+628129028xxxx
"Apa kabar?"
––––————————
Pesan dari nomor tidak dikenal masuk. Gue memutuskan untuk tidak membalas dan segera masuk ke pesawat. Semoga disana gue nggak akan ketemu sama Aksara. Gue memutuskan untuk nggak ketemu sama dia lagi. Rencana gue gue akan ke rumah dulu. Dan baru memulai perjalanan setelah beberapa hari. Waktu Mr. Munich kasih mana aja yang harus gue datangi, gue kaget ngelihat tanggalnya. Pokoknya total perjalanan gue itu 1 tahun keliling Indonesia. Iya 1 tahun. Bukan 1 bulan.
Katanya beliau, biar gue bisa lebih tahu tentang indonesia satu persatu. Dalam hati gue, tugas kuliah macam apa ini. Kuliah yang lain terbengkalai dong. Kuliah gue ke-gap. Berarti S2 gue jadi 4 tahun, itu kalo tepat waktu.
-
Indonesia
Akhirnya gue sampai lagi di indonesia. Rasanya tuh bahagia banget. Kepulangan gue ke Indonesia disambut oleh keluarga gue. Minus Kak Ganesh, karena dia belum balik kesini masih betah itu orang berduaan sama Pradnya di Salzburg. Kak Ganesh belum tau kalo gue tau dia pacaran sama Pradnya. Sial, kenapa Pradnya coba. Lo nggak ngerti perasaan gue apa Kak.
Ya, Kak Ganesh ternyata nyusul Pradnya ke Austria. Beberapa hari yang lalu Adhisa nge-contact gue dan ngasih tau hal ini. Gue nggak tau mereka ngapain aja selama disana.
Dari Bandara menuju rumah nggak memakan waktu yang lama. Cuma sekitar satu jam—kalo nggak macet—. Tibalah gue dirumah saksi bisu semua peristiwa yang pernah gue alami. Senang maupun duka. Gue langsung ke halaman belakang buat duduk duduk cantik melepas penat terbang 18,5 jam. Ayah datang menghampiri gue.
"Dek, kamu kurusan." Ucap ayah.
"Ah, enggak tau yah, ayah aja yang udah nggak lihat aku lumayan lama." Ucap gue sambil ngemil kacang kribo.
"Dek, ayah boleh tanya?"
"Boleh dong. Nanya apa Yah?"
"Kamu gimana sama Ranu?. Waktu itu dia izin kesini buat ngelamar kamu, dia bilang ke ayah bahwa dia serius sama kamu."
Ayah dan ibu memang belum tahu tentang kelanjutan usaha Ranu melamar gue. Sengaja karena gue mau bilang secara langsung. Rencananya gue mau bilang hal ini besok. Eh, udah ditanyain Ayah.
"Hmmm" gue geleng-geleng kepala. "Rinjani udah anggap Ranu itu saudara Rinjani sendiri. Jadi, Rinjani nggak bisa terima dia. Maaf ya, Yah"
"Maaf ?,Semua keputusan kan balik lagi ke kamu. Jadi, buat apa kamu minta maaf. Sini peluk ayah"
_____________________________________Reaksi ibu waktu kemarin gue kasih tau tentang Ranu sama seperti ayah. Gue bersyukur banget punya orangtua kayak ibu sama ayah. Sekarang gue lagi otw ke stasiun buat menuju destinasi pertama. Bawaan gue nggak begitu banyak. Cuma keril 60L buat kebutuhan gue selama keliling indonesia. Itung-itung jadi nekad traveller.
Destinasi pertama gue adalah TNGGP (Taman Nasional Gunung Gede Pangrango). Disana gue tentu nggak sendirian. Gue bareng MAPALA Universitas Cakra Buana. Gue kenal ketua MAPALA itu, jadi gue ikut aja daripada sendirian.
Dari jarak 20 meter gue melihat sekelompok mahasiswa berflanel hijau, memakai topi rimba dan celana coklat muda khas pendaki gunung. Pasti itu MAPALA Cakra Buana.
"Rin. Rin sini!" Kata seseorang yang memakai pakaian berbeda dari anggota MAPALA lainnya.
"Eh, iyaa!" Gue melambaikan tangan dan bergegas menuju kesana. Dia adalah Garry. Sahabat gue selain Ranu. Dia adalah sahabat gue dari kecil, gue kenal dia dari klub karate deket rumah. Waktu itu umur gue masih 10 tahun dan dia 12 tahun. Well, dia itu kating di MAPALA ini.
"Apa kabar lo ger?, Gila udah lama banget gue nggak ketemu sama lo!"
"Baik. PERHATIAN!, Kenalin ini Rinjani. Dia bakal ikut kita di perjalanan ini. Anggap dia sebagaimana lo semua anggap gue."
"Halo semua."
"HAI"....."HAI, KAKAK CANTIK"....."HAI CALON ISTRI".
" Nggak usah panggil gue kakak, kita seangkatan."
Iya mereka baru masuk S1 gue baru masuk S2.
Itu segelintir jawaban mereka. Hih, geli aku bah. Garry menyuruh anggotanya jalan terlebih dahulu. Kami berdua menyusul, sebagai sweeper.
"Ger, lebay lo. Gue jadiin sweeeper aja. Lah lo kan harusnya didepan sebagai ketua. Malah jadi sweeper sama gue."
"Gapapa. Gue lagi bosen mimpin jalan, ada panitia lain juga didepan. Lagi pula ini bisa jadi latihan mereka navdar buat nentuin jalan, walaupun jalannya udah tersedia dan juga belajar buat jadi ketua. Suatu saat nanti kan gue juga bakal lengser jadi ketua, jadi biar ada yang benar-benar bisa gantiin gue."
"Make sense. Mereka ini maba kan?. Bukannya harus di bimbing dulu ya"
"Iya, biasanya mereka yang ikut MAPALA dari jaman mereka masih anggota SISPALA udah punya bekal buat materi kayak gini. Karena materi ini termasuk materi dasar."
"Kalo bukan SISPALA dulunya, gimana?"
"Mereka yang bukan SISPALA sih udah inisiatif belajar dari anak yang dulunya SISPALA."
Setelah berjalan cukup lama sampailah kami semua di Alun-alun Suryakencana. Disana gue dqn yang lain akan menginap selama satu malam. Disini yang cewek nggak cuma gue doang, ada dua anggota MAPALA yang cewek juga. Namanya Salma sama Fira. Gue bakal satu tenda sama mereka.
Hari semakin sore, agenda MAPALA malam ini adalah malam tukar pikiran atau sharing. Gue dikasih tau sama si Garry. Di agenda ini gue juga di suruh sharing juga, apapun itu.
Hari sudah malam dan lampu tenda disatukan menjadi seperti lampu sorot. Kenapa tidak api unggun, karena melihat kejadian kembang api di masa lalu yang membuat kebakaran dan kebisingan kami semua ingin meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
"Oke, kawan-kawan. Acara malam ini adalah malam tukar pikiran atau sharing. Rinjani, silahkan." Ucap Garry.
"Assalamualaikum"
"WAALAIKUMSALAM"
"Di kesempatan kali ini gue bakal menyampaikan maksud dan tujuan gue ikut dalam kegiatan ini. Jadi ini adalah serangkaian tugas—paksaan—kuliah gue, yang dimana gue harus mengelilingi negara asal gue. Indonesia. Sebagai mahasiswa internasional gue terpilih untuk tugas ini. Oh iya gue kuliah di University Of Salzburg, Austria. Kalo dibilang enak sih nggak juga karena matkul yang lain ketinggalan dan S2 gue kemungkinan tertunda. Nggak tau juga sih gimana..."
Gue ceritain semuanya ke para maba ini. Gue cerita sekitar 15 menitan dan waktu istirahat datang. Gue memutuskan untuk chill sebentar didepan tenda.
Semoga setahun disini gua bisa sangat sangat enjoy. Gue masih belom dengar kabar Aksara. Dia dimana sekarang ataupun sama siapa sekarang. Well, a little curious actually. Kenapa taburan bintang di langit selalu membuat gue deja vu ke malam itu. Gue menikmati malam dengan mendengarkan musik dengan earphone.
Aku ingin dirimu
Yang menjadi milikku
Bersamaku mulai hari ini
Hilang ruang untuk cinta yang lainSeparuh jalan pernah dilewati
Meski ada kecewa
Aku yang dulu tak begitu lagi
Takkan ku ulangi
Jangan duluan kau berpaling
Beri ku kesempatanLagu Adu Rayu yang dinyanyikan tiga penyanyi yang punya ciri khasnya masing-masing ini berhasil mengobrak-abrik perasaan gue malam ini. Andai orang yang gue targetin bilang kayak gitu ke gue. Kan jadi enak.
"Rin, ada yang nyariin lo tuh!" Ucap Garry yang tiba tiba datang dari arah belakang sambil menunjuk salah satu sudut didepan gue. Gue melepas earphone.
"Siapa?"
Gue termangu melihat sosok yang dimaksud Garry.
"Rinjani." Dia menyebut nama gue sambil tersenyum dengan senyuman khasnya yang menjadi candu gue bertahun-tahun lamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
rendezvouz [SELESAI]
General FictionHarus berhati-hati dengan pikiran logis dan perasaan hati. Itu yang harus dijalani Rinjani Satyarana Kinnas dalam proses melupakan seorang laki-laki, Aksara L. Agara Putra yang merupakan cinta lama dan pertama Rinjani. Di sisi lain ada seorang laki...