Schwanken

37 5 0
                                    

"Apa kita nggak terlalu muda untuk hal semacam ini?" Gue bertanya kepada Ranu.

"Aku cukup yakin untuk ini Rinjani. Waktu itu kamu ingat kan, aku bilang ke kamu kalau aku mau menginap di rumah Aryoga." Gue hanya mengangguk kepala pelan. "Itu cuma alibiku supaya kau bisa balik ke Indonesia untuk izin ke orang tua-mu. Bermaksud ingin berniat baik melamar kamu."

"Oh, jadi waktu itu lo balik ke Indonesia. Terus lo tahu nggak abang gue kesini?"

"Iya, aku tahu. Tapi kalau kamu tanya tentang abangmu ngapain disini, entahlah aku juga nggak tahu." Jawab Ranu santai sambil mengedikkan bahu. "Bagaimana?, Tentang pertanyaanku tadi?"

Baru mencair suasananya. Sudah tegang lagi. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya keputusan gue sudah final. Ibu bilang apapun keputusan gue insya allah itu yang terbaik.

"Maaf Ran, gue nggak bisa. Gue menganggap lo kayak saudara gue sendiri, kakak gue sendiri. Dan menurut gue, gua nggak sepantasnya bersanding sama cowok kayak lo. Lo terlalu sempurna buat gue." Ucap gue to the point, mungkin perkataan gue barusan bakal bikin Ranu sakit hati.

Terlihat jelas raut wajah Ranu berubah menjadi tidak enak. Dan lima detik setelah jawabn gue yang bikin nggak enak hati, reaksi pertama Ranu adalah helaan nafas panjang.

"Masih Aksara?" Ucapan pertama Ranu yang membuat gue kaget. "Apa 3 tahun ini nggak cukup buat kamu lupain dia?, Trauma Healing kamu buat apa?, kamu pergi ngasing ke Ambon, dan sekarang disini?." Ucap Ranu yang seolah-olah memojokkan gue.

"Ranu, gue minta maaf. Kalo gue disuruh milih gue nggak akan milih cinta sama dia kalau begini akhirnya. nggak akan gue disini kalau bukan gara-gara dia. Asal lo tahu, gue juga capek Ran berusaha untuk move on. 3 tahun mungkin belum cukup buat gue move on dan tiga tahun itu juga bukan waktu yang singkat Ran. Gue nggak ngerti Ran. Gue capek!." Gue segera pergi meninggalkan Ranu.

1 tahun terakhir ini gue jarang banget yang namanya nangis. Tapi untuk saat ini gue terlalu egois kalau gue nggak mau mengeluarkan air mata ini. Perlahan bulir air mata gue jatuh. Gue nggak ngerti kenapa Ranu mengajukan pertanyaan kayak tadi. Hati gue mencelos kalo ditanya soal perasaan, move on, dan semacamnya. Lantas gue keluar dari restoran tersebut dan berjalan tak ada tujuan. Setelah 15 menit berjalan gue memutuskan untuk duduk di pinggir danau.

Perasaan gue saat ini campur aduk. Gue nggak paham masalah gue sendiri. Sebentar lagi gue ke Indonesia gue mau curhat ke Ibu. Gue mau kangen-kangenan sama ibu. Mungkin tugasnya bakal selesai agak telat.

"Aaarrghhhhhh!. SHIT. Kenapa gue masih punya perasaan sama dia. Kenapa susah banget buat gue ngelupain. Aksara lo, arrgghhh!" Gue teriak sambil meracau nggak jelas sama danau. Dan jam-jam setelahnya gue cuma melamun.

"Perempuan nggak baik masih diluar di jam begini." Tiba-tiba ada yang menginterupsi lamunan gue. Otomatis gue menoleh ke arah suara tadi. Suaranya gue kenal. Ranu. Lagaknya gue mulai malas ngelihatnya. Gue nggak menanggapi perkataannya dan kembali pada lamunan tadi.

Kursi panjang tempat gue duduk agak berdecit, tanda ada yang mau menempatinya. Ranu yang duduk sebelah gue. "Maafin gue ya. Gue nggak bermaksud untuk memojokkan lo dengan pertanyaan gue tadi, tentang move on. Maksud gue adalah biar lo sadar sebenarnya perasaan lo gimana dan masih buat Aksara atau nggak. Jujur, gue sedikit kecewa dengan jawaban lo tadi. Tapi gue sudah siap mental apapun jawaban lo, walau itu menyakitkan sekali pun. Mmmm, Kalau lo kepo kenapa gue milih lo buat dilamar, lo alternantif soalnya." Gue bereaksi dengan mata melotot hampir copot dan mengepalkan tangan hampir menonjok Ranu.

"Sial lo!"

"Nggak gue bercanda doang, gue shalat istikharah. Minta sama Allah apa yang terbaik diantara dua perkara itu. Antara melamar lo atau nggak. Dan Alhamdulillah yang datang kemimpi gue itu lo selama 3 hari berturut-turut. Untung yang datang lo."

"Emang siapa lagi selain gue?" Ucap gue sambil menengok ke arahnya.

"Miranda Kerr"

"Miranda Kerr. Ahahhahahaha. Ngakak gue sampe ubun-ubun. Agak susah ya Miranda Kerr. Ahahahahhaha." Gue tertawa terpingkal-pingkal dan Ranu hanya melihat gue tertawa seheboh itu. Akhirnya Gue pun mulai angkat bicara. Kali ini serius.

"Mmm,Ran. Gue juga minta maaf sama lo sekali lagi. Jujur gue belum bisa membuka hati gue lagi. Mungkin gue terlalu egois. Tapi kenyataannya memang belum bisa. Pengaruh Aksara di kehidupan gue terlalu banyak. Walaupun dia nggak pernah tau kalau gue cinta sama dia. Mencintai sepihak memang nggak enak ya Ran."

"Gue ngerti, membuka hati untuk seseorang yang baru memang susah. Ya kayak sekarang contohnya gue masih setia jatuh hati sama lo susah buat buka hati untuk orang lain. Memang. Apapun yang dirasakan secara sepihak memang nggak enak apalagi perihal cinta." Ucap Ranu sambil memberikkan segelas kopi hangat merk terkenal dari samping kiri tangannya.

"Thank You. Ran, mau gimana pun lo harus mikirin hidup lo kedepannya gimana. Gue takut disaat memang gue benar-benar nggak bisa buka hati buat lo, lo bakal sakit hati walaupun sekarang lo bilang lo kebal atau apapun itu." Gue memegang gelas kopi itu dengan kedua tangan untuk mencari kehangatan dalam malam yang mulai dingin. Ranu hanya melihat ke arah depan seolah tidak mau melupakan perasaannya ke gue.

"Gue harap kita masih bisa sahabatan ya Ran. Gue nggak mau setelah kejadian tadi bikin kita berdua jadi canggung. Gue nggak mau itu. Oke"

"Lusa ke Hallstatt sama gue." Ucap Ranu setelah mengesap kopi ditangannya.

"Dih?" Respon gue dengan raut muka gue bingung. "Bercanda ya lo!, Gila Hallstatt bukan lebak bulus atau rawa mangun loh ini Ran."

'Weh gila Hallstatt coy, impian gue dari dulu buat kesana. Kayaknya Ranu abis kepentok kepalanya atau jangan jangam dia sakit hati gara-gara gue tolak. Terus dia jadi sakit jiwa ngajakin gue ke Hallstatt.'

"Lo harus ikut gue ke Hallstatt. Ayo balik."

Gue segera beranjak dari kursi tadi dan mengikuti Ranu menuju mobilnya yang terparkir di pinggir jalan.

"Lo nggak keberatan kan kalau gue masih tetap menyimpan perasaan gue ke lo?" Ucap Ranu sambil menyalakan mesin mobil.

"Terserah lo tapi usahakan jangan 'terlalu' ya. Dan gue cuma bisa nge-treat lo selayaknya sahabat merangkap saudara untuk saat ini."

'Ya Allah pilihanku sudah tepat kan. Aku memang belum bisa membuka pintu hatiku untuk orang lain saat ini.'



rendezvouz [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang