Feyla Milagre

184 8 0
                                    

"Kau akan pergi kemana, John??" Tanya John's Mom yang tengah mengelap piring basah dengan sebuah serbet kumal. Ia mendongakkan kepala menatap anak semata wayangnya yang nyatanya lebih tinggi dari dirinya. Ada sebuah rasa cemas dalam tatapannya.

John yang tengah merapikan bagian bawah kaus lengan panjang warna putihnya, menyadari perasaan cemas yang ibunya rasakan sekarang. "Aku ingin ke seberang bendungan Rockhill jam 9-an ini. Aku ada janji dengan teman perempuanku." Jawab John lalu setelahnya menatap jam dinding diatas televisi di ruang makan.

Anehnya, ibunya hari ini tidak menggodanya dengan melontarkan kalimat 'oh, kencan, ya? Fufufu... Enaknya masih berdaun hijau' atau 'kencan? Anaknya pasti cantik. Tapi jangan terburu-buru. Tunggu setelah nikah' dan lain sebagainya. John mengerutkan dahinya menatap ibunya yang tengah melakukan gerakan gelisah dihadapannya sekarang. "Apa yang terjadi, Mom?"

John's Mom menggelengkan kepalanya sembari mengulum bibir keriput miliknya. "Tidak, hanya... Daddy sedang tidak enak badan hari ini, jadi... Perasaanku hari ini tidak enak, anakku. Aku lebih menginginkanmu untuk berada di rumah untuk merawat Daddy-mu barang kali hanya sesaat?" Pinta John's Mom memelas.

Hal itulah yang menjadi kelemahan John. Tatapan memohon dari ibunya itu tak dapat ia hindari. Ia pun mengulum senyum. "Baiklah.. Hanya sesaat," setelah John menangkap senyum lega dari ibunya, ia berjalan menuju kamar ayahnya yang ada tak jauh dari ruang tamu.

Tak terpikirkan oleh John untuk mengetuk pintu tersebut dan langsung memutar gagang pintu lalu membukanya. Ayahnya tampak letih diatas ranjang. John menduga bahwa ayahnya terkena demam. Lagi pula, akhir-akhir ini sering turun hujan cukup deras. Juga didukung kondisi ayahnya yang tidak terlalu fit, ayahnya jadi jatuh sakit. Itu saja yang terpikirkan oleh John yang menduduki pinggiran ranjang ayahnya.

"Bagaimana kabarmu hari ini, Dad?" Tanya John setelah melihat ayahnya terbangun karena kehadirannya disana. Ia menatap lesu ayahnya yang berwajah pucat itu.

"Hanya kelelahan saja. Aku baik-baik saja," jawab ayahnya entah mengapa selalu sama dengan jawaban ketika John bertanya kabarnya sewaktu sakit. Ferry tak begitu suka menampakkan sosok lemahnya dihadapan anak semata wayangnya, satu-satunya anak laki-lakinya.

"Daddy boleh berbicara terus terang kepadaku. Jangan pendam sesuatu sendirian."

Ferry menatap anaknya sesaat lalu melemparkan pandangannya ke luar jendela yang ada di sebelah kiri ranjangnya. "Kemarin malam, aku bermimpi tentang gadis itu."

John terkejut. Hampir berdiri dari tempatnya semula, namun kembali memasang wajah tenang miliknya. "Gadis itu? Cinta pertama Daddy?"

Ferry mengangguk. "Katanya, tak lama lagi ia akan meninggalkan dunia ini. Mungkin dia sudah tenang di alam sana."

John mengambil jeda sesaat. "Apa yang terjadi pada waktu itu? Apa yang terjadi sebenarnya dibalik kematian Mrs. Milagre?"

Sontak Ferry melempar pandangan kearah anaknya. Ia terkejut akan John yang mengetahuinya. 'Siapa yang memberitahu John,' pertanyaan itu pun tak ia pikirkan lagi ketika melihat seberapa dewasa anak laki-lakinya itu. Tatapan itu berubah sendu ketika Ferry memulai ceritanya. "Ia meninggal karena kecelakaan. Seseorang memengaruhi temanku untuk mendorong Feyla ke bendungan itu. Itu adalah sebuah kecelakaan."

Kedua alis John berkernyit. Ia mencoba untuk menghubungkan potongan-potongan puzzle untuk menjadi kesatuan kebenaran yang utuh. "Mrs. Sophia ditipu? Siapa yang menipunya? Siapa yang memengaruhinya?" Tanya John membuat ayahnya semakin terkejut.

Seberapa jauh yang John ketahui tentang ini? Pikir Ferry. "Aku tak tahu siapa yang berbuat itu, sebab Sophia tak ingat apa pun mengenai hal itu."

Mysterious Girl [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang