sama. Belom terlalu baik. To the point aja. Lo inget waktu gue bilang ada perempuan yang bisa membuat gue bangkit lagi, perempuan itu lo. Semenjak workshop itu gue tau ada yang beda dari lo, gue frustasi karena nggak mengingat wajah lo sama sekali."
"Sampai akhirnya gue ingat bahwa perempuan itu lo, 3 bulan sebelum farewell-party sekolah dari Garry. Dia nggak sengaja mem-posting foto lamanya di Path, foto di Klub Karate. Gue kerjasama sama Pradnya untuk melakukan eksekusi penembakan ke lo. Gue tau, lo pasti bertanya-tanya kenapa Pradnya yang gue nyanyiin. Pradnya gue suruh gladi bersih, seolah-olah itu ada lo. Nggak mungkin gue nyuruh lo buat gladi bersih."
" Malam itu, gue nggak menemukan lo dimana-mana dan akhirnya tengah malam gue ketemu Ranu. Gue dihajar abis-abisan sama dia, karena buat lo nangis dan kecewa. Gue mengaku gue salah, cara gue mau menyampaikan tujuan gue sangat abu-abu dan mendadak. Cuma gue dan Pradnya yang awalnya tau, tapi nggak tau gimana Ranu tau." Aksara menceritakan semuanya dengan pembawaannya yang santai, nggak memojokkan pihak manapun
Gue mulai angkat bicara. "Itu karena Ranu suka sama gue."
"Udah gue duga. Dan selama bertahun-tahun gue mencari keberadaan lo. Info terakhir yang gue denger lo ada di Banda Neira. Gue langsung nyusul lo kesana tapi nihil. lo udah pergi. Tapi gue yakin, kalo emang kita takdir pasti bakal ketemu lagi."
Udara sudah mulai menghangat, apakah hati gue juga ikut menghangat mendengar semua penjelasan Aksara?. Kenapa gue harus bersikap kayak gitu semalam, salah apa dia. Gue yang terlalu pasif sama perasaan gue sendiri.
"Dan...dan gue udah baca semua surat lo. Gue merasa sangat bersalah ketika gue baca bagian 18. Isi surat itu cukup buat melambangkan betapa sakit hati lo. Gue minta maaf Rinjani. Membuat lo dalam keadaan begini selama bertahun-tahun."
"Lo dapet surat itu darimana?"
"Dari ibu"
"Ibu? Kok bisa."
"Setelah malam itu, gue langsung kerumah lo sehabis pulang dari Bogor. Pas gue datang lo masih tidur dan ibu lo cuma ngasih gue kotak surat itu. Katanya 'Selama bertahun-tahun,perasaan anak ibu cuma bisa disampaikan lewat surat tanpa diberikan ke orang yang bersangkutan. Ini waktunya surat ini berpindah tangan'."
Gue menghela nafas panjang. "gue juga mau minta maaf sama perlakuan gue semalem, nggak seharusnya gue bersikap kayak gitu ke lo. Maafin gue yang terlalu pasif sama perasaan. Bagus deh ibu kasih surat-surat itu ke lo, biar uneg-uneg gue selama ini ilang. Huft, akhirnya clear juga."
Gue menjabat tangan Aksara sebagai tanda terima masalah sudah clear. Dan tentu dibalas dan ditambah bonus senyuman candu itu. Jujur perasaan itu masih sangat ada didalam hati gue ini. Tapi untuk selanjutnya biar Allah yang ngatur. Karena rencana-Nya nggak pernah mengecewakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
rendezvouz [SELESAI]
General FictionHarus berhati-hati dengan pikiran logis dan perasaan hati. Itu yang harus dijalani Rinjani Satyarana Kinnas dalam proses melupakan seorang laki-laki, Aksara L. Agara Putra yang merupakan cinta lama dan pertama Rinjani. Di sisi lain ada seorang laki...