Kedua mata Feyla terbuka dengan tenang sekaligus waspada ketika ia merasakan bahwa dirinya tak lagi sendiri di ruang tamu rumahnya ini. Sebuah buku dengan halaman tengah terbuka diatas pangkuannya. Dilihat dari warna kertas dari buku tersebut kekuningan karena jamur, buku itu pasti telah melewati masa-masa kejayaannya. Punggungnya bersandar pada sofa ukuran satu orang yang berwarna krem kusam. Masih beruntung kayu jati pada sofa-sofa yang ada di ruang tamu itu tidak termakan oleh rayap maupun waktu.
Kedua mata Feyla secara sengaja tak menatap kearah seseorang yang baru saja muncul dan membuat ruang tamu tersebut diliputi rasa sepi. Kedua matanya terbuka menuntut atas kalimat yang akan orang itu katakan.
"Aku tak menyangka kau dapat tidur siang. Bukankah kau tidak?"
Feyla kembali memejamkan kedua matanya setelah telinganya mendengar pertanyaan tidak penting dari mulut lawan bicaranya itu. "Jauh lebih baik daripada mengurus omong kosong mu, Richard." Sahutnya dingin.
Pria jangkung bernama Richard tersebut duduk di salah satu sofa di hadapan Feyla dan mendengus sebal. "Setidaknya bersikap baiklah padaku, karena aku memiliki kabar yang mengejutkan untukmu. Kau penasaran?" Pancing Richard mempertunjukkan seringainya.
Feyla bergeming tak mengeluarkan suara. Richard gagal memancing rasa penasaran gadis itu. Tapi, ia yakin apa yang ia ucapkan selanjutnya akan membuat gadis itu terkejut.
Richard mempertahankan seringainya dan menghempaskan topi yang terpasang rendah menutupi mukanya kearah sofa disebelahnya. Wajahnya yang memiliki rahang tegas dan mata tajam berwarna merah mulai terlihat sejak topi lusuh itu pergi meninggalkan tempat bertenggernya. "Apa kau tahu kalau John telah mengetahui tentang dirimu?" Tanya Richard berharap Feyla terpancing. Namun, tidak. Richard pun melanjutkan. "Aku tak ingin malaikat-malaikat yang ada di atas tahu tentang kita dan rencana kita. Ayo kita lakukan kegiatan kita seperti biasa. Kita harus melenyapkan John untuk menjaga rahasia kita."
Feyla membuka kedua matanya yang dengan langsung menatap Richard melalui ekor matanya. "Aku sangat ingat dengan pasti akan denganku sendiri dan itu tidak ada hubungannya dengan John. Daripada menganggur, coba saja kau melakukan tugasmu seperti biasa. Untuk seorang malaikat maut, kau terbilang cukup santai." Sindir Feyla sekaligus menentang usulan dari Richard.
Tawa Richard menggelegar dan tak lama kemudian tawa itu mereda. Ia merasa ucapan Feyla sangatlah konyol. "Jangan bawa-bawa pekerjaanku kedalam pembahasan ini. Yang saat ini kita bahas adalah mengenai pembalasan dendam mu. Kau pikir aku tidak tahu mengenai John, huh? Aku sangatlah tahu bahwa John adalah anak dari Felin, cinta pertamamu," jeda Richard lalu menegaskan kembali. "Anak dari Ferry Knightley."
Feyla menutup buku di pangkuannya dengan keras sehingga menyebabkan debuman yang menggema di ruang tamu itu. "Omong kosong. Dendamku ada hubungannya dengan Sophia Weston, karena telah menyebabkan kematiannya sedemikian rupa."
Richard menghempaskan punggungnya ke sandaran sofa. Ia menghela nafas berat. "Jika malaikat-malaikat yang lain tahu akan hal ini—tahu akan diriku membangkitkan mu untuk dendam—, aku tak akan segan-segan menarik roh yang bersemayam di dalam tubuhmu yang busuk itu." Nada suaranya terdengar serius.
Feyla bertopang dagu di lengan sofa dan memiringkan kepalanya, tak acuh. "Tubuh? Kau bilang ini tubuh?" Tanyanya sambil menunjuk kearah dirinya sendiri. "Tubuh ini tak jauh lebih baik dari kuku kecoa, kau tahu itu? Aku bahkan memperkuat tubuh busuk dan rusak ini—kuku kecoa ini, dengan memakan roh manusia. Kau bahkan tak ikut andil didalamnya. Sama sekali."
"Aku serius, Feyla."
"Aku juga, Richard."
"Kita tak bisa berlama-lama di dunia ini, Feyla. Kehadiran kita telah merusak tatanan dunia dan melenceng dari takdir."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mysterious Girl [TAMAT]
FantasíaJohn tak menyadari kesalahan terbesar dari tindakannya yang mendekati si gadis misterius, Feyla Milagre. Ia kembali menguak cinta pertama ayahnya, bertemu dengan malaikat maut penuh muslihat, dan bertemu dengan jodohnya yang sebelumnya ia sempat sal...