Zweite Reise

35 5 0
                                    

"Rinjani!" Aksara meneriaki nama gue dari kejauhan. Gue yang udah siap dengan menggendong keril, menengok kebelakang.

"Whut?" Aksara lari dari tempatnya tadi menuju tempat gue berdiri.

"Lo mau jadii..."

" Wait. kalo jadi pacar, gue nggak mau."

"Kadang terlalu percaya diri itu nggak baik. Lagi pula gue udah ada calon kok"

"Oh, terus apa?"

'Calon ya...'

"Kita masih jadi kawan kan?"

"Yailah kirain apaan. Maunya masih apa nggak?"

"Ya masih lah. Nih" ucap Aksara sambil menyodorkan handphone-nya.

"Buat gue?"

"Tingkat kepekaan lo emang belom nambah?. Nomor lo bambang"

"Orang itu kalau menginginkan sesuatu harus jelas dan spesifik. Kalo kata Genie di Aladdin There is a lot of grey area in make me a prince." Ucap gue sambil mengetik nomor handphone.

"Iya, maaf Princess Just-mine, eh Jasmine. Hampir lupa. Mau ngasih ini" setelah gue mengembalikan gawai miliknya, ia memberikan sebuah kertas agak tebal seperti Hardcover pada buku. Tertulis di halaman paling pertama bercetak tebal

Engagement
Of

Arania Ilyana
&
Aksara L. Agara Putra

'You make all this too clear for me, Aksara'

"Dateng ya, Rin." Ucapnya dengan santai.

"Emm. Di-di-usahakan.Gue pergi. Assalamualaikum"

'Ikhlaskan dia Rinjani, lo udah janji sama Allah'
__________________________

Setelah kepulangan dari TNGGP, Aksara dan gue memutuskan untuk menjadi kawan kembali. Benar-benar kawan. Dan kejutan lagi dari Aksara. Selanjutnya gue bakal ke salah satu Air terjun yang ada di Sukabumi.

Saat ini gue dalam perjalanan menuju Air terjun Lontar. Kali ini gue sendirian dalam trip ini. Nggak ada Garry dan yang pasti nggak ada Aksara. Ke air terjun ini harus treking sebentar, dari kejauhan sudah terdengar suara gemericik air yang jatuh.

Sampailah gue di air terjun ini. Suasananya nggak terlalu ramai cuma ada tiga orang yang sepertinya cuma singgah sebentar disini, soalnya ini bukan high season.

Maunya sih ala-ala video klip Adu Rayu, tapi ini lebih dari apa yang gue bayangkan. Keril langsung gue taruh di batu besar sebelah gue. Gue gulung celana quick-dry sampai lutut dan kemeja sampai siku. Langsung gue basahi kaki dan tangan dengan air yang sejuk ini. Beberapa menit gue melamun, bukan Aksara yang menggangu pikiran gue saat ini. Auriga-lah yang berkecamuk dalam pikiran gue.

Auriga ialah tokoh fiktif paling sempurna ciptaan Naimah Nur aini dalam novel Jarak Antarbintang. Kalau kalian mau baca lebih lanjut betapa sempurnanya sosok Auriga Bintang Septario kalian bisa beli bukunya di toko buku kesayangan kalian. Gue sih udah punya sebagai bala-bala Auriga garis keras.

Nggak lama gue langsung menuju saung di pinggir Air terjun dan mengeluarkan buku catatan buat menulis semua yang gue dapatkan disini. Sehabis dari sini gue akan singgah sebentar di kampung halaman gue. Solo. The spirit of Java. Rencananya gue bakal ke Keraton Kasunanan Surakarta, Ke Alun-alun Kidul, Ke Museum Colomadu, Pasar Triwindu, Panti Asuhan dan yang pastinya ke rumah nenek gue.

_________________________________________

Sekarang gue sudah sampai di Stasiun Solo Balapan, bau harum wingko babat menyeruak mengusik indra penciuman gue. Sebelum ke rumah nenek alangkah baiknya gue beli wingko babat dulu. Masa bertamu nggak bawa apa-apa. Gue langsung menghampiri penjual wingko tersebut.

"Buk. Niki pinten" gue mengambil 2 tas wingko babat yang familiar buat gue, yang ada gambar keretanya. (Bu. Ini berapa)

"Niki setunggal tigang doso, Cah Ayu" (Ini satu tiga puluh ribu, cantik)

"Oh, nggih buk." Gue mengambil selembaran lima puluh ribuan dan sepuluh ribuan. (Oh, Iya bu)

"Matursuwun nggih" (terimakasih ya)

"Nggih" gue bergegas menuju rumah nenek di daerah Banjarsari. Cuaca Solo hari ini agak kurang bersahabat, angin agak kencang dan awan mendung yang mengiringi perjalanan gue kali ini. Biasanya setiap ke Solo pasti sama Ibu bapak. Jadi kangen.(Iya).

Sampailah gue di rumah nenek gue. Masih persis sama seperti dulu. Halaman  depan yang ditanami rumput dan bunga matahari, dan di sebelah barat rumah terdapat tanaman hidroponik dan pohon jambu air hasil cangkokan dari pohon jambu air di rumahku. Rasanya enak, asam manis.

"Assalamualaikum, Mbah" gue mengetuk pintu utama yang bergaya vintage berwarna biru muda. "Assalamualaikum".

"Waalaikumsalam, sinten nggih" samar-samar dari dalam terdengar suara Mbah putri ku.(Siapa ya)

Ngeeekkk...

"Lho, Rinjani ning Solo ora ngabari". ucap nenek sambil membetulkan ikatan rambutnya.(loh, Rinjani di Solo nggak ngabarin)

"Nggih mbah, cuma sebentar disini jadi nggak ngabari"

"Oalah, gitu. Kamu mandi, makan terus istirahat ya"

"Ya, Mbah"
_____________________________________

Gue punya kavling kamar kalo disini, kamar tepat di samping kamarnya nenek. Kamarnya pw parah jendelanya besar menghadap langsung halaman depan.

Aksara memang hebat dalam masalah memberikan kejutan. Kejutan-kejutannya memang tidak biasa. Gue cuma tidur-tiduran dan ngeliatin langit-langit kamar. Tiba-tiba kandung kemih gue penuh alias kebelet. Gue keluar kamar menuju kamar mandi di belakang dekat dapur.

"Ahh, lega"

Saat gue mau membuka pintu kamar nenek memanggil dari arah ruang tamu.

"Rin.."

"Iya Mbah"

"Sini, mbah mau ngomong". Gue langsung menghampiri dan duduk di sofa samping kursi goyang nenek."ono opo, Rin".(Ada apa, Rin)

"Nggak apa-apa mbah"

"Jenenge seneng kui ono umure. Koyo to mati. Yen wes entek umure, rasah mbok getuni. Ikhlash wae, insya Allah Allah bakal paringi ganti sik luwih apik". (setiap cinta ada umurnya. sebagaimana kematian. Ketika sudah habis umurnya, tak bisa lagi diperpanjang. Iklashkan saja, Allah pasti ganti yang lebih baik).

Skak mat. Nenek gue sudah seperti peramal saja. Padahal gue cuma sekali menceritakan tentang Aksara dan itu juga sebelum gue lulus SMA. Memang waktu itu nenek paling nggak bisa kalo ngeliat gue nangis.

"Iya, mbah"

"Nangis wae, Rin"

"Aku nggak perlu nangis lagi, Mbah. Udah kebal." Sambil tersenyum gue beralih menuju kamar.

'Nggak sudi gue air mata gue, gue buang-buang lagi buat semi fuck-boy macem dia'







rendezvouz [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang